Plak!
" Percuma aku menikahi mu, tapi sampai sekarang kamu belum juga memiliki anak. Kamu sibuk dengan anak orang lain itu!"
" Itu pekerjaanku, Mas. Kamu tahu aku ini baby sitter. Memang mengurus anak orang lain adalah pekerjaanku."
Lagi dan lagi, Raina mendapatkan cap lima jari dari Rusman di pipinya. Dan yang dibahas adalah hal yang sama yakni kenapa dia tak kunjung bisa hamil padahal pernikahan mereka sudah berjalan 3 tahun lamanya.
Raina Puspita, usianya 25 tahun sekarang. Dia menikah dengan Rusman Pambudi, pria yang dulu lembut namun kini berubah setelah mereka menikah.
Pernikahan yang ia harap menjadi sebuah rumah baginya, nyatanya menjadi sebuah gubuk derita. Beruntung hari-harinya diwarnai oleh wajah lucu dan tingkah menggemaskan dari Chandran Akash Dwiangga.
" Sus, abis nanis ya? Janan sedih Sus, kalau ada yang nakal sama Sus, nanti Chan bilang ke Yayah. Bial Yayah yang ulus."
Bagaimana nasib pernikahan Raina kedepannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baby Sitter 29
"Lho Pak, tamunya sudah pulang?"
Raina baru kembali memandikan Chan. Dia celingukan ketika tiba di ruang tamu. Orang yang tadi ada di sana sudah tidak ada dan hanya ada Bagus.
"Iya, katanya ada perlu jadi buru-buru pulang."
Raina hanya menganggukkan kepala. Ternyata hanya sebentar saja Rizka datang bertamu. Raina pikir, Rizka akan lebih lama berada di sana. Tapi apapun itu, tentu bukan urusannya. Baginya prioritas utama adalah Chan.
"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak."
Raina melenggang pergi. Wanita itu masuk ke kamar Chan dan tak berselang lama keduanya sudah keluar.
Chan membawa sebuah sajadah dan memakai kopyah. Dia sudah siap untuk melakukan sholat magrib berjamaah dengan sang ayah.
"Yayaaah, ayo kita mahliban."
"Yuuk siap. Rai, mau ikut sekalian?"
Raina sedikit terkejut oleh ajakan dari Bagus. Di rumah itu memang ada sebuah ruangan kecil. Lebarnya sekitar 3x3 meter dan difungsikan sebagai ruangan untuk solat. Pak Barjo dan Bik Yah juga menggunakan tempat tersebut untuk menjalankan sholat.
"Boleh Pak, sebentar."
Raina berlari ke kamar dan segera kembali dengan membawa mukenanya. Mereka bertiga melakukan ibadah bersama dengan Bagus sebagai imamnya.
Dada Raina berdesir. Selama ini, dia sendirian dalam menjalankan ibadahnya. Rusman selalu tidak mau kalau diajak, Ningsih dan Ida pun demikian. Rasanya miris. Raina berusaha mengajak orang di rumah itu untuk melakukan kewajiban agama, namun mereka hanya bergeming. Pada akhirnya Raina menyerah. Ia hanya berusaha mendoakan agar Rusman, Ida dan Ningsih diberi kesadaran hati. Akan tetapi hingga detik terakhir dia berada di rumah itu, tidak ada satu orang pun yang tergerak hatinya.
Air mata Raina menetes mengingat mereka yang jauh dari agama. Agama yang ada hanyalah sebagai status saja di kartu tanda pengenal. Selebihnya, semua tidak pernah dilakukan.
"Ya Allah, Chan mohon Ya Allah semoda Sus Ai jadi bunda nya Chan."
Doeeeeng
Rasa sedih yang tadi Raina rasakan seketika buyar sudah setelah mendengar doa dari Chan seusai ibadah sholat magrib di lakukan. Betapa tidak, Chan begitu lantang dalam memanjatkan doanya.
Jika biasanya orang berdoa itu dengan lirih, tapi tidak dengan bocah 4 tahun tersebut. Dan apa yang dia panjatkan menarik perhatian semua orang yang ada di sana termasuk Pak Barjo dan Bik Yah yang tengah bersiap untuk menjalankan ibadah.
"Kenapa begitu?" tanya Bagus. Entahlah dia pun bingung harus bereaksi bagaimana terhadap apa yang dikatakan putranya.
"Beditu badaimana? Chan kan sedan beldoa. Kata Nenek kalau Chan penen sesuatu ya halus banyak-banyak beldoa. Nah Chan kan mau Sus Ai jadi bundanya Chan. Jadi Chan halus minta banyak-banyak ke Allah. Betul beditu kan?"
"Ya nggak salah sih," ucap Bagus . Hanya itu yang bisa dia ucapkan. Raina pun hanya menundukkan kepala. Setiap Chan bicara demikian, ia pasti merasa canggung.
Sholat selesai, kini waktunya makan malam. Bagus mengambil Alih Chan. Biasanya memang begitu. Sebelum Raina tinggal di rumah ini, Bagus akan mengambil alih Chan setelah Raina pulang dan Bagus tidak ingin merubah hal tersebut.
"Makanlah yang tenang, Rai. Biar aku yang menyuapi Chan."
"Saya saja nggak apa-apa Pak. Pak Bagus pasti capek karena baru pulang kerja."
Bagus menggelengkan kepalanya. Waktu dia bersama Chan setiap harinya sungguh tidak banyak, maka dari itu dia tidak ingin melewatkannya.
"Aku aja, aku juga pengen punya waktu bersama Chan. Kalau ini juga kamu yang lakuin, terus aku kapan interaksinya sama Chan. Kamu memang aku suruh tinggal di sini. Tapi jam kerjamu tetap sama Rai. Jadi kalau aku udah pulang, kamu bisa istirahat dan melakukan hal yang kamu inginkan. Kamu juga bisa pergi keluar, mau nonton atau sekedar jalan-jalan juga nggak masalah. Pergunakan waktumu dengan sesukamu."
Degh!
Belum pernah ada yang memperhatikannya sebelumnya. Belum pernah ada yang memikirkan dirinya sebelumnya. Rusman bahkan tidak pernah bertanya apa yang diinginkan olehnya. Ia bahkan harus banyak mengalah demi mertua dan adik iparnya.
Raina kini bisa mengerti dan merasakan bahwa sebelumnya dia tak ubahnya seperti boneka yang tidak memiliki pikiran dan perasaan. Dia hanya mengikuti orang yang menggerakkannya.
"Terimakasih Pak,"ucapnya dengan sungguh. Dia sungguh berterimakasih atas kepedulian bagus.
Mungkin ini perbedaannya hidup di tengah keluarga yang harmonis dan keluarga yang berantakan.
Keluarga yang harmonis cukup bisa saling menghargai satu sama lain. Namun di keluarga yang berantakan milik mantan suaminya, semua malah ingin menang sendiri.
Rasanya Raina seperti menemukan dunia yang berbeda semenjak mengenal lebih dalam Bagus dan kedua orangtua dari majikannya itu.
"Kalau begitu, setelah ini apakah saya bisa langsung masuk kamar, Pak?"
"Iya lakukan sesuai keinginanmu, Rai."
Raina mengangguk, dia kemudian dengan cepat menyelesaikan makan malamnya dan beranjak ke kamar."
"Sus Ai, boleh peluk dulu?"
Raina menghampiri Chan, memeluk bocah kecil itu dengan erat. Dan Chan pun juga melabuhkan ciuman di pipi sebelah kanan milik pengasuhnya tersebut.
"Selamat belistilahat Sus Ai, mimpi indah ya. Mimpiin Chan ya."
"Terimakasih sayang, semoga Chan juga mimpi indah. Selamat istirahat juga, Pak."
Bagus mengangguk pelan, dia dan Chan juga sudah selesai makannya. Bagus juga kemudian membawa Chan masuk ke kamarnya. Malam ini dia ingin tidur bersama sang putra.
Namun sebelum tidur terlebih dulu Bagus menanyakan apa saja yang dilakukan oleh Chan seharian ini. Itu merupakan kebiasaan yang dibangun Bagus.
Meskipun dia tidak selau di sisi putranya, namun dia tetap tahu apa saja kegiatan sang putra. tentunya dari versi Chan.
Dengan antusias, Chan menceritakan semua yang ia lakukan. Dan yang paling seru adalah kegiatannya bermain warna tadi sore.
"Chan happy?"
"Hu um, sangat happy. Sus Ai sangat pintal. Chan sukaa."
"Chan, kenapa Chan maunya Sus Ai yang jadi bundanya Chan? Kalau seandainya orang lain, bagaimana?"
Chan terdiam sejenak. Bocah itu seolah tengah berpikir dan menyiapkan jawaban atas pertanyaan ayahnya.
"Kalau bisa sih tetep Sus Ai. Sus Ai itu baik dan cantik kayak bunda. Jadi Chan maunya Sus Ai yan jadi bundanya Chan. Chan yakin pasti bunda di sulda juda setuju kayak Chan."
Degh!
TBC
👍👍👍👍👍
💪💪💪💪💪
♥️♥️♥️♥️♥️
makan tu susah...