Sungguh berat beban hidup yang di jalani Sri Qonita, karena harus membesarkan anak tanpa suami. Ia tidak menyangka, suaminya yang bernama Widodo pamit ingin mencari kerja tetapi tidak pernah pulang. Selama 5 tahun Sri jatuh bangun untuk membesarkan anaknya. Hingga suatu ketika, Sri tidak sanggup lagi hidup di desa karena kerja kerasnya semakin tidak cukup untuk biaya hidup. Sri memutuskan mengajak anaknya bekerja di Jakarta.
Namun, betapa hancur berkeping-keping hati Sri ketika bekerja di salah satu rumah seorang pengusaha. Pengusaha tersebut adalah suaminya sendiri. Widodo suami yang ia tunggu-tunggu sudah menikah lagi bahkan sudah mempunyai anak.
"Kamu tega Mas membiarkan darah dagingmu kelaparan selama 5 tahun, tapi kamu menggait wanita kaya demi kebahagiaan kamu sendiri"
"Bukan begitu Sri, maafkan aku"
Nahlo, apa alasan Widodo sampai menikah lagi? Apakah yang akan terjadi dengan rumah tangga mereka? Kita ikuti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
"Mas Pras sama Laras membicarakan apa?" Tanya Sri hanya mendengar kata beres saja.
Pras melirik Laras mengulum senyum, lalu beralih menatap Sri. "Kami sedang membicarakan masa depan, betul kan Laras"
"Betul Bun, nanti aku ceritain" Laras rupanya menginginkan figur seorang ayah, terlebih pria itu adalah Pras yang sayang kepadanya.
"Laras kan ingin Ayah yang baru Sri" ucap Pras sembari membantu Sri menggelar tikar yang mereka sewa.
Sri tidak mau pusing dengan kata-kata Pras yang sejak tadi membingungkan. Ia memilih duduk di tikar lalu mengeluarkan bekal dari paper bag. Namun, hatinya ragu jika pras tidak menyukai masakannya yang bukan modern.
"Wah, kapan kamu masak semua ini Sri" Pras menatap balado ikan kembung, urapan, tempe, tahu bacem menggugah selera makanya.
"Sebelum subuh Mas, mudah-mudahan Mas Pras suka" Sri membuka gulungan kertas mengisinya dengan nasi untuk Pras.
"Jelas aku suka Sri" Pras menatap Sri yang tengah melayani makan seperti suaminya, dalam hati berdoa. Semoga seperti ini selamanya jika Sri mau menerima dirinya sebagai suami.
Mereka makan dengan lahap setelah Sri menyiapkan untuk Laras. Sri perhatikan Pras sampai nambah diam-diam tersenyum. Tidak menyangka jika putra wanita kaya itu suka dengan masakan sederhana.
"Terima kasih Sri, masakan kamu enak banget, aku sampai nambah. Kalau aku jadi suamimu nanti pasti perut aku buncit" Ujar Pras setelah selesai makan.
Sri kaget mendengar ucapan Pras yang serius itu. Namun, Sri lebih baik diam duduk meluruskan kaki sembari mengawasi Laras yang sedang bermain.
Pras merebahkan tubuhnya di tikar tersebut menumpangkan satu kaki di atas lutut. Hingga beberapa menit kemudian duduk, karena ingat jika ada sesuatu yang akan Pras bicarakan.
"Sri, aku boleh tanya tentang pribadi kamu tidak?" Prasetyo duduk bersila berhadapan dengan Sri.
"Tentang apa Mas?"
"Aku pernah mendengar cerita Ibu, kalau alasan kamu bercerai dengan suami kamu yang dulu karena orang ketiga. Lalu mantan suami kamu itu tinggal di mana?" Prasetyo memberanikan diri untuk bertanya.
"Oh, Mas Pras kenal kok sama mantan suami saya" Sri menceritakan jika mantan suaminya adalah Widodo.
"Widodo? Jadi... Sally, wanita yang sudah merebut suami kamu" Prasetyo terkejut mendengarnya.
"Sally sebenarnya tidak salah Mas" Sri menceritakan ketika Widodo menikahi Sally mengaku masih lajang. "Kurang ajar nggak tuh, padahal di Gunungkidul dia meninggal kami, bahkan saat itu Laras masih bayi merah" Sri sebenarnya sudah tidak mau mengingat itu lagi tetapi entah mengapa ketika ditanya Pras bercerita dengan gamblang.
"Tapi kamu masih mencintai Widodo?"
"Dih, ya nggak lah" Sri mengangkat kedua ujung bibir.
"Mas Pras kenal Widodo sudah lama?"
"Semenjak kenal Belinda" Pras menceritakan mengenal Widodo dengan Sally dari Belinda, karena Belinda dengan Sally bersahabat sejak kuliah dulu.
"Oh, jadi Sally dengan Belinda itu bersahabat Mas" Sri terkejut, tapi bisa dipastikan dua wanita yang sama-sama kasar, sombong, dan semena-mena itu cocok bila bersahabat.
"Iya, tapi setahuku Pak Widodo saat ini sudah tidak di bengkel lagi" Prasetyo menceritakan jika Widodo meninggalkan Sally.
"Maksud Mas Pras, Widodo sudah bercerai dengan Sally?" Sri tidak percaya jika Widodo yang sangat menyayangi Sally dan hartanya itu pergi.
"Kamu tanyanya semangat banget, senang ya kalau mereka bercerai?" Prasetyo nampak posesif.
"Senang? Maksudnya apa" Sri menatap ekspresi wajah Pras seketika berubah.
"Kalau Widodo dengan Sally sudah bercerai terus kamu bisa balikan" Prasetyo ingin tahu apakah masih ada cinta di hati Sri kepada Widodo.
"Sudahlah Mas, jangan bahas mereka terus" Sri tidak mau gibah.
"Satu lagi Sri, jawab dengan jujur" Pras bertanya seandainya Widodo datang untuk melamar lagi, apakah Sri akan menerima.
"Tidak akan Mas" Sri menjawab tegas, hatinya sudah terlanjur sakit tidak mau merusak kebahagiaan yang sudah ia jalani bersama putrinya.
"Alhamdulillah... berarti aku ada kesempatan untuk masuk dong" Pras bersemangat.
"Mas Pras ini ada apa sih" Sri mengernyit. Ia memang tidak tahu maksud Pras padahal dari kata-katanya sudah jelas bahwa Pras jatuh cinta kepadanya.
"Sri, entah sejak kapan cinta ini datang, tapi aku sangat mencintaimu, karena aku tahu kamu wanita yang spesial. Senyummu membuat hari-hariku cerah, dan tatapan matamu membuatku merasa dihargai setelah dua tahun diinjak-injak Belinda. Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu, mendengarkan cerita-cerita kamu dan menjadi tempatmu berlabuh. Intinya aku tidak mau banyak kata, aku mencintai kamu dan ingin segera melamarmu"
"Mas Pras, hai... siang-siang kok mabuk" Sri justru tertawa cekikikan mendengar kata-kata Pras.
"Sri, aku serius" Pras menatap lekat wajah Sri, begitu juga dengan Sri. Dua pasang mata itu saling pandang, namun Sri segera menunduk.
"Ketika mata kita bertemu, aku yakin bahwa kamu adalah milikku. Aku mencintaimu bukan karena kamu siapa, tapi karena kamu membuatku seperti aku"
Pras hendak memegang telapak tangan Sri, tapi wanita itu menjauh.
"Sebaiknya kita pulang Mas" Sri tidak menjawab apa yang Pras katakan panjang lebar, justru membereskan tempat lauk yang sudah kosong. Setelah selesai, ia memanggil Laras. Laras sebenarnya masih ingin bermain. Namun, bocah penurut itu berlari-lari kecil menuju tikar sambil membawa bunga rumput panjang-panjang.
"Gatal nanti kalau kena tangan" Pras mengingatkan Laras.
"Tidak Om" Laras tentu sudah sering mainan bunga rumput itu bersama teman-temannya ketika di kampung halaman.
"Okay... kita pulang sekarang" Pras melirik Sri yang sengaja menghindari tatapannya. Ia harus sabar menunggu sampai Sri membuka hati untuknya. Pras paham jika hati Sri masih trauma dengan gagalnya pernikahan yang dulu.
Pras mengikuti Sri yang berjalan lebih dulu menuntun Laras, hingga tiba di parkiran. Begitu mobil berjalan tidak ada lagi kata-kata di antara mereka. Kerena Laras pun langsung tidur begitu bokongnya nempel di jok.
"Terima kasih Mas" ucap Sri ketika sudah tiba di depan ruko. Ia letakkan paper bag di teras ruko kemudian kembali lagi untuk mengangkat Laras. Namun, Laras sudah dalam gendongan Pras.
"Biar saya saja Mas"
"Sudah... buka ruko" titah Pras kemudian menggendong Laras ke kamar.
Sementara itu, Sri duduk di tikar yang biasa digunakan pelanggan. Setelah Pras mengutarakan perasaan kepadanya Sri justru banyak melamun.
"Aku pulang ya" Pras tiba-tiba sudah berada di belakang Sri.
"Iya Mas, terima kasih" Sri segera berdiri mengantar Pras ke depan ruko, setelah menutup rolling door, Sri naik ke lantai dua membuka jendela. Begitu menatap ke bawah, tidak Sri duga Pras yang akan masuk ke dalam mobil melambaikan tangan sambil tersenyum.
Sri lalu menyusul putrinya merebahkan tubuhnya di kasur lipat sebelah Laras, tapi untaian kata Pras di taman ragunan tadi masih terngiang di telinga, mungkin karena lelah akhirnya terlelap juga.
Begitu tiba waktu ashar Sri bangun dari tidur, tapi Laras sudah tidak ada di kamar. Ia pun keluar kamar mendengar anak kecil sedang berdoa.
Sri pun akhirnya ambil air wudhu kemudian shalat, walaupun tertinggal oleh putrinya. Setelah shalat ashar, Laras manja di pangkuan bundanya.
"Bun, kata Om Pras, beliau mau menjadi Ayahku. Bunda mau kan?"
...~Bersambung~...
hrse libur kerja selesaikan dng cepat tes DNA mlh pilih kantor di utamakan.
dr sini dah klihatan pras gk nganggap penting urusan kluarga. dia gk family man.
kasian sri dua kali nikah salah pilih suami terus.