NovelToon NovelToon
Beautifully Painful

Beautifully Painful

Status: tamat
Genre:Sudah Terbit / Tamat
Popularitas:24.9M
Nilai: 5
Nama Author: Sephinasera

SUDAH TERBIT CETAK

Cinta bertepuk sebelah tangan Anja mempertemukannya dengan Cakra, siswa paling berandal di sekolah.

Hati yang terluka bertemu dengan apatis masa depan akhirnya berujung pada satu kesalahan besar.

Namun masalah sesungguhnya bukanlah hamil di usia 18 tahun. Tetapi kenyataan bahwa Cakra adalah anak panglima gerakan separatis bersenjata yang hampir membuat papa Anja terbunuh dalam operasi penumpasan gabungan ABRI/Polri belasan tahun silam.

Beautifully Painful.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephinasera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29. As Long As You Love Me

Anja

Namun ia menggeleng sambil sedikit menjauh, "Nggak ngantuk kok."

Karena duduk berdekatan bersama Cakra seperti ini, dengan kaki dan lutut mereka yang saling bersentuhan, sangat tidak aman bagi kesehatan hatinya. Karena belum apa-apa detak jantungnya bahkan sudah bertalu-talu seperti beduk yang dipukul para pemuda ketika hari raya. Mendebarkan dan -sedikit- memalukan.

Namun Cakra masih tetap mengu lum senyum dan terlihat biasa saja, sama sekali tak tersinggung meski ia sedikit bergeser agak menjauh. Sementara dari audio mobil sayup-sayup terdengar lagu lama tahun 90an yang dibawakan oleh boyband hits pada jamannya.

'Di radio Di...'

Begitu jingle radio yang berputar di sela-sela jeda lagu berikutnya. Kali ini kembali mengalun lagu dari akhir tahun 90an yang dibawakan oleh salah satu diva country dunia.

"Kamu mau ke Planetariumnya kapan?" Cakra memecah keheningan diantara mereka berdua.

Ia berpikir sejenak, "Weekend dua minggu lagi gimana?"

"Kok lama amat?" Cakra mengernyit.

"Ya biar sekalian," jawabnya sambil tersenyum. "Pas hari ulang tahunku."

"Kamu sebentar lagi ulang tahun?" Cakra menatapnya dengan mata penuh selidik.

Membuatnya mengangguk sambil tersenyum. Tapi sedetik kemudian langsung berubah merengut, "Eh, bukan berarti gue lagi pengumuman ya! Bukan berarti gue lagi ngasih tahu elo ya! Dih, jangan ge er! Ini tuh biar sekalian aja perginya pas ada momen jadi...."

"Ngasih tahu juga nggak papa kok," Cakra tersenyum simpul sambil memasang wajah penuh pengertian. "Seneng malah dikasih tahu...."

Membuatnya buru-buru memalingkan muka ke jendela samping dengan tergesa. Merasa malu campur sebal campur lega campur kesal cam....

"Jadi ulang tahun kamu tanggal 21?" tanya Cakra sambil tetap tersenyum. "Mau kado apa?"

"Apa sih!" ia memberengut sambil kembali membuang pandangan ke jendela samping.

"Masih ada waktu buat ngasih tahu apa yang kamu inginkan ke aku," lanjut Cakra dengan suara tersenyum. Ah, Cakra kenapa tersenyum terus sih?! batinnya sebal. Ia kan jadi salah tingkah dan malu setengah mati.

"Gue tuh pingin pergi ke Planetarium tanggal 21 bukan karena lagi ultah doang," ujarnya berusaha membela harga diri dari rasa malu.

"Tapi karena gue tahu, tanggal 21 tuh ada jadwal peneropongan gerhana bulan parsial. Kan keren tuh kalau kita bisa kebagian lihat langsung lewat teropong," lanjutnya dengan berapi-api.

"Dari dulu pingin banget lihat fenomena alam kayak gitu pakai teropong beneran. Tapi belum kesampaian," pungkasnya lebih ke meyakinkan diri sendiri.

"Oke," Cakra mengangguk. "Kita ke Planetarium tanggal 21."

Namun ia hanya mencibir mendengar persetujuan Cakra sambil kembali membuang pandangan ke jendela samping.

"Kamu mau nonton teater bintangnya yang pagi apa siang?" tanya Cakra lagi. "Biar enak ngantri tiketnya. Biar kebagian juga. Soalnya kalau weekend pasti penuh kan?"

"Tiket sih gampang," jawabnya sambil mengibaskan tangan. "Gue selama ini nggak pernah ngantri."

"Kok bisa?!" Cakra mengernyit heran. "Tiketnya dapat darimana?! Jangan bilang nepotisme ya karena Papa kamu seorang pe...."

"Eh, lo sekali aja nggak suudzon sama gue bisa nggak sih?!" semburnya kesal.

"Aku bukan suudzon," Cakra tertawa. "Aku kan cuma nanya tiket dapat darimana kalau nggak ngantri?"

"Ya ngantri lah, beli langsung on the spot sama kayak orang lain, nggak pakai KKN KKN nan!" jawabnya ketus.

"Cuman...bukan gue yang ngantri....," lanjutnya sambil meringis. "Gue datang pas teater udah mau mulai."

Membuat Cakra tergelak, "Trus siapa yang ngantri buat beliin tiket tuan putri kita yang satu ini?"

"Eh!" ia memukul lengan Cakra dengan kesal. "Nggak usah ngeledek bisa nggak sih?!"

"Siapa gerangan pahlawan tanpa tanda jasa yang bersedia ngantri tiket buat kamu di tempat yang Dilan aja tahu kalau yang berat itu bukan rindu, tapi antri tiket di Planetarium," lanjut Cakra semakin tergelak.

Ia memicingkan mata dengan kesal, "Orang pabrik!" jawabnya cepat. "Trus lo ntar nanya lagi, orang pabrik siapa? Yang mana?"

"Tahu deh!" lanjutnya sambil menggerutu. "Yang penting gue pamit ke Mama mau pergi ke Planetarium, trus Mama minta tolong ke pegawainya, trus tring....tiba-tiba gue udah dapat tiket deh! Puas?!?"

Cakra terkekeh, "Besok pas kita pergi nggak usah minta tolong sama pegawainya Mama kamu," ujar Cakra serius. "Biar aku aja yang antri tiketnya. Jadi, deal siang?"

"Ya serah elo, kalau emang elo mau ngantri sendiri," sahutnya sambil mencibir.

"Iya yang siang, ntar habis teater bintang kita bisa jalan sebentar di seputaran Cikini. Disana banyak tempat makan legend yang enak," lanjutnya sambil mengacungkan jempol. "Kali ini gue yang traktir elo."

"Sebelum malamnya kita balik lagi ke Planetarium buat neropong gerhana bulan parsial," pungkasnya yakin.

Cakra tersenyum sambil menuliskan sesuatu di dalam ponsel, "Oke, dating kedua tanggal 21 pas ulang tahun tuan putri."

Membuatnya mencibir, "Ih! Apa sih! Pakai ditulis segala!"

Namun ternyata bukan hanya ditulis di dalam memo, karena kini Cakra mulai mengaktifkan kamera ponsel yang sengaja diarahkan padanya.

"Cakra ih!" ia berusaha memukul lengan Cakra dengan kesal, namun Cakra keburu menghindar sambil tersenyum simpul. Sementara kamera masih terus diarahkan padanya.

"Apaan sih ah!" gerutunya sebal sambil melotot marah. Namun Cakra tetap saja mengarahkan kamera padanya.

"Ngeselin tahu nggak!" ia kini berusaha merebut ponsel Cakra namun si empunya keburu menghindar.

"Buat kenang-kenangan," ujar Cakra sambil tersenyum. "Sama buat bukti konkret kalau kamu udah setuju kita ngedate tanggal 21."

"Siapa tahu dalam dua minggu ke depan kamu berubah pikiran kan," lanjut Cakra sambil terus mengarahkan kamera ponsel padanya.

"Alat bukti ini bisa jadi jalan buat ngingetin kamu. Kalau kamu lupa atau berubah pikiran," sambung Cakra sambil tersenyum penuh kemenangan.

"Please lambaikan tangan kearah kamera," ujar Cakra dengan bibir yang terus menyunggingkan senyum simpul. "Say hai Anjani....hello...."

Ia yang awalnya mengkerut marah kini mencoba tersenyum kearah kamera sambil mengangkat bahu. Namun sedetik kemudian berubah melotot sambil mencibir, detik berikutnya kembali tersenyum, begitu seterusnya membuat Cakra terbahak senang.

"Perfect," pungkas Cakra sambil mematikan kamera ponsel.

"Langsung save di cloud biar aman sampai akhir hayat," seloroh Cakra membuatnya kembali mencibir sebal.

Sementara itu mobil Taxi online yang mereka tumpangi seolah tak bergerak di tengah kemacetan arus lalu lintas yang menderu.

"Malam kok padat sih," sungutnya sambil menegakkan punggung mencoba melihat keadaan arus lalu lintas di depan.

"Ada kecelakaan Mba," jawab driver Taxi menginformasikan. "Baru banget. Makanya merayap."

"Oh," ia manggut-manggut tanda mengerti.

Sementara di sebelahnya, Cakra seolah tak peduli dengan kemacetan yang mengular, justru tengah asyik menyenandungkan reffrain lagu yang sedang mengalun dari audio mobil. Masih lagu sekitaran tahun 90an yang tetap easy listening hingga saat ini.

"Lo tahu lagu ini?" tanyanya heran.

"Tahu lah," jawab Cakra di tengah-tengah senandung. "Lagu bagus gini. Kamu kali yang nggak tahu," seloroh Cakra sambil mengerling kearahnya.

Ia jelas mencibir dengan bangga, "Gue apalagi, tahu banget. Tuh kaset sama CD nya numpuk di gudang rumah gue!"

"Serius?" mata Cakra mengerjap penuh ketertarikan.

"Dua rius malah," ia mengangguk dengan gaya sok tahu. "Lo lupa berapa umur kakak-kakak gue? Itu tuh koleksi musik mereka waktu masih pada sekolah. Makanya gue tahu!"

"Wah, keren," mata Cakra masih mengerjap. "Lengkap koleksinya?"

"Wah, lengkap banget," jawabnya lebih sok tahu. "Kaset, CD, artikel, sampai majalah musik pada jaman itu masih utuh dalam kondisi prima di gudang rumah gue."

"Sekali-kali boleh dong aku lihat-lihat koleksi lama punya kakak-kakak kamu?" Cakra makin mengerjap antusias.

"Ya ada di gudang rumah gue sih, kalau lo mau," jawabnya sambil memikirkan sesuatu. "Eh, tapi kayaknya Papa gue bakalan bilang ke elo, 'langkahi dulu mayatku anak muda'," lanjutnya sambil tertawa karena merasa itu adalah hal yang sangat lucu.

Namun Cakra tak ikut tertawa, malah terdiam dengan mata menerawang ke depan.

"Lo tersinggung?!" tuduhnya setengah menggerutu.

"Enggak," Cakra menggelengkan kepala.

"Kalau nggak tersinggung kenapa tiba-tiba diem? Hayo?!" ia semakin getol menuduh.

"Aku cuma lagi keinget sama Papa kamu," jawab Cakra sambil tersenyum. "Nggak kebayang waktu mudanya segagah apa. Sekarang aja masih gagah kan?"

Ia tersenyum bangga, "Emang Papa gue keren. Kalau mau tahu segagah apa Papa waktu masih muda, tuh lihat aja Mas Sada. Kemarin elo udah ketemu kan? Ya, kurang lebih begitu lah kondisi fisik Papa waktu masih muda."

"Apa waktu muda, Papa kamu juga segarang Kakak kamu kalau lagi ngabisin orang?" tanya Cakra setengah tersenyum.

Membuatnya menoleh ke samping guna memperhatikan wajah Cakra yang sampai saat ini masih menampakkan beberapa luka lebam berwarna keunguan. Tanpa sadar tangannya terulur untuk menyentuh luka di pelipis Cakra yang tertutup plester.

"Luka-luka lo udah mau sembuh kan?" tanyanya merasa tak enak hati karena menjadi penyebab Cakra dihajar oleh Mas Sada, sambil terus mengusap luka di pelipis Cakra.

"Udah dong," jawab Cakra sambil tersenyum. Sama sekali tak terganggu dengan usapan jarinya di wajah penuh luka itu.

"Siapa dulu dong susternya," sambung Cakra sambil mengerling kearahnya. "Suster ter te o pe be ge te," kali ini sambil mengacungkan jempol.

"Suster ngesot kali!" cibirnya sambil buru-buru menghentikan usapan di wajah Cakra, lalu pura-pura membuang pandangan ke jendela samping. Berusaha menetralisir degup jantung yang mulai tak beraturan.

"Nenek gayung juga keren," seloroh Cakra.

"Eh, elo ngatain gue nenek gayung?! Jadi menurut elo, gue kayak nenek nenek begitu?!" semburnya kesal.

"Nah, ini persis banget kalau lagi kayak gini nih," Cakra tergelak sambil menunjuk wajahnya.

"Ih!" ia kembali membuang pandangan kearah jendela samping. "Ngomong sama elo tuh cape tahu nggak sih! Ngeselin banget!"

Namun Cakra tak mempedulikan kekesalannya, malah terkekeh senang. Tapi ketika ia ingin kembali membentak, Cakra lebih dulu bertanya,

"Papa kamu asli mana? Dari garis wajah bisa ditebak mengalir darah pulau paling barat Indonesia?" tebak Cakra. "Jangan jangan kita berasal dari nenek moyang yang sama?"

Ia sempat mencibir sebelum akhirnya menjawab, "Nenek dari Papa asli Lampung totok, kalau Kakek campur-campur."

"Jambi-Klaten sama Makassar."

"Tapi Papa dari lahir sampai gede malah di Surabaya."

"Walah, arek Suroboyo ta (anak Surabaya)?" justru driver Taxi yang menjawab. "Aku yo asli Jawa Timur, Nggresik tapine. Deket lah sama Surabaya."

"Mung wis ndek bujang merantau nang Njakarta (tapi sejak masih bujang sudah merantau ke Jakarta). Tekan saiki yo wis arep rong puluh tahun dadi warga DKI (sampai sekarang sudah mau dua puluh tahun menjadi warga DKI)."

"Ndek bojoku asli Sumedang (kalau istri saya asli Sumedang). Podo podo perantauan (sama-sama perantauan). Tapi yo sek kangen karo desone dewe (tapi sering kangen dengan tempat asal)."

"Cita-citae mari pensiun dadi sopir online arep mulih ndeso (cita-cita setelah pensiun menjadi sopir online akan pulang kampung)."

"Enak kui urip ning ndeso (enak itu hidup di desa). Tenang, damai...."

Selama driver Taxi berbicara, ia hanya bisa melongo bingung. Sementara Cakra tertawa-tawa namun sama sekali tak mengeluarkan suara. Begitu driver Taxi terdiam Cakra langsung menyahut,

"Yang dari Surabaya orangtua, Pak. Kalau pacar saya ini sih asli Jakarta. Anak gaul Jekardah. Jadi ya nggak bisa ngomong bahasa Jawa sama sekali."

Membuatnya melotot kesal, "Pacar apa?!"

"Kamu sama sekali nggak ngerti bahasa Jawa kan?" tebak Cakra sambil menahan tawa, tak sedikitpun menghiraukan kekesalannya.

"Owalah, Saya kira Mba nya yang asli Surabaya. Ternyata orangtua toh?" driver Taxi manggut-manggut mengerti.

"Roaming ya Mba, tadi saya ngomong begitu?" seloroh driver Taxi. "Memang di rumah nggak pernah pakai bahasa Jawa apa gimana? Wong Jowo kok ga iso boso Jowo ki piye sakjane (orang Jawa tapi nggak bisa bahasa Jawa ini bagaimana)."

Ia yang sebenarnya masih kesal karena Cakra mengaku-ngaku pacar, mau tak mau harus menjawab pertanyaan driver Taxi, "Enggak Pak. Soalnya Mama saya bukan orang Jawa. Jadi bingung mau pakai bahasa apa. Akhirnya biar aman pakai bahasa Indonesia."

"Oh, iya ya, daripada bingung ada banyak bahasa. Mending yang jelas aja bahasa Indonesia," driver Taxi manggut-manggut setuju.

"Emang Mama kamu orang mana?" tanya Cakra ingin tahu.

"Bandung. Aslinya nenek kakek dari Mama sih Tasik. Tapi Mama lahir sampai gede di Bandung."

"Oh, Mojang Priangan," gumam Cakra sambil tersenyum.

"Kenapa?!" tanyanya curiga. "Kok senyum senyum?!"

Membuat Cakra tergelak, "Senyum doang masa nggak boleh?"

"Itu tadi habis bilang Mojang Priangan kok langsung senyum-senyum sendiri. Kenapa?!" cecarnya makin sebal.

Kemudian ia pun mengerucutkan bibir sambil berkata dengan kesal, "Iya gue tahu Mojang Priangan tuh terkenal sama kecantikannya. Dan senyuman lo barusan mendefinisikan kalimat kalau nyokap gue lebih cantik dibanding gue. Gitu kan?! Iya kan?!"

Kalimatnya kembali membuat Cakra tergelak, "Ya ampun, Ja. Senyum doang di multitafsir sampai segitunya."

Ia hanya mencibir sambil membuang pandangan ke jendela samping. Memperhatikan beberapa petugas PJR (patroli jalan raya) yang sedang membersihkan TKP kecelakaan.

"Berarti selama ini banyak orang yang bilang ke kamu kalau Mama kamu lebih cantik gitu?" tebak Cakra dengan suara menahan tawa.

"Ngeselin nggak sih?!" ia justru balik bertanya. "Masa gue....dibandingin sama Mama gue yang udah nenek nenek?!"

Cakra kembali tertawa sambil meraih tangannya kemudian mengaitkan jemari mereka berdua.

"Iya sih, kalau lihat foto Mama waktu muda emang cantik banget," lanjutnya dengan berapi-api. "Elo kalau ketemu Mama gue pas masih muda, pasti lebih milih Mama gue dibanding gu...."

Ia tiba-tiba terhenyak sendiri dengan kalimat yang akan diucapkan. Untung belum sempat keceplosan semua. Aman...aman...., batinnya sambil ngedumel di dalam hati.

Namun sepertinya Cakra tak menghiraukan ke -hampir- ceplosannya barusan. Karena kini, Cakra justru semakin mengeratkan genggaman tangan mereka berdua.

Dengan pandangan tetap ke depan, Cakra bergumam pelan, "Almarhum ayahku asli Aceh. Mamak ada campuran Aceh sama Padang."

"Kalau kamu mau tahu," lanjut Cakra sambil menoleh kearahnya. Namun tak lama berselang, tatapan Cakra turun ke perutnya.

"Kebayang nggak sih nanti anak kita mirip siapa? Banyak darah bercampur jadi satu. Dari ujung barat Indonesia, ke tengah, trus ada campuran dari utara juga."

Hatinya mendadak mencelos mendengar kalimat yang diucapkan oleh Cakra. Sementara itu dari audio mobil sayup-sayup kembali terdengar alunan lagu yang pernah hits di tahun 90an,

'I can't get you out of my head

Don't care what is written in your history

As long as you're here with me

I don't care who you are

Where you're from

What you did

As long as you love me'

(Backstreet Boys, As Long As You Love Me)

Karena ia tak menjawab, Cakra pun kembali mengalihkan pandangan lurus ke depan, memperhatikan arus lalu lintas yang masih tersendat. Dengan jemari yang semakin erat menautkan mereka berdua.

'I don't care who you are

Where you're from

What you did

As long as you love me'

(Backstreet Boys, As Long As You Love Me)

Suasana hening dengan backsound suara lagu yang terdengar lamat-lamat, membuat kepalanya tanpa sadar telah rebah di bahu Cakra. Terasa menenangkan sekaligus menentramkan. Dan, tanpa siapapun mengetahui, hati kecilnya berbisik lirih, sometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.

Apakah itu kamu?

1
Yuliaya
suatu hari nanti, Aran akan tahu jika ada perbedaan dengan saudara-saudaranya... semoga kamu berlapang hati ya Nak, dan adik-adiknya juga berlapang hati.
Matahari
🤣🤣🤣🤣🤣
Nuy Nerazzurri Masihsetia
samaan 4 Juli😍😍😍
Azka Alfadilla
entah yg ke berapa kali baca ini,. tolong dong,rekomendasi bacaan lain yg mrnarik apa?
mrs.andriIndra
Mengkerut krna neng anja seumur umur gak pernah mikirin harga wahai abang cakra tersyang🤗
mrs.andriIndra
senang krna bisa ngobrol,setelah bertahun tahun cuma bisa merhatiin anja dlm diam dan bentangan jarak yg berasa jauuuuuuuhhhhh banget ya cak🥰
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘMarwah
🥰🥰🥰
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘMarwah
cabar cakra
Devi Safitri
kog sebel SMA si anjay ini 😒
mrs.andriIndra
baca ulang ttp deg²an😁
mas sadaaaa,anja nakal nih mancing² buat adegan punggung seputih susu part 2😂
mrs.andriIndra
pas cakra-anja nikah ulang dirimu ketemu ka'pocut lgsg SKSD wahai mas tama😜😂
mrs.andriIndra
teh daraaaa,nih mas sada hoyong d takol😂
mrs.andriIndra
apalagi klw udah ketemu ka pocut lbh manis lg mas tama,biar dikasih restu😅
mrs.andriIndra
pasangam klop,cakra yg tenang ketemu anja yg sumbu pendek😁
mrs.andriIndra
ini yg kesekian x,tp nyeseknya msh sama.biar dipa puas meluk tp neng aja ttp milikmu ya cak😍
Kinara (Hiatus)
20 Agustus 2025
Sweet Girl
Adoh adoh... wes pakar ternyata.
Sweet Girl
Cakra, berarti kamu udah perna ngelakuin atau malah sering ya...???
Sweet Girl
Lu senyum senyum Cakra... Anja mewek...
Sweet Girl
Kao sempat melupakan kejadian semalam Cakra...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!