Menjadi sekertaris seorang Bos yang tengah patah hati membuat hidup Arumi yang semula lurus dan mulus menjadi berkelok-kelok. Hidup dan perasaannya dibuat seperti sedang menaiki sebuah roller coaster.
Sang Boss yang menjadikan Arumi tak hanya sebagai sekertarisnya, tapi juga menjadikan Arumi sebagai teman curhatnya. Lambat laun Arumi menjadi kenal dengan bagaimana kepribadian sang Boss dari curhatan Boss-nya itu kepada dirinya. Kekaguman dan benih-benih cinta pun tumbuh di hati Arumi.
Terlebih Boss yang tiap kali membuat keonaran selalu melibatkan Arumi untuk membantunya. Arumi yang sudah terpikat akan pesona sang Boss pun selalu berusaha mengimbangi perasaan sang Boss. Hingga sang Boss terbiasa bergantung pada diri Arumi.
Akankah sang Boss menyadari perasaan Arumi padanya?
Simak cerita ini selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon saputri90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak diakui sebagai suami
"Tentu saja ingat, tidak mungkin aku melupakan pria tampan dan cerdas seperti mu. Yang selalu membantuku untuk belajar pelajaran yang sangat aku benci, Biologi." Jawab Arumi yang tersenyum sumringah melihat kehadiran Alex.
"Owhh... aku diingat karena itu, bukan yang lain?" Goda Alex sembari memberikan buket bunga untuk Arumi.
"Terima kasih Alex, tentu aku ingat akan sisi diri mu yang lain, Alex teman sebangku ku yang tak pernah absen memberiku setangkai mawar putih kesukaan ku di hari jumat." Jawab Arumi sembari mencium bunga pemberian Alex, yang seketika menentramkan jiwa dan hatinya yang sakit. Mengingat sedikit masa lalu yang indah membuatnya sedikit melupakan kepedihan hatinya saat ini.
"Hahaha... terima kasih sudah mengingatku. Sekarang, keluhan apa yang kamu rasakan? Apa masih terasa pusing?" Tanya Alex yang seolah mengerti apa yang kini Arumi rasakan.
"Heem, jika aku mencoba bangun, rasanya benar-benar pusing, dunia ini seakan berputar begitu cepat, hingga aku seperti ingin kehilangan keseimbangan." Jawab Arumi sembari memegangi kepalanya.
"Apa kamu sedang memiliki beban pikiran Arumi? Aku mengenal baik dirimu, bagaimana bisa kamu tertidur di dalam mobil hingga hampir membuat mu hampir mati lemas karena kekurangan pasokan oksigen?" Tanya Alex sembari meremas tangan Arumi.
Ia terbiasa memaksa Arumi bicara dengan jujur dengan meremas tangannya. Karena ia tahu Arumi suka sekali menyembunyikan apa yang ia rasakan sebenarnya. Karena dahulu, Alex adalah pria yang idolakan oleh seantero sekolah. Keputusan seorang guru yang menyatukan mereka dalam satu bangku yang sama, membuat tekanan tersendiri bagi Arumi. Ia harus menghadapi kecemburuan para wanita seantero sekolah yang memiliki hati dengan Alex.
"Hari itu aku kelelahan Lex, menjadi sekertaris seorang presedir tidak mudah, seperti tidak mudahnya aku duduk sebangku dengan mu kala itu. Aku ketiduran tanpa sempat membuka sedikit kaca jendela mobil Boss ku itu." Jawab Arumi jujur.
Namun ia tak menceritakan dengan gamblang semua yang terjadi pada dirinya. Ia memberikan batasan untuk tidak menceritakan masalah rumah tangganya pada orang lain, apalagi pada seorang pria.
Seburuk-buruknya Barra, dia adalah suaminya. Meskipun Barra tak mencintainya, namun Arumi sebagai seorang istri tetap harus menjaga nama baik suaminya. Karena hubungan antara suami dan istri yang baik diibaratkan bagaikan sebuah pakaian. Dimana Arumi dan Barra harus saling menutup aib di antara keduanya.
Alex menatap dalam mata Arumi, ia tak bisa langsung percaya dengan jawaban yang diberikan Arumi padanya. Duduk sebangku dengan Arumi selama tiga tahun di masa SMA dulu, membuat Alex dapat mengerti dengan jelas, kapan Arumi jujur dan kapan Arumi sedang berbohong untuk menutupi sesuatu yang menimpa dirinya.
"Bunganya harum ya Lex? Semoga aku akan mendapatkan setiap hari jumat seperti dulu lagi," ucap Arumi sembari mencium bunga mawar putih itu.
Arumi mencoba mengalihkan pembicaraan, agar Alex tak lagi mencarintahu tentang dirinya lebih dalam. Alex yang mengerti dengan apa yang dilakukan Arumi, hanya mengikutinya saja.
"Kamu akan selalu mendapatkan, setiap hari kalau perlu. Jika saja kamu tepikan hati mu pada ku, Arumi. Jangan jadikan aku hanya sekedar teman mu, tapi tolong jadikan aku teman hidup mu," ucap Alex yang hanya mampu ia ucapkan di dalam hatinya.
Penyakit Alex sejak dulu adalah tak bisa memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaannya pada Arumi. Ia selalu takut Arumi menolaknya dan membuatnya jauh dari dirinya, padahal dulu Arumi sempat menyimpan rasa pada Alex, dan selalu menunggu Alex menyatakan perasaannya.
Namun rasa lelah menunggu hingga hari kelulusan mereka, membuat Arumi mulai melupakan perasaannya pada Alex. Terlebih Alex tak melanjutkan studinya di negara ini. Kedua orang tuanya yang sama-sama menjadi seorang Dokter, mengirim Alex ke New York untuk melanjutkan studi kedokterannya di sana. Dan betapa kecewanya Alex ketika ia kembali setelah menyelesaikan studinya, Arumi sudah di miliki pria lain. Pria yang Alex anggap sangat beruntung mendapatkan Arumi yang ia anggap sebagai bidadari tak bersayap baginya.
Saat Arumi sedang mencium buket bunga, ternyata Barra yang memutar balik mobilnya, karena merasa ponselnya tertinggal pun dapat melihat dengan jelas, istrinya sedang mencium buket bunga pemberian seorang dokter muda yang cukup tampan. Dokter yang ia kenali sebagai dokter yang sudah menyelamatkan istrinya kala itu. Dokter yang hanya mengetahui jika dirinya hanya seorang atasan istrinya.
"Bi Ijah tolong ambilkan ponsel saya di meja itu!" Perintah Barra pada Bi Ijah yang mengejutkan Arumi dan juga Alex.
Keduanya menatap Barra yang berdiri di ambang pintu, Barra memasang wajah datarnya, ia menutupi rasa kesal dan cemburu, saat mendapati Arumi terlihat begitu bahagia mencium buket bunga mawar putih dari pria lain.
"Arumi, siapa pria itu? Kenapa ponselnya bisa tertinggal di sini?" Tanya Alex yang seakan lupa dengan siapa Barra. Pertemuan singkat yang hanya terjadi satu kali membuat Alex melupakan siapa Barra.
"Beliau bukan siapa-siapa ku, dia hanya atasan ku, Pak Barra namanya. Mungkin dia pagi-pagi sekali sudah menjengukku dan tak sengaja meninggalkan ponselnya di sana. Dia memang atasan yang sangat baik pada karyawatinya, aku hampir saja salah paham dengan kebaikannya, tapi untungnya aku cepat tersadar ketika aku melihat dan mengetahui betapa ia sangat mencintai kekasihnya." Jawab Arumi yang seketika membuat Barra mengerutkan alisnya.
Entah apa maksud perkataan Arumi, yang jelas Barra merasa tersindir dengan ucapan Arumi dan juga tercubit hatinya, karena kata-kata Arumi begitu mengena di hatinya.
Tak diakui menjadi seorang suami rasanya begitu menyakitkan ternyata. Barra merasakan sesak di dadanya. Rasanya ingin sekali ia protes dan marah pada Arumi, namun ia segera sadar jika Arumi sedang menjalankan apa yang menjadi keinginannya, yaitu menyembunyikan pernikahan mereka.
Bi Ijah yang mengambil ponsel Barra segera memberikan ponsel itu pada Tuan mudanya, yang masih setia berdiri di ambang pintu. Barra yang sudah menerima ponselnya segera pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Setelah Barra pergi begitu saja, Alex baru menyadari dan mengingat wajah Barra yang mulai familiar di ingatannya.
"Arumi, tadi kamu bilang dia atasanmu?" Tanya Alex seperti sedang berusaha mengingat sesuatu.
"Hemmm. Iya. Kenapa?" Jawab Arumi.
"Seingat ku sepertinya dia yang membawa dan menggendong diri mu, saat kamu hampir saja mati lemas saat itu?" Ucap Alex yang mengingat Barra-lah yang membawa Arumi dengan wajah yang dipenuhi ketakutan dan kecemasan mendalam kala itu.
"Oh, ya benarkah?" Sahut Arumi yang terkejut namun seolah tak perduli.
Ia tak ingin melukai hatinya dengan harapan kosong, ia berpikir mungkin Barra menolongnya bukan atas dasar ia adalah istrinya, tapi lebih atas dasar kemanusiaan semata dan rasa bersalah. Dia berusaha menyadarkan dirinya sendiri, siapa dia di dalam hidup Barra. Ia hanya orang asing di dalam hidup Barra.
"Iya, dia begitu mengkhawatirkan keadaan mu kala itu, hingga ia memohon pada ku untuk segera menolong mu." Jawab Alex yang mulai mencurigai hubungan antara Barra dan Arumi.
Di dalam otaknya yang cerdas mulai mengait-ngaitkan semua yang terjadi di depan mata kepalanya dan menelaah semua ucapan dan ekspresi yang ditunjukkan Arumi padanya, apalagi Arumi terdiam setelah mendemgar perkataannya.
"Arumi, sepertinya aku sudah harus pergi bekerja, jika ada waktu, aku akan mendatangi mu kembali untuk mengobrol. Tapi sebelum aku pergi, masukkan nomor ponselmu di ponsel ku ini, supaya kita bisa saling bertukar pesan." Ucap Alex sembari menyodorkan ponselnya pada Arumi.
"Sepertinya, mata ku belum siap untuk menatap layar ponsel, bolehkah kamu saja yang memasukkannya, biar aku sebutkan nomor ku." Balas Arumi.
"Ya, baiklah. Sekarang kamu boleh sebutkan berapa nomor ponsel mu,aku akan menyimpannya!" Sahut Alex.
Arumi pun menyebutkan nomor ponselnya, dan Alex menyimpan nomor yang disebutkan Arumi kedalam ponselnya. Setelah memasukkan dan menyimpan nomor ponsel Arumi, Alex pamit undur diri untuk bekerja.
Sementara itu di sebuah mobil sedan mewah, seorang pria tengah marah-marah dan memukul-mukul stir yang ia kendarai. Ia meluapkan kekesalan dan emosinya yang tertuju pada Arumi, istrinya.
Barra tidak ada harganya lagi, semua di ambil alih Mommy & Daddy
kak Andan lebay feh