Asa terkejut saat membuka matanya semua orang justru memanggilnya dengan nama Zia Anggelina, sosok tokoh jahat dalam sebuah novel best seller yang menjadi trending topik paling di benci seluruh pembaca novel.
Zia kehilangan kasih sayang orang tua serta kekasihnya, semua terjadi setelah adiknya lahir. Zia bukanlah anak kandung, melainkan anak angkat keluarga Leander.
Asa yang menempati raga Zia tidak ingin hal menyedihkan itu terjadi padanya. Dia bertekad untuk melawan alur cerita aslinya, agar bisa mendapat akhir yang bahagia.
Akankah Asa mampu memerankan karakter Zia dan menghindari kematian tragisnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25
Zia mengacak rambutnya dengan frustasi. Ada apa hari ini? Kenapa rasanya semuanya terasa sangat memusingkan? Semua itu dimulai dari kemunculan Gery yang wajahnya sangat mirip dengan adik Kinar dan tingkah Arza yang membuatnya harus menarik napas panjang demi mengontrol emosi.
Ia membuang napas kasar lalu memutar matanya, menatap ruangan dengan geram. Di atas meja, sebuah novel tergeletak seperti benda yang menantangnya. Zia melangkah cepat, mengambil novel itu, membuka halaman yang sudah dihafalnya sampai luar kepala.
Ia baru saja kembali dari sekolah, seharian ini rasanya ia kehilangan tenaga padahal hanya duduk dan tidur di kelasnya.
Dengan geram, ia memegang poin-poin novel Alur Abadi milik Ina. Matanya menyapu setiap kalimat yang ada di sana dengan cepat, serasa hendak mengupas tiap detail hingga ke tulang-tulangnya. Kepalanya berdenyut setiap kali membaca poin itu, kepalanya terasa makin sakit.
"Kenapa sih gue malah jadi sakit kepala setiap kali baca tentang Ina?!" gerutunya sambil menepuk dahi.
Entah kenapa, isi novel itu makin hari makin terasa menghilang dari kepalanya. Zia tidak mengerti mengapa ingatannya soal novel itu memudar, padahal ia menghafalnya demi bisa tenang hidup di dunia ini. Tapi bagaimana ia bisa tenang kalau sekarang isi novel itu malah hilang seperti tertiup angin?
Yang membuatnya makin kesal, keberadaannya di dunia novel ini justru membuat banyak plot berubah. Bahkan terlalu banyak.
Dengan napas berat, Zia membuka lembar terakhir dari outline Kinar. Ia mengelus alis yang mulai berdenyut.
"Gery Regantara, atlet basket dari SMA Alaska. Gery adalah siswa yang sangat populer, sikapnya sangat tenang, sedikit dingin tapi ramah. Dia cukup dekat dengan Arza. Namun ada satu rahasia yang Gery sembunyikan dari semua orang, yaitu—"
Zia mengerutkan kening.
"Mana kelanjutannya?!"
Ia membolak-balik halaman itu. Sama sekali tidak ada paragraf lanjutannya.
"Gery… lo bahkan nggak punya backstory lengkap sekarang? Gila, Ina nulis apaan sih…"
Ia menutup novel itu dengan keras.
Jika Gery memang anak Alaska, mustahil ia tidak punya satu pun catatan lengkap. Zia merasa semakin tidak nyaman. Sejak kedatangan Gery, tiap kemunculan pemuda itu terasa… mencurigakan. Seakan karakter baru muncul di luar kontrol penulisnya.
"Sebenarnya apa yang tersembunyi dari novel ini?" Gumamnya.
Kalau Gery tidak ada dalam novel asli, kenapa ia mulai muncul seperti tokoh penting? Siapa dia sebenarnya?
Pikiran Zia semakin berputar ketika ia mengingat sesuatu, wajah Gery. Wajah itu terlalu mirip dengan Shaka.
Begitu mirip sampai Zia hampir terpeleset saat pertama kali bertemu.
"Si anjir, Ina!" Zia menghentak kaki. "Gue baru sadar sekarang!"
Ia memelototi novel itu seolah siap merobeknya.
"Jadi selama ini Ina pake wajah Shaka buat gambarin Gery? Dan pake wajah gue buat visualin Zia?!"
Ia menutup wajahnya. "Parah. Kacau. Sialan banget!"
Tidak hanya itu. Wajah Shaka dipakai untuk karakter Gery, wajah Ina pasti dipakai untuk karakter lain, dan kemungkinan besar wajah Zia sendiri dipakai untuk tokoh antagonis utama novel itu.
Benar-benar sial.
***
Damian menatap putrinya dari seberang meja makan.
"Bagaimana sekolah kamu, Zia?" tanyanya sambil menyilangkan tangan. "Ingat, Papi nggak suka kalau kamu kebanyakan main. Sebentar lagi kamu menghadapi ujian kelulusan."
Zia terus mengunyah makanannya pelan, sama sekali tidak menanggapi.
"Zia, Papi sedang bicara sama kamu!" suara Damian meninggi.
Zia mengangkat kepala. Tatapannya datar, mati, tidak memuat satu pun emosi.
"Kenapa?"
"Kamu masih anak Papi, Zia. Jaga sopan santun kamu!" Rahang Damian mengeras.
"Oh, masih anggap aku anak ternyata," balas Zia dengan suara sedingin kulkas.
Damian tertegun sejenak. Amanda dan Gaby yang duduk di meja makan lain bahkan tak berani mengeluarkan sepatah kata pun.
Zia mengedikkan bahu.
"Ngomong-ngomong, Papi titip pesan sama Tante Arini. Dia bilang nggak bisa datang ke pesta perusahaan Papi."
Damian memandang putrinya, jelas kaget.
Tante Arini tak lain adalah kakak kandung Maddy, kemarin sempat Zia temui saat mampir ke rumah sahabatnya. Tanpa sengaja tante itu membahas pesta besar yang akan digelar Damian… pesta yang lucunya tidak pernah ia beri tahu ke Zia sama sekali.
Damian tersentak. Rasa bersalah muncul cepat, menampar egonya.
Dia memang sengaja tidak memberi tahu Zia. Dia takut Zia akan bikin kacau, apalagi pesta itu digelar berbarengan dengan perayaan ulang tahun pernikahannya dengan Amanda.
Damian membuka mulut. "Zia, kamu—"
"Kenapa?" Zia memotong cepat, tatapannya tajam menyala.
"Udah sadar sebusuk apa kelakuan Papi sama aku?"