NovelToon NovelToon
MALAM TELAH TIBA

MALAM TELAH TIBA

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Bullying dan Balas Dendam / Game
Popularitas:476
Nilai: 5
Nama Author: jewu nuna

Sekelompok siswa SMA dipaksa memainkan permainan Mafia yang mematikan di sebuah pusat retret. Siswa kelas 11 dari SMA Bunga Bangsa melakukan karyawisata. Saat malam tiba, semua siswa di gedung tersebut menerima pesan yang menunjukkan permainan mafia akan segera dimulai. Satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan menyingkirkan teman sekelas dan menemukan Mafia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bukan Solusi

Sebagian murid SMA Bunga Bangsa mulai mendaki, mengikuti alur yang masih bisa dijamah, dan seperti memang dibuat untuk jalur pendakian. Walau tidak begitu bebas karena adanya garis putih sebagai pembatas. Sekiranya masih bisa untuk mereka lewati.

“Lo duluan aja” Agil menarik tubuh Dion, membantu pria itu untuk melangkah lebih dulu. Menyusul Khalil yang sudah berada cukup jauh dari mereka. Pria itu sudah tersungkur ke tanah, menetralkan pernapasannya, sambil menunggu yang lain.

“Ayo”

Arghhh…

Khalil beranjak, menatap Agil dan Intan yang saling bertumpu tubuh “kenapa?!”

Pria itu kembali menuruni jalur secara perlahan, menghampiri mereka semua, “kenapa, Gil?”

Sementara yang sudah berada jauh dari mereka, memilih untuk diam, dan istirahat untuk mengumpulkan energi.

“Dia salah pijak, keseleo kayaknya tapi kegores juga”

Khalil menghela napas resah. Bukan apa-apa, kalau hal seceroboh ini bisa dia lakukan, kenapa gadis itu memilih untuk ikut? Khalil lebih menuruni jalur, sesekali menopang dengan lengan Dion untuk meraih tempat Agil dan Intan berada.

“Lo nggak bisa bangun dulu? Kasihan Agil”

Agil terkekeh, mendapati tubuh Intan masih bersandar padanya. Sementara Intan masih kebingungan harus beranjak seperti apa, kalau yang kakinya rasakan cukup menyiksa.

“Biar gue bantu” Agil menopang tubuh Intan, membantunya untuk duduk, “sakit banget, Gil”

Khalil menghela napas, membuka tas kecil yang sengaja dia bawa untuk berjaga-jaga. Tentu peralatan P3K cadangan, “biar gue bantu obatin”

Pria itu meraih pergelangan kaki Intan, membantu membersihkan luka terbuka sebelum mengobatinya. Intan meremat ujung baju Agil, menyalurkan rasa sakitnya.

“Tahan sedikit” Agil mengusap punggung tangan Intan, membuat gadis itu sedikit lebih tenang.

“Sudah” Khalil mendongak, menyaksikan Intan justru lebih peduli menatap Agil dari pada lukanya sendiri.

“Oh astaga, kenapa gue selalu jadi nyamuk” Khalil beranjak menepuk lengannya sebagai perempamaan untuk membunuh nyamuk yang hinggap.

Agil mengabai, pria itu membantu Intan untuk berdiri walau rasa sakit masih menjalar di kakinya.

“Makasih, Khal”

“Kalau masih belum bisa jalan, balik aja ke penginapan” Khalil menatap Intan yang masih kesakitan. Lagian ide gila siapa menyetujui gadis seperti Intan ikut naik gunung?

Gadis itu menggeleng, “bisa kok”

Khalil sejenak diam, berkacak pinggang sambil mengintai tubuh lemah Intan dari atas sampai bawah, “Gue gendong mau? Atau Agil aja deh”

Tanpa banyak bicara, Agil berjongkok. Lagian dia yakin kalau ajakan Khalil seperti tidak ikhlas, jadi mending dia saja yang mengajukan diri untuk membantu Intan.

“Naiklah”

Dengan ragu, Intan beranjak.

“Btw, lo dokter ya, Khal?”

“Gue bukannya udah bilang kalau gue warga?” Timpal Khalil sambil menyusul teman-teman yang lain.

“Gue nggak amnesia kok, tapi lo tuh selalu terlihat punya peran penting melebihi warga biasa”

“Kalau gitu lo juga bisa curigai Dion karena dia juga sering berperan buat kita”

Agil mendongak, “dia kan ketua kelas?!”

Khalil terkekeh, “See? Apa gue harus jadi ketua kelas dulu supaya lo nggak asal nebak posisi gue?”

Agil hanya diam. Sementara Khalil sudah lebih dulu menyusul teman yang lain. Walau track lebih mudah dari pada gunung tinggi lainnya, tetap saja akan melelahkan, apalagi Agil yang menggendong Intan.

“Eh ada orang!” Seruan suara Fattah mengalihkan pandangan semua, memperlihatkan sorot kamera pada sebuah objek dari ujung pulau sebelah.

Beberapa dari mereka melambai dan berseru untuk meminta pertolongan. Sementara Khalil yang baru saja datang, mengintai dengan tajam sambil mengatur napasnya.

“Wait” Khalil memicing, membuat teman yang lain terdiam.

“Kenapa?”

“Kita harus lebih teriak”

“Gue nggak mau mati disini”

“Tunggu dulu! Lihat dulu” Khalil merampas kamera Fattah dan mulai memperbesar tangkapan layar, untuk ditunjukkan pada teman yang lain. Sebuah objek diam yang mencurigakan.

“Burung-burung itu tidak bergerak, dua orang itu tampak sama, apa ini bug?”

“Khal, kenapa?” Fattah menepuk pundak Khalil, membuatnya sejenak mendongak menatap Fattah yang ternyata menunggu jawabannya.

“Mereka tidak bergerak,”

“Sia-sia kita berteriak” timpal Dion.

Tidak ada yang aneh, bagi mereka. Tapi bagi Khalil semuanya tampak asing sejak dia memijakkan kaki di tempat ini. Sebuah tangkapan layar yang menampilkan glitch saja sudah jelas kalau mereka sedang ada di dalam game.

Khalil berbalik dengan kesal. Apa yang harus dia lakukan? Bahkan Dion sembari tadi hanya diam saja, entah sedang memikirkan apa, tapi pria itu sama sekali tidak bertindak. Dan jelas Khalil juga mulai geram.

Pada jalur lain, dia menemukan Yuna dan Sadam mengarah pada ujung tebing. Mungkin untuk mencari jalan keluar lain. Tanpa banyak bicara, sambil membiarkan teman yang laib juga istirahat, Khalil mengikuti mereka.

“Coba lihat, samar banget” Sadam berjongkok, memastikan sebuah garis awang didepannya dengan setangkai kayu.

“Kayaknya bukan deh, Yun”

“Lihat yang bener!” Sentak Yuna sempat membuat Sadam kesal, pria itu mendongak dengan tatapan kaku sebelum beranjak.

“Liat aja sendiri!”

“Ish gimana sih?!”

“Ya sana lihat sendiri!”

“Lo aja!” Tanpa sengaja, Yuna mendorong tubuh Sadam. Tersungkur lebih jauh dari tempat mereka berdua berdiri sebelumnya. Khalil yang terkejut mulai mendekati Yuna, gadis dengan tangan yang menutup mulutnya.

“Lo nih kenapa sih?!” Decak Khalil sebal.

“Tolongin gue!” Seruan Sadam membuat semuanya mendekat, tatapan kejut sekaligus kebingungan. Bertepatan dengan suara yang menggema di pulau ini.

“Udah jelas ini game, orang gila mana yang bikin permainan tolol ini!”

Tidak mungkin gema konsisten ini terdengar sampai pulau yang jauh dari gedung. Bisa saja Khalil tolerir kalau cuman didalam gedung, tapi jika di atas gunung? Orang niat mana yang meletakkan speaker disini?

“Khal, gimana nih?” Lirih Yuna.

“Woi bantuin Sadam!” Seru Agil.

Yuna menarik tubuh Khalil yang hendak beranjak. Namun sudah lebih dulu dia tangkis untuk menarik lengan Sadam yang terulur.

Yuna tersungkur lemah, menatap kedua pria yang didepannya dengan napas tak beraturan.

“Ini nggak beres, kita harus balik, Dion” teriak Yuna.

Deg… deg… deg…

“Lo nggak papa?”

Sadam mengangguk hebat, memukul lengan Yuna sebelum kembali menatap ke arah Khalil, “jangan dorong dorong kenapa sih, Yun!”

“Ya gue nggak sengaja, gue refleks” ucapnya bersama getar di tangannya. Khalil tahu bahwa Yuna juga sedang ketakutan. Tapi untung saja mereka tidak melewati gadis samar itu.

“Untung aja Khalil narik gue, bisa mati gue anjirlah”

Khalil mendongak, menatap Dion yang lagi dan lagi terdiam, “kita balik aja”

“Nggak ada jalan keluar dan gue nggak mau kejadian kayak ini ke ulang lagi, Intan juga udah kesakitan, kita balik ke penginapan” kali ini Dion memandu jalan, entahlah. Mungkin hanya ini satu-satunya cara, bahkan ketika matahari sudah mulai tenggelam.

Khalil menghela napas resah, “gue terakhir, kalian duluan”

Pada perjalanan menuju malam, untung saja tidak ada hal yang lebih buruk dari kaki Intan yang terkilir atau Sadam yang hampir mati. Mereka menuruni gunung dengan damai.

“Kalian aman?”

Semuanya mengangguk tepat didepan gedung penginapan, menatap Dion yang memastikan semua teman-temannya lengkap. Bersama Khalil yang baru saja membantu Intan turun dari pundak Agil.

“Lo nggak papa?”

Intan mengangguk dengan senyum tipis, “makasih, Khal”

“Makasih sama Agil”

Intan hanya diam saat Agil tersenyum ke arahnya. Bukannya berterima kasih, gadis itu justru mengalihkan pandangannya. Dia hanya tidak enak karena sudah merepotkan pria itu. Ditambah dia malah membuat perjalanan teman-temannya dua kali lebih berat.

“Ayo masuk dan bersih-bersih”

Pada aula retret, semua orang sisa bersama ketakutan mereka mulai beranjak. Mendapati semua teman yang baru turun gunung memasuki aula.

“Gimana? Udah dapet bantuan?” Hagian yang berdiri di ujung aula mengintrupsi.

Dion menggeleng.

“Lo tuh gimana sih?! Nggak pecus jadi ketua kelas!” Pekik Hagian yang mulai tersulut emosi. Manik merah terlihat seperti kedua bola mata Hagian akan keluar.

“Lo bisa nggak usah teriak?” Khalil dengan tenang menghadang tubuh Hagian yang berada didepan Dion, “lo pikir gampang ya naik gunung terus cari bantuan?”

“Terus apa yang kalian lakuin? Pacaran?” Hagian melirik pada Agil yang menopang Intan, merangkul gadis itu karena masih kesulitan berjalan, “atau dateng tanpa kabar kayak gini, lo pikir kita nggak nungguin dari tadi?!”

Khalil menghela napas setelah Hagian mendorong tubuhnya sampai menabrak tubuh Dion.

“Lakukan sendiri” decak Khalil sebal. Dia dan teman-teman yang naik gunung sudah lelah dan tidak lagi sanggup menghadapi emosi Hagian. Lagian dia juga tidak akan paham jika tidak melakukannya sendiri.

“Dimana tanggung jawab kalian? Lo juga ketua kelas?!”

“Diem bisa nggak sih, Hagian!” Khalil kali ini berteriak. Membuat semua orang terkejut dengan ketakutan di wajah mereka, “tidak ada yang bisa di mintai bantuan, tidak ada orang, dan kalau ada harimau, dia yang akan memakan kita duluan”

“Terus maksud lo, kita terjebak?”

"Kayaknya”

Hagian mendengus, “pipi lo berdarah”

Khalil terdiam sambil menatap pantulan wajahnya di ponsel. Sementara semuanya sedang ada dalam kebingungan, Arsya mendekati Khalil dan Dion.

“Kalian tidak apa-apa?”

Khalil dan semuanya menggeleng, “Intan cuman terkilir”

“Lo ke UKS aja, Tan. Biar gue minta tolong sama yang lain ceritain kejadian apa aja yang kalian notice pas naik sampai turun”

Disela Dion menceritakan semuanya, Intan di bantu Agil menuju UKS. Sementara Khalil sudah merebahkan diri ke tempat asal-asalan.

“Kalau aja ini nyata, kita nggak akan pernah tahu bakal balik kapan guys”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!