Naura Anjani, seorang gadis desa yang menikah dengan pria asal kota. Namun sayang, gadis itu tidak di sukai oleh keluarga suaminya karena dianggap kampungan dan tidak setara dengan menantu lain yang memiliki gelar pendidikan tinggi dan pekerjaan yang memadai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Lima menit setelah suara alarm dimatikan, disusul suara adzan subuh yang berkumandang.
Naura membuka matanya dan bangkit dari tempat tidur.
Ia menoleh ke arah samping di mana Azriel masih tertidur meski suara adzan subuh saling bersahutan.
Menyibak selimut dan ia beranjak turun dari ranjang.
Sebelum pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, ia membangunkan suaminya terlebih dulu.
"Mas, bangun..." Ia mengguncang tubuh suaminya pelan. "Sudah adzan subuh, Mas. Ayo, shalat dulu."
Azriel menggeliat pelan sementara Naura beranjak dari tepi ranjang menuju kamar mandi setelah memastikan suaminya sudah terbangun.
"Sudah adzan?" Azriel bangkit dari tidurnya dan bersandar.
"Aku ambil wudhu dulu. Jangan tidur lagi, Mas," pesan Naura sebelum ia memasuki kamar mandi.
Seperti itulah rutinitas Naura setiap hari. Bangun saat adzan subuh dan membangunkan suaminya untuk shalat berjamaah.
Setelah selesai melaksanakan shalat berjamaah, Naura mencium punggung tangan suaminya dengan takzim.
"Aku mau siap-siap dulu ya, Sayang." Azriel memeluk istrinya sejenak sebelum memasuki kamar mandi.
"Iya, Mas. Aku siapkan bajunya nanti," setelah suaminya mengurai pelukan, Naura merapikan bekas mereka shalat dan menyimpannya di tempat biasa.
Merapikan kamar sebentar lalu membuka lemari dan mengeluarkan satu stel pakaian yang akan dipakai suaminya hari ini.
Setelah memastikan kamar dalam keadaan rapi dan sebuah yang dibutuhkan suaminya sudah tersedia, ia lanjut ke luar kamar.
Mematikan semua lampu yang masih menyala demi menghindari omelan mertuanya karena di anggap menantu boros.
**
**
Setibanya di dapur, Naura terdiam sejenak di hadapan lemari pendingin, menatap berbagai bahan masakan yang tersedia di sana.
Ia merasa bosan setiap hari sarapan nasi goreng yang merupakan menu favorit ibu mertuanya.
Jadi, pagi ini ia akan memasak menu yang berbeda. Meski begitu, ia tetap akan memasak nasi goreng juga untuk jaga-jaga.
"Kangen masakan Ibu," gumamnya sendu.
Karena berasal dari desa, lidahnya sudah terbiasa dengan makanan sederhana meskipun yang di masak hanya itu-itu saja.
Biarlah ibu mertuanya mengejeknya nanti karena selera makannya yang kampungan.
Ia tak peduli karena memang seperti itulah dirinya dan tak ingin menjadi orang lain hanya untuk disukai.
Setelah menyiapkan semua bahan masakan yang dibutuhkan, Naura segera mulai memasak.
Hari ini ia akan memasak sambal ikan teri dan gulai daun singkong.
Setelah cukup lama berkutat di dapur, akhirnya semua olahan Naura sudah siap di sajikan.
Hingga tak berselang lama, sepasang tangan melingkar di perut wanita itu di susul dengan aroma parfum yang tak asing.
"Sayang, sudah selesai masaknya? Aku lapar, nih," bisik Azriel lembut tepat di telinga sang istri.
"Duduk dulu, Mas," Naura menoleh sekilas. "Aku buatkan kopi dulu. Hari ini aku masak enak,"
"Pantas baunya tercium sampai kamar. Kamu masak apa, Sayang?" tanyanya seraya menarik salah satu kursi.
Naura meletakkan sambal ikan teri dan gulai daun singkong yang dimasaknya ke atas meja.
Melihat itu Azriel tampak senang dan tak kalah semangat makan dari memasak.
"Aku ambilkan nasinya, Mas," Naura meraih piring dan mengisinya dengan nasi hangat berserta lauk yang tersedia.
"Wah! Ini sih lebih dari enak, Sayang!" puji lelaki itu.
Ia menambah lagi porsi makannya sampai terlihat menumpuk bak sebuah gunung.
Hingga tak lama berselang, ratu di rumah itu datang memasuki dapur.
Wanita setengah baya itu mengendus, dan menatap tidak suka.
"Bau apa, ini?" tegur Mama Sovi sembari mengapit ujung hidung dengan kedua jarinya. "Sepertinya bau ikan asin! Kamu masak apa, Naura?!"
"Ada sambal ikan teri dan gulai daun singkong, Ma," jawabnya antusias yang membuat Mama Sovi seketika terbelalak.
Tatapan wanita itu seolah hendak mengutuknya menjadi sebuah batu.
Sejak awal ibu mertuanya mengatakan secara terang-terangan bahwa ia tidak menyukai masakan kampung.
"Mama itu alergi dengan bau ikan asin! Seumur-umur Mama tidak pernah memasak ikan asin di rumah ini," cecar Mama Sovi penuh amarah. Namun, Naura justru bersikap acuh.
Telinga seolah sudah kebal dengan ocehan tak masuk akal ibu mertuanya itu.
"Kalau Mama tidak suka dengan masakan kampung, aku sudah buatkan Mama nasi goreng seperti biasa." Naura menyodorkan sepiring nasi goreng yang dibuatnya untuk berjaga-jaga. "Jadi, Mama tidak perlu makan makananku. Aku juga memasak ini untuk aku sendiri dan Mas Azriel. Lihat, saja! Mas Azriel makannya sampai lahap sekali!"
Melihat Azriel yang anteng menikmati makanannya, membuat tatapan Mama Sovi semakin berkilat marah.
"Azriel, sejak kapan kamu suka makanan seperti itu?! Apa enaknya sih, rasanya hanya asin, saja!" cibir wanita itu.
Namun sebuah respon tak terduga ditunjukkan Azriel. Pria itu justru melambaikan tangannya dan mengajak sang mama untuk duduk dan makan bersama.
"Mama sebaiknya coba dulu masakannya. Jangan salah, biarpun ini masakan kampung, tapi rasanya sangat enak! Mama coba dulu, deh. Sini duduk, Ma," Azriel bahkan sampai menarik kursi di sebelahnya.
Meski ragu, Mama Sovi menjatuhkan tubuhnya di kursi tepat di samping putranya.
Azriel yang melihat itu mengambil piring baru dan mengisinya dengan masakan sang istri.
Menyodorkan pada sang mama, menggeser ke samping nasi goreng yang sudah tersedia tadi.
Mama Sovi tidak langsung mencobanya. Melainkan menatap dengan tatapan mencibir.
Sementara Naura hanya tersenyum, ia duduk dan ikut bergabung untuk sarapan bersama.
Mama Sovi mencoba dengan ogah-ogahan. Dan Naura tidak masalah dengan hal itu karena masih ada cadangan nasi goreng.
Saat suapaan pertama, Mama Sovi seketika terdiam. Hingga tanpa sadar wanita itu begitu lahap menyantap makanannya.
Naura menahan senyum saat menyadari kalau ibu mertuanya menyukai masakannya.
"Bagaimana, Ma? Enak?" goda Naura.
"Enak, kan, Ma? Apa aku bilang!" goda Azriel tak mau kalah.
"Tidak, enak apanya," balasnya sinis. Namun, masih menyuapkan makanan ke dalam mulut. "Biasa saja! Mama makan ini sampai habis, hanya karena Mama menghargai usaha Naura. Agar usahanya untuk bangun pagi dan buat sarapan tidak sia-sia!" kilah wanita itu.
Naura dan Azriel saling lirik satu sama lain. Keduanya mengatupkan bibir demi menahan tawa.
Mereka tahu kalau Mama Sovi hanya gengsi untuk mengaku.
************
************