Lionel Danny, adalah pria berpengaruh yang kejam. Karena dendam ia terpaksa menikahi putri musuhnya sendiri.
Namun, tepat setelah pernikahan selesai dilangsungkan, ia justru menghabisi seluruh keluarga istrinya, Maura.
Karena benci dan dendamnya akhirnya Maura sengaja mendekati pria kaya raya bernama Liam. Siapa sangka jika Liam benar-benar jatuh hati kepada Maura.
Mungkinkah Danny luluh hatinya dan berusaha merebut kembali miliknya?
Bagaimana jadinya jika ternyata Liam justru pria yang lebih kejam dari Danny?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Denganku atau Mati?
Hari ini Maura benar-benar kacau. Hidupnya hancur. Siapakah yang patut dipersalahkan? Nyatanya Liam terbukti lebih kejam. Pria itu bahkan tega memberikan racun demi bisa mendapatkan Maura.
Maura sedang duduk bersandar di pembaringan rumah sakit seraya meremas perutnya sendiri. Sesekali ia mengeram, sesekali juga ia memeluk perutnya sendiri yang dirasa sakit.
"Aaaaaaaarghhh, sakit. Ibu, Ayah ... aku mau mati saja," keluhnya merasa kesakitan.
Julio yang sedari tadi berdiri dan mondar-mandir di ambang pintu semakin gelisah.
"Sabar ya, Nyonya. Tuan Danny segera kembali," bujuknya, tetapi teta di ambang pintu.
Perintah Danny, bukan hal yang harus ia abaikan. Begitu Danny mengatakan jangan masuk, tunggu di pintu saja! Maka pria bertubuh kekar itupun tak akan berani melanggar.
Maura tidak mendengar, ia terus meronta sambil memegangi perutnya sendiri.
Membuat Julio berlari mencari dokter untuk meringankan beban pesakitan yang diderita Maura.
Di saat Julio pergi mencari bantuan, Liam langsung menerobos masuk, ia bahkan sengaja mengunci pintu dari dalam.
Maura terperanjat, matanya yang masih basah itu terbelalak.
"Mau apalagi, Kamu. Aku membencimu, Liam!" teriak Maura sambil memeluk perutnya sendiri.
Sorot mata William berubah sendu. Ia melangkah perlahan.
"Aku terpaksa melakukannya, aku tidak bisa menerima kenyataan kalau kamu ternyata istri musuhku. Aku tidak bisa, Maura. Kenapa harus dia yang memiliki kamu?" Liam terus mendekati Maura.
Sedangkan wanita itu, menahan sakitnya, lalu mencabut jarum infus yang masih menancap di punggung telapak tangannya.
Liam tercekat. "Apa yang kamu lakukan, Maura. Kau ingin mati?"
Dia berhambur mendekat. Tetapi Maura segera turun dari ranjang dengan arah berlawanan. Mata Maura mengedar ke sekitar. Seluruh tubuhnya gemetar, berusaha menemukan apapun yang bisa digunakan untuk membela diri.
Ia mundur sembari menelusuri setiap jengkal ruangan.
"Pergi, jangan ganggu aku, Liam. Aku tidak sungguh-sungguh denganmu. Hubungan kita ini hanya sebatas teman." Maura meraih pisau yang masih tertancap di keranjang buah.
Liam terus menatapnya. Ia menggeleng sambil memasang ekspresi kecewa.
"Kamu jahat, Liam. Padahal aku sudah percaya penuh sama kamu!" teriak Maura hingga suaranya serak.
Liam berjalan menunduk. "Maaf, Maura. Itu perintah ayahku. Tapi aku janji akan membunuhnya jika kamu bersedia menurut kepadaku."
Mata Maura melebar. Ia bisa menangkap kemarahan di sorot mata pria di hadapannya itu.
"Aku menyesal mengenalmu." Maura memejamkan matanya, kemudian menangis tersedu-sedu.
Liam berlari cepat lalu mendekap Maura dari belakang setelah mendengar suara seseorang terus mengetuk pintu kamar yang masih terkunci.
"Hei, siapa di dalam. Maura, katakan padaku. Apakah kamu baik-baik saja?" Suara Danny mengejutkan keduanya.
Tangan kekar Liam langsung mengungkung tubuh kecil yang bahkan sedang menahan rasa sakit yang terus bergulir di perutnya itu.
"Liam, perutku sakit," rintih Maura. Tubuhnya semakin melemah.
Tetapi, Liam justru menganggap semua itu hanya permainan wanita itu semata.
"Maura," panggil Danny sambil terus mengetuk.
Karena tak ada respon, akhirnya ia menendang daun pintu bercat putih itu hingga roboh di lantai.
Lelaki itu menghentak keras, hingga Maura tersentak. Sesaat setelah pintu roboh dan mendapati Liam mengungkung tubuhnya.
"Perutku sakit, Danny. Tolong aku," rengek Maura dengan pelupuk mata yang dipenuhi embun yang nyaris meleleh.
"Kau dengar, Liam. Dia kesakitan. Bukankah kau menginginkannya? Maka biarkan dokter menangani ini semua." Danny berbicara sembari melangkah pelan.
Mata Liam terus memperhatikan pergerakan Danny. Lalu ia tertawa sinis.
"Aku tahu apa yang ada di otakmu, Danny. Kau mau curang?" Liam langsung mencekik leher Maura dengan posisi tubuh perempuan cantik itu berada di depannya dan menghadap ke arah depan.
Maura kesulitan bernapas.
"Tolong," ucapnya terbata, sementara sebelah tangannya terus memukul telapak tangan Liam yang semakin erat mencengkeram lehernya.
Maura mengangkat wajahnya, menatap pria yang tega mencekiknya dalam jarak dekat sambil terengah-engah.
Pria itu tersenyum getir menatapnya. "Buang bayi ini, Maura. Hiduplah bersamaku dan kamu akan selamat. Kamu mau balas dendam 'kan?"
Maura menggeleng tanpa bisa bicara. Semakin lama, kekuatannya pun semakin melemah.
Danny tak kuasa melihat penderitaan istrinya. Ia nekad mendekati tetapi Liam langsung menyeret Maura mundur.
Tubuh mungil itupun pasrah tanpa perlawanan. Kakinya bergerak lemas menyapu lantai.
Julio geram. Pria bertubuh tegap itu langsung pergi ke luar, membuat Danny sedikit kesal. Bagaimana tidak, dalam situasi segenting itu seharusnya Julio bisa diandalkan. Tetapi kenyataannya berbeda.
Julio pergi, entah ke mana.
Danny berdiri dengan rahang mengeras. Kedua tangannya mengepal kuat. Begitupun dengan wajahnya yang berubah merah padam.
Liam terkekeh melihatnya. "Bagaimana rasanya, Danny? Bagaimana rasanya dipermainkan? Kau pernah akan membunuhku. Dan kali ini aku tidak akan membiarkan itu."
Danny tak peduli, ia terus melangkah. Meski sebenarnya di luar sana banyak orang datang mengintip. Mungkin beberapa di antara mereka sudah melaporkan pada tugas keamanan atau bahkan polisi. Entah.
Sesaat. Terlintas di kepala Maura hanya tentang mati. Entah dengan cara apa, di sini.
Lalu ia membuka kelopak matanya yang terasa berat sejenak. Hanya sebentar, lalu terpejam lagi. Gerakannya sangat pelan. Lalu ia menikam bagian perut Liam dengan pisau di yang sebelumnya sempat ia raih dari keranjang buah.
"Arrrrrgggh." Pria itu mengerang kesakitan.
Perlahan cengkeraman di leher Maura terurai. Setelah itu, wanita itu jatuh lemas di lantai. Disusul oleh suara dentuman tubuh Liam yang ambruk di sebelahnya.
Mengetahui itu. Danny langsung menindih Liam. Bogem mentahpun langsung menghantam sebelah rahangnya.
Bugh! Bugh! Bugh!
Danny terus menghantam pipi itu tanpa henti hingga mengeluarkan cairan merah kental berbau anyir.
Dan siapa sangka jika Julio justru muncul dari balik jendela. Ternyata, pria itu sedang mencari celah masuk dari arah lain.
"Tuan, Danny. Lepaskan dia, Nyonya membutuhkan Anda!" Julio langsung menghalau.
Saat itu mata Liam masih terbuka, ia melihat sekilas bagian belakang tubuh Maura.
Ada cairan kental merah menghiasi rok perempuan itu. Lalu Liam tersenyum sesaat. Setelah ia memejamkan mata, dan tidak pernah terbuka lagi.
Napas Danny masih terengah. Ia melihat Maura tak bergerak dengan tangan berlumur darah. Tatapan mata Danny terfokus pada bagian rok Maura.
"Julio," bisiknya sambil menatap.
Lutut Danny seperti melemah. Dia berdiri perlahan, dan di pertengahan langkahnya, dia berhenti. Oh, shit ... ia menyadari Liam mengarahkan pistol glock ke arah Maura.
Danny sedikit menggigil, hanya saja ia menutupinya dengan rahang mengeras dan kepalan tangan yang kemudian ia ayunkan cepat ke arah pria itu.
Liam tak bangun lagi. Begitu juga dengan Maura. Membuat Danny mulai mempersiapkan diri atas tragedi apa yang akan terjadi sebentar lagi.
Setelah Liam terbaring dalam kondisi mengenaskan. Beberapa petugas keamanan akhirnya menerobos masuk.
update lebih bnyk lgi sehari 2-3 bab hehe...