Masa remaja, masa yang penuh akan rasa penasaran, rasa ingin mencoba dan juga rasa yang sulit dimengerti bernama Cinta.
Ini adalah kisah Cinta enam orang remaja SMA, dengan segala problematika mereka yang beragam rasanya.
Pahit, asam dan manis seperti rasa Jeruk, Blueberry dan juga Cherry.
Yuk ikuti keseruan cerita mereka di sini. 🐢
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Writle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hipotesa
...🫐🫐🫐...
Jum’at pagi hari Ara telah sampai di kelas X MIPA 2, kebetulan hari ini jadwal piketnya. Ara dikejutkan dengan keberadaan Ari di dalam kelas.
“Pagi banget kamu datangnya Ri.” Ara menatap Ari yang tengah sibuk sendiri.
Ari segera menyembunyikan lap dan cairan pembersih di belakang tubuhnya “Eh Ara.” Responsnya cengengesan.
“Ngapain kamu di bangku Yuri?” Ara memicingkan matanya mencoba melihat apa yang laki-laki itu sembunyikan di belakang tubuhnya.
Ari berjalan menyamping bak kepiting, “Bukan apa-apa.” Katanya. Kemudian ia keluar kelas dengan tergesa-gesa, masih dengan menyembunyikan benda di belakang tubuhnya.
“Dia kenapa.” Gumam Ara. Ia kemudian mendekati bangku dirinya dan juga Yuri. Selain mencium bau cairan pembersih, Ara juga masih dapat melihat beberapa coretan di atas bangku sahabatnya itu.
Ara menghela nafas lelah, jujur ia marah, ia tahu mengenai gosip yang tersebar tentang sahabatnya, ia tahu tapi tidak bisa berbuat apa-apa, selain selalu ada di samping Yuri dan menemaninya.
Ia mengeluarkan minyak angin yang biasa ia bawa kemana-mana, dibalurkannya minyak angin itu ke meja, lalu ia seka dengan sapu tangan. Dan berhasil, coretan itu memudar.
Tak lama berselang Ari masuk lagi ke dalam kelas dengan canggung, di sana masih ada Ara yang kini tengah menyapu lantai. Gadis itu tampak menoleh sebentar ke arah Ari lalu melanjutkan kegiatannya lagi.
Ari segera duduk di bangkunya sendiri, berpura-pura membaca buku materi, sambil curi-curi pandang ke bangku Yuri, karena merasa coretan di sana belum ia bersihkan dengan maksimal tadi.
“Thank’s ya Ri.” Ari terlonjak kaget karena Ara tiba-tiba ada di sampingnya.
Ari kembali berpura-pura membaca, “Thank’s buat apa?” Balas Ari tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya.
“Makasih kamu udah hapus coretan di bangku Yuri.” Gadis itu tersenyum melihat reaksi Ari yang tampak gelagapan.
“Ketahuan ya.” Katanya sambil menggaruk kepala.
Ara tertawa, ‘Orang kalau sudah jatuh cinta jadi bodoh ya.’ Batinnya bicara.
“Ketahuan banget kali.” Kata Ara menggelengkan kepala.
Ari cuma terkekeh canggung, “Jangan bilang Yuri ya.” Katanya kemudian.
“Nggak lah, yakali.” Jawab Ara.
Ara duduk di bangku sebelah Ari menatap laki-laki itu lamat-lamat.
“Jangan lama-lama natap guenya Ra, nanti jatuh cinta.” Kata Ari yang sadar akan tatapan Ara.
Ara mendengus pelan, “Aku cuma mau bilang sesuatu sama kamu.” kata Ara akhirnya
“Ya ngomong aja.”
“Ini soal Yuri.” Ara menggantungkan kalimatnya untuk melihat reaksi Ari terlebih dahulu
Ari menutup bukunya lalu tubuhnya menghadap Ara, “Kenapa dia?” Tanyanya.
“Kalian berantem?” Tanya Ara, menatap manik kebiruan milik lelaki di depannya.
Ari tersenyum kecut, “Nggak.” Jawabnya singkat.
“Dia cuma minta gue buat jauhin dia, katanya gue ganggu.” Lanjut laki-laki itu.
Ara sedikit terkejut mendengar pengakuan Ari, lalu otaknya mengambil kesimpulan sendiri.
“Aku yakin maksud Yuri bukan gitu.” Kata Ara pelan
“Gue juga nangkepnya mungkin dia nggak mau bikin gue ikut kebawa-bawa gosipnya.” Jawab Ari jujur.
Ara kembali terkejut, pasalnya kesimpulan di otaknya seolah berhasil ditebak oleh Ari.
“Jadi gimana?” Tanya Ara kemudian
Ari mengangkat sebelah alisnya, “Gimana apanya?”
“Ya gimana, kamu marah?”
Ari tersenyum lagi, kali ini senyumnya lebih lembut dari sebelumnya, “Mana bisa sih gue marah sama dia Ra.” Jawabnya terang-terangan.
Ara ikut tersenyum juga mendengar pengakuan ketua kelasnya itu, “Semangat ya Ri.” Katanya sambil menyodorkan kepalan tangan, Ari tersenyum lalu balas mempertemukan kepalan tangan mereka, “Thank’s” Katanya.
“Kalo lo gimana?” Tanya Ari pada Ara yang sudah kembali melanjutkan piketnya.
Ara yang tengah menghapus papan tulis itu menoleh sebentar lalu berkata, “Gimana apanya?”
Ari tertawa kecil sebelum menjawab gadis itu, “Ya gimana sama Irsyamnya.”
Ara mendelik tajam, “Jangan pura-pura nggak tahu deh.” Katanya.
Ari tertawa lepas, “Heran deh gue sama kalian.” Katanya.
“Heran kenapa?” Bingung Ara
‘Ya sama-sama suka bukannya jadian aja malah bikin kesepakatan aneh’ kata sudut hatinya jujur, tapi mana mungkin Ari katakan, ia masih setia kawan pada Irsyam.
“Ya nggak apa-apa heran aja.” Kilah Ari pada akhirnya.
Ara tidak menanggapi laki-laki itu lagi, ia kembali menyelesaikan piketnya. Saat kembali ke tempat duduknya untuk mengistirahatkan diri, Ara melihat senyuman geli di wajah Ari.
“Kenapa?” Tanya Ara.
“Kayaknya gue tahu deh nama hubungan kalian.” Katanya tiba-tiba.
“Apa?” Ara penasaran
“FWC” jawab Ari kemudian.
Ara mengerutkan keningnya, “Aku tahunya FWB.” Kata Ara jujur.
“Ih beda, itu kan Friends With Benefit.”
“Kalau FWC?”
“Friends With Ciuman.” Ari tertawa terbahak setelah mengatakan hal itu, sedangkan wajah Ara memerah menahan malu, tapi kemudian ia juga ikut tertawa kecil, bukan karena singkatan yang dibuat Ari, tapi karena suara tawa Ari yang terdengar konyol.
... 🫐🫐🫐...
Siswa-Siswi kelas X MIPA 2 mulai berdatangan satu persatu, begitu juga dengan Yuri.
“Yuki chan, pantas saja watashi nggak liat Yuki chan di bus tadi, sudah sampai sekolah ternyata.” Gerutu Yuri saat ia baru saja duduk di bangkunya.
“Tadi aku harus datang pagi karena piket, maaf ya aku lupa ngabarin.” Jujur Ara.
“Iya, daijoubu (tidak apa-apa).” Balas gadis itu.
Ari mendengarkan interaksi itu, sedikit lega karena Ara benar-benar tidak membocorkan obrolan tadi pagi pada Yuri.
Ari mengalihkan pandangannya, ia melihat Layla yang baru datang, ia segera berdiri menghampiri gadis itu, tak lupa ia membawa Album dari boygroup asal korea selatan yang ia janjikan.
#(Yuri’s_Point_of_View)
Aku melihat Ari menghampiri Layla. Gadis itu tampak sumringah ketika ari mengajaknya bicara. Ia tersenyum lebar dengan mata berbinar.
Ari tampak menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya, apa mungkin itu hadiah untuk Layla? Sudahlah, tidak sepantasnya aku penasaran dengan urusan mereka.
Tapi lihatlah Layla tampak mengerucutkan bibirnya lucu, Ari tampak menenangkan gadis itu, sekarang Ari memegang pergelangan tangan Layla. Oh? Mereka keluar bersama-sama.
Interaksi mereka sangat lucu, tapi sedikit melukaiku. Aku tahu aku yang menyuruh Ari menjauh pergi, tapi tak bisa kubohongi hatiku menginginkan Ari, melihatnya sedekat itu dengan Layla, rasanya aku sedikit tidak rela, egois ya?
Oh, mereka berdua masuk kelas lagi. Layla tersenyum lebar dengan kotak di tangannya, sedangkan Ari tampak lega. Apa mereka baru jadian ya? Dan kotak itu hadiah yang dipakai Ari untuk menembak Layla?
Dilihat-lihat mereka berdua cocok juga. Ari adalah ketua kelas dan Layla adalah wakilnya. Mereka berdua sama-sama aktif ekstrakurikuler dan sama-sama punya banyak teman.
Layla cantik dan dia baik, buktinya dia mau meminjamkan seragamnya untukku hari itu. Layla juga berasal dari keluarga yang harmonis, jika dibandingkan denganku jelas aku bukanlah apa-apa.
“Yuri chan”
‘Dia menang di segala aspek.’
“Yuri chan!”
‘Jelas dia lebih pantas bersama Ari’
“Yuvarani Jessany!” Ara menepuk lenganku agak keras.
“Aw, Yuki chan kenapa watashi dipukul.” Aku mengaduh memegangi lenganku.
“Sudah ada Guru, jangan bengong terus begitu.”
Aku terkekeh pelan, tanpa sadar pikiranku kesana kemari, aku menghirup napasku dalam-dalam lalu kuhembuskan pelan, kualihkan fokusku untuk memperhatikan pelajaran.
... 🫐🫐🫐...
#(Author’s_Point_of_View)
Bel pulang sekolah telah berbunyi lima menit yang lalu, setelah memastikan seluruh teman sekelasnya telah pulang semua, Ari segera mengunci kelasnya dan menyimpan kuncinya di ruang guru.
Setelah melepas gembok sepedanya Ari segera memacu kendaraan beroda dua itu.
“Lo tunggu deh, liat sugar daddynya bentar lagi datang.” Namun bisik-bisik dua siswi di depan gerbang itu membuat Ari berhenti.
Ia melihat ke seberang sana, di mana Yuri tengah duduk di halte menunggu jemputannya. Tak lama muncullah mobil Tesla merah yang berhenti di depan gadis itu. Yuri tampak berdiri menyambut orang yang keluar dari kursi pengemudi.
Orang yang menghampiri Yuri itu tampak masih muda umurnya masih 25 tahunan sepertinya. Pakaiannya pun bukan jas berdasi tapi pakaian casual yang modis, cocok untuk sehari-hari. Laki-laki itu tampak mengelus rambut Yuri, tapi raut gadis itu datar tanpa ekspresi.
Mereka kemudian masuk kembali ke dalam mobil, Pria itu tidak repot-repot membukakan pintu mobilnya untuk Yuri, malah Yuri yang bukakan untuk dia.
“Tuh kan gue bilang apa, nggak mungkin itu papanya, orang kelihatan masih muda.” Kata Fita, gadis yang bergosip di gerbang itu.
“Iya woi bener, informan lo keren.” Jawab Nurul.
“Informan lo siapa?” Tanya Ari turun dari sepedanya.
Fita yang panik karena melihat Ari yang tiba-tiba ada di belakang mereka segera menarik Nurul pergi, hendak menghindari pertanyaan Ari.
“Fita Veronica Paradita.” Panggil Ari kemudian. Membuat kedua gadis itu berhenti.
“Jawab atau orang-orang bakal tahu kalau anaknya Mita Paradita, calon anggota legislat*f itu ternyata seorang pengguna narkoba.” Ancam Ari pelan.
“Tutup mulut lo Anj*ng!” Fita mulai tersulut amarahnya.
“Apa mau lo? Apa yang lo minta dari gue?” Katanya marah.
Ari tersenyum miring, ia menang. “Siapa informan lo?” Tanya Ari lagi.
“Legi, gue tahu dari legi.” Akunya kemudian.
Nurul yang di sebelahnya pun ikut kaget, sejak kapan sahabatnya ini dekat dengan geng berandalan itu.
“Gue mohon tutup mulut lo, jangan sampai Legi tahu juga.” Tambah Fita.
“Oke.” Balas Ari kemudian.
Kedua gadis itu segera pergi meninggalkan Ari. Di satu sisi Ari semakin yakin ia harus melakukan sesuatu terhadap Legi. Di sisi lain ia mulai terhasut gosip yang bertebaran, ia mulai meragukan kepercayaannya sendiri setelah melihat orang yang menjemput Yuri.
...☆🍊🫐🍒☆...