Tak ingin lagi diremehkan oleh teman-temannya, seorang bocah berusia enam tahun nekad mencari 'Ayah Darurat' sempurna; tampan, cerdas, dan penyayang.
Ia menargetkan pria dewasa yang memenuhi kriteria untuk menjadi ayah daruratnya. Menggunakan kecerdasan serta keluguannya untuk memanipulisi sang pria.
Misi pun berjalan lancar. Sang bocah merasa bangga, tetapi ia ternyata tidak siap dengan perasaan yang tumbuh di hatinya. Terlebih setelah tabir di masa lalu yang terbuka dan membawa luka. Keduanya harus menghadapi kenyataan pahit.
Bagaimana kisah mereka? Akankah kebahagiaan dan cinta bisa datang dari tempat yang tidak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emergancy Daddy 26.
Kini Anggita sudah mulai tenang. Nathan membawa wanita itu untuk duduk di sofa.
Sesaat hanya ada hening di antara keduanya. Nathan belum berniat membuka suara, ia memberi waktu agar Anggita bisa menata perasaan. Meski dalam benak Nathan begitu banyak pertanyaan.
"Apa aku boleh bertanya?" Nathan ternyata tidak cukup kuat untuk lebih lama lagi menahan diri akan keingintahuannya, tapi cukup bisa diberi pujian atas sikapnya yang ternyata memilih meminta izin terlebih dahulu sebelum mengajukan pertanyaan.
Wajah cantik itu masih sembab, ia paksakan untuk melihat Nathan yang duduk tepat di hadapannya. Anggita pun mengangguk.
"Mereka orang-orangnya ayah Elvano?" tanya Nathan dan tak perlu menunggu lama, ia kembali mendapatkan anggukan dari Anggita. "Kenapa mereka mengejarmu? Kau dan ayahnya Elvano sedang memperebutkan hak asuh anak? Dan kenapa kau sangat ketakutan seperti ini? Apa sebelumnya mereka pernah menyakitimu?"
Pertanyaan beruntun itu berhasil meluncur cepat dari mulut Nathan yang sudah sangat penasaran. Sedangkan Anggita saat ini terdiam, ia mulai merasa kesulitan untuk menjawab semua pertanyaan Nathan.
Nathan menarik napas panjang, menyadari jika dirinya saat ini terlihat cukup menggebu, ia pun mengubah posisi duduknya dari yang tadinya bersandar berusaha santai kini sudah menatap serius pada Anggita dengan kedua siku yang bertumpu di atas kedua pahanya.
"Anggita," panggil Nathan agar Anggita menatapnya. Kali ini wajah pria itu berubah. Anggita bisa melihatnya, tidak ada raut bercanda di sana, Nathan terlihat sangat serius. "Aku adalah pria yang suka bermain-main. Tapi aku tidak akan pernah dibiarkan untuk bermain-main. Dan untuk sekarang, aku sedang tidak ingin bermain-main. Aku ingin mengetahui semuanya. Aku ingin tahu semua tentangmu."
Semua tentangmu?
Dua kata yang berhasil membuat Anggita termangu. Ia terkunci oleh lekatnya tatapan Nathan. Terperangkap dalam pada nada suara yang sarat akan permohonan. Entah dirinya kah yang sudah mulai gila, tapi Anggita merasa kini ia bisa melihat sebuah uluran tangan yang ingin meraihnya.
Namun ilusi itu nampak tak cukup kuat, buktinya kini Anggita menunduk, menyingkirkan getir yang tiba-tiba saja hatinya rasakan.
"Ivan adalah ayah kandung Elvano. Dia sama sekali tidak menginginkan adanya kehadiran El." Anggita menggigit bibir, air mata wanita itu kembali menetes setiap kali mengingat malaikat kecilnya. Bocah kecil itu lah yang selama ini memberikan Anggita kekuatan untuk bisa bertahan.
"Brengsek sekali mantan suamimu!" umpat Nathan tak tertahan lagi untuk Ivan. Nathan begitu terkejut mendengar pemaparan Anggita.
Ada gitu, seorang ayah yang tak menginginkan anaknya sendiri?
"Ivan bukan suamiku!" sangkal Anggita cepat atas ucapan Nathan. "Kami hanya pernah menjadi sepasang kekasih. Dan semuanya sudah lama berakhir," jelas Anggita tanpa keraguan dan ia tak malu untuk mengatakan hal yang mungkin saja bisa membuat Nathan berpikiran liar.
Nathan kini terdiam. Meski dari awal sempat menduga jika kemungkinan Anggita dan ayahnya Elvano memang tidak terikat pernikahan, tapi mendengar pengakuan langsung dari mulut Anggita, rasanya ada sesuatu yang bernama nyeri terasa muncul di hatinya. Ternyata Ivan berani menyentuh Anggita, tapi tak menginginkan kehadiran Elvano.
Nathan semakin dalam menatap mata itu. Tak ada risih atau bahkan rasa tak nyaman yang Nathan rasakan saat terus mengunci netra Anggita. "Dia masih ingin kembali padamu?" tanya Nathan lagi.
Tatapan pria itu berubah tajam saat menunggu jawaban dari Anggita. Dan tak tertahankan lagi saat ia melihat Anggita yang diam dengan langsung menunduk.
"Bajingan!!" umpat Nathan kasar untuk kesekian kalinya. Pria itu bahkan berdecih dengan tangan yang sudah meninju udara. Kakinya bahkan juga bergerak seperti menendang, bentuk kekesalannya pada Ivan.
Tidak hanya merasa kesal atau pun geram. Nathan rasanya ingin sekali menghajar langsung pria yang bernama Ivan itu. Pria pengecut yang hanya menginginkan kenikmatan sesaat, pecundang yang dengan tidak tahu malunya masih saja berharap dan berani menginginkan Anggita.
Oh, tidak bisa! Nathan tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Ia adalah orang pertama yang akan menghadang Ivan. Nathan mencintai Anggita. Dan pria pemilik rambut keperakkan itu yakin, ia bisa memenangkan hati wanita yang saat ini ada di hadapannya.
Nathan berdiri dari duduknya. Ia berpindah menghampiri Anggita dan duduk tepat di sisi wanita itu.
Belum sempat Anggita mengangkat pandangan untuk menoleh pada Nathan. Wajahnya sudah Nathan raih dan kini pria itu letakkan bersandar di dadanya.
Nathan memeluk Anggita, satu tangannya mengusap rambut panjang yang tergerai itu dan tangan lainnya memberikan tepukan-tepukan kecil pada pundak Anggita.
"Tidak perlu takut lagi. Sudah ada aku di sini."
Anggita masih mematung. Satu telinganya yang tepat menempel di dada Nathan mampu mendengar sesuatu yang kini berdegub kencang di dalam sana.
Anggita mengerjap. Pandangannya perlahan turun pada tangannya yang saat ini sudah Nathan genggam. Pria itu bahkan mengusapnya lembut.
Terasa jelas sebuah ketulusan.
Sekuat tenaga ia membentengi diri, sekuat tenaga Anggita menutup hati, nyatanya kini tercipta celah, dan Nathan mulai menyusup perlahan ke sana.
Anggita tersentuh.
Anggita menggigit bibirnya, netra wanita itu sudah memerah menahan kuat butiran bening yang mulai tercipta. Namun usahanya tampak sia-sia, air matanya tetap luruh jua dan saat merasakan dekapan Nathan yang menguat, Anggita memilih menyembunyikan wajah basahnya dalam dada pria itu.
Lagi, untuk kedua kalinya wanita itu menangis di hari dan bersandar pada pria yang sama. Pada Nathan lah Anggita yang selama ini terlihat garang, kuat, serta kasar menampakkan sisi lemahnya, rapuh dan betapa tak berdayanya ia.
Nathan semakin mendekap wanitanya yang kian terisak. Air mata Anggita tak hanya mampu menembus kemejanya, tapi juga mampu membuat dadanya terasa nyeri sekaligus sesak. Nathan tak menyukai situasi ini, ia tak suka dan semakin terusik saat mendengar tangisan yang lirihnya seakan tengah menumpahkan segala kesedihan yang telah lama terpendam.
Entah sudah seberapa banyak Anggita menabung air mata. Selama ini wanita itu selalu saja menahan, berusaha kuat dan ingin terlihat baik-baik saja saat menghadapi takdir hidupnya. Dan kini, semuanya seketika tumpah di dada Nathan.
Nathan menghentikan tangis Anggita. Ia usap air mata itu dan tiba-tiba mendaratkan ciuman di bibir wanitanya. Hanya sesaat pria itu menyesap, tapi sudah berhasil menghentikan isak Anggita. Wanita itu terkejut.
"Jangan menangis lagi," kata Nathan dengan menatap dalam netra basah itu. Ia tersenyum, sebelum akhirnya kembali melanjutkan ciumannya.
Nathan memanggut bibir itu penuh dan lembut. Satu tangannya menyelinap di balik surai hitam, menahan tengkuk wanitanya saat ia mulai memperdalam ciuman mereka.
Anggita adalah mantan seorang tahanan, memiliki anak di luar pernikahan. Dan kini, Nathan sudah mengetahui itu semua, tetap tak ada keraguan dalam dirinya. Pria itu masih merasakan kekaguman yang sama di saat pertama kali mereka bertemu. Tak ada yang berubah, malah semakin bertambah.
Degub jantungnya kian meningkat seiring ciuman yang ia lakukan. Nathan menginginkan Anggita. Persetan dengan masa lalu wanitanya.
kembar aja lah yaaa.. nyogok authornya /Joyful//Joyful/