Kembar, Cinta Dan Pilihan

Masih di dalam ruang kerja Rendra. Sepasang suami istri kini mulai sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Anna sudah di sofa, sambil membaca dokumen di tangannya dengan seksama. Ia terlihat begitu serius mengamati berbagai angka di dalam kertas putih itu. Sialan, ia benar-benar tidak mengerti apa yang tercetak di sana. Apa Ananta pernah melakukan hal ini? Sepertinya mustahil, karena Ananta sudah menceritakan banyak hal tentang laki-laki yang berasanya di dalam ruangan itu.

“Sayang, aku enggak ngerti soal beginian..” Dengan nada manja, Anna mendekati Rendra sambil membawa beberapa dokumen yang tadi ia lihat. “Aku mau menemani suami aja. Kerjaan kayak gini, bukanlah keahlian ku.” Setelah meletakkan kembali dokumen tersebut ke atas meja, Anna mengedipkan matanya dan tersenyum dengan sangat manis. Gadis itu bahkan mulai memijat bahu laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu.

Rendra menatap tidak percaya pada gadis yang masih berdiri di sampingnya itu. Ananta tidak pernah punya nyali untuk melakukan hal ini padanya. Bahkan menatap matanya saja, Ananta tidak pernah berani melakukannya. Dan sekarang, gadis ini bahkan berani mengedipkan mata dan menggodanya. “Cih... Dasar.” Ia segera mengalihkan tatapannya dari Ananta, sebelum gadis itu menyadari jika saat ini, dia sedang salah tingkah.

“Kamu kan tahu alasan aku percayakan perusahaan pemberian papa padamu? Aku enggak berbakat jadi pengusaha. Bakat aku cukup menjadi istri dan mencintai kamu sepenuh hati.” Anna tertawa keras setelah berhasil mengucapkan kalimat menggelikan itu. Terlebih lagi, ia sempat melihat Rendra yang salah tingkah. Biarlah, urusan perusahaan milik Ananta, ia akan menghubungi gadis itu dan menanyakan dengan jelas apa alasan nya mempercayakan perusahaan itu pada Rendra. ‘Padahal dia tahu Rendra tidak mencintainya. Tapi masih saja memberikan segalanya pada laki-laki ini.’ Anna melangkah kembali ke sofa, sambil mengomeli Ananta di dalam hati.

“Tidak berguna!” Rendra kembali memeriksa satu persatu dokumen yang dikembalikan istrinya ke atas meja. Sedangkan Anna, jangan ditanya lagi. Gadis itu kembali asyik dengan tontonan di ponselnya. Sesekali ia masih tertawa keras, membuat Rendra terus menegurnya karena kesal.

“Ini cemilan dan minuman yang anda pesan, Nona.” Setelah beberapa jam berada di dalam ruangan, Arhan meletakkan makanan yang ia bawa di atas meja sofa tepat di samping Anna.

“Baiklah, letakkan saja di situ.” Jawab Anna. Gadis itu menoleh, menatap Arhan dengan mata berbinar. Aaa kenapa kamu tampan sekali. Begitulah hatinya berteriak.

“Baiklah, Nona. Saya permisi.” Arhan melambaikan tangannya beberapa kali, karena Anna menatapnya tanpa berkedip.

“Eh, iya. Terima kasih.” Jawab Anna terbata. Mata nakalnya masih terus menatap Arhan. Tidak lupa pula ia memberikan senyum termanisnya pada sahabat sekaligus asisten suaminya itu. Dan membuat pena yang sedang digunakan Rendra untuk menandatangani dokumen melayang dengan sempurna di kepala Arhan.

Arhan yang polos dan tidak tahu apa-apa, hanya bisa melangkah keluar dari ruangan itu dengan wajah cemberut, sambil mengusap kepalanya yang terkena hantaman pena. Tidak lupa juga, dia memaki atasan sekaligus sahabatnya itu di dalam hati.

“Sudah puas menatapnya?” Rendra sudah beranjak dari meja kerjanya, bersiap memberikan hukuman pada gadis yang sudah begitu nakal itu. Tidak hanya berani menggodanya, Ananta bahkan berani menatap Arhan dengan mata berbinar seperti itu.

“Eh, suami. Heheh.. Siapa dia?” Tanya Anna dengan mata nakal yang masih terbayang-bayang wajah Arhan. “Oh iya, dia orang yang menyambut kita tadi, kan? Mata Anna masih berbinar. Ah, dia tidak sempat mengajaknya kenalan.

Rendra yang hendak bersiap mencolok mata istrinya yang nakal itu, tiba-tiba terhenti. Kali ini, ia semakin curiga bahwa gadis yang kini sedang bersamanya bukanlah Ananta. “Siapa kamu?” Rendra menggenggam tangan Anna dengan sangat keras, membuat gadis itu meringis. “Jawab aku, siapa kamu?” Teriak Rendra, membuat Anna semakin terkejut.

“Aku bercanda, Rendra. Tadi kan asisten kamu.”Anna berusaha melepaskan genggaman tangan Rendra di lengannya. Namun, laki-laki itu semakin menggenggam nya kuat. “Sakit..” Cicit Anna. Ia meniru gaya Ananta. Dan benar saja, laki-laki itu melepaskan tangannya.

“Jangan menatap laki-laki lain seperti itu. Ingat, kamu enggak boleh naksir seseorang selama kita masih menjalin hubungan pernikahan ini.” Rendra memperingati. Biarlah, ia akan menyelidiki perihal perubahan istrinya ini nanti.

“Kenapa? Kamu cemburu? Apa sekarang sudah jatuh cinta padaku?” Anna berusaha kembali mecairkan suasana. Dia sudah membuat Rendra curiga karena menanyakan laki-laki tampan tadi. Seharusnya, Ananta sudah mengenal siapa saja yang ada di dekat Rendra, kan?

“Iyaa...” Rendra tiba-tiba berbalik, membuat Anna terkejut hingga terjatuh ke atas sofa.

Sepertinya Rendra tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu untuk menghukum istrinya. Senyum jahat terlihat di sudut bibirnya. Ia mendekat, meletakkan kedua tangannya di sandaran sofa, mengurung tubuh kecil Anna dengan kedua tangan kekarnya itu di atas sofa.

“Apa yang mau kamu lakukan?” Anna segera menutup mulutnya menggunakan tangan, saat wajah Rendra semakin dekat dengan wajahnya. Jantungnya berdetak tidak karuan.

“Apa yang aku lakukan? Bukankah ini yang kamu mau, Ananta?” Rendra semakin memangkas jarak. Laki-laki itu menarik kedua tangan Ananta, dan menahannya di atas sofa.

“Rendra, ini pelecehan namanya. Aku akan melaporkan kamu ke polisi.” Anna masih berusaha menarik tangannya.

“Pelecehan? Ini hanyalah romantisme suami istri di dalam ruang kerja.” Bisik Rendra di telinga Anna, membuat tubuh gadis itu merinding.

“Lepas...” Anna terlihat gusar. Mulutnya meminta untuk dilepaskan, tapi jantungnya terus berdetak tidak karuan. Saat bersama Raksa, ia bahkan tidak sampai seperti ini.

Rendra tersenyum. Setelah tiga hari ini Ananta terus bersikap tenang dan dingin, ini pertama kalinya ia melihat wajah istrinya ini bersemu. Ia semakin memangkas jarak.

“Jika ingin menyentuh ku, kamu harus berjanji untuk meninggalkan Melisa.” Ucap Anna saat Rendra hendak mencium bibirnya. Dan berhasil, laki-laki itu berhenti dan tidak melanjutkan, padahal wajah mereka begitu dekat. “Aku sangat mencintaimu, kamu tahu itu. Aku milik mu seutuhnya. Dan, jika kamu melakukan apa yang kamu inginkan, itu berarti kamu sudah memutuskan untuk melanjutkan pernikahan kita.” Sambung Anna dengan suara tegas dan tenang.

Rendra tersenyum. Ia mengecup bibir Anna singkat membuat wajah gadis itu semakin bersemu.

“Kamu..” Anna hendak melayangkan pukulan di wajah Rendra, namun tangannya masih tertahan di sandaran sofa.

“Beri aku waktu untuk memikirkan hal ini. Aku tahu ini tidak muda, tapi sepertinya pernikahan kita cukup layak untuk dipertimbangkan.” Rendra melepaskan tangan Anna. Laki-laki itu ikut duduk di sofa yang sama. Menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, dan menutup mata. Sepertinya ia sedang memikirkan banyak hal untuk hidupnya.

Maaf telat post guys 😁