Rayna Sasa Revalia, gadis dengan karakter blak-blakan, humoris, ceria dan sangat aktif. Dia harus meninggalkan orang tua serta kehidupan sederhananya di kampung karena sebuah kesialan sendiri yang men-stransmigrasikan jiwa gadis itu ke dalam sebuah karakter novel.
Sedih? Tentu. Namun ... selaku pecinta cogan, bagaimana mungkin Rayna tidak menyukai kehidupan barunya? Masalahnya, yang dia masuki adalah novel Harem!
Tapi ... Kenapa jiwa Rayna harus merasuki tubuh Amira Rayna Medensen yang berkepribadian kebalikan dengannya?! Hal terpenting adalah ... Amira selalu di abaikan oleh keluarga sendiri hanya karena semua perhatian mereka selalu tertuju pada adik perempuannya. Karena keirian hati, Amira berakhir tragis di tangan semua pria pelindung Emira—adiknya.
Bagaimana Rayna menghadapi liku-liku kehidupan baru serta alur novel yang melenceng jauh?
~•~
- Author 'Rayna Transmigrasi' di wp dan di sini sama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febbfbrynt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ungkap Perasaan
“Luna, Arsa mana?” Rayna bertanya saat memasuki kelas dan tidak mendapati Arsa di bangkunya. Namun tasnya masih ada.
Waktu istirahat sudah habis dan waktunya masuk kembali. Rayna merasa heran.
“Gue gak tau. Terakhir gue liat, pas tadi di kantin sama temen-temennya,” jawab Luna.
“Oh...” Rayna mengangguk dan duduk di bangkunya.
Ia melihat tempat duduk Arsa yang kosong. Tadinya ia berniat meminta maaf, tapi Arsa tidak ada. Hatinya semakin tidak enak.
“Hallo, Assalamu’alaikum?” ucap Rayna saat telepon tersambung dengan adiknya.
“Wa’alaikumussalam. Ada apa, Kak?” Suara Emira terdengar di ujung telepon.
“Emira, gue mau pulang sama temen gue. Jadi duluan aja sama sopir, jangan nungguin gue.”
Arsa benar-benar tidak ke kelas lagi sampai bel pulang berbunyi. Rayna merasa kosong. Ia tidak tahu Arsa ke mana. Berpikir belum meminta maaf, Rayna berniat menunggu Arsa untuk mengambil tasnya di kelas. Jadi dia menelepon Emira dengan alasan itu.
Saat ini, kelas sudah sepi. Semua teman sekelasnya sudah pulang duluan.
“Hah? Beneran? Terus Kepala kakak masih sakit? Tadi aku sama Saga nungguin kakak di kantin, tapi kakak gak balik lagi nyampe waktu istirahat abis.”
Rayna menepuk keningnya. Dia berucap canggung dan tidak enak, “Hehe.. maaf. Pasti kalian nunggu lama, ya? Gue juga lupa bakso gue belum abis. Kepala gue juga udah gak sakit, kok.”
“Iya, gak pa-pa. Saga juga gak keberatan kok. Malah dia sempat ngusulin buat nyari kakak takut kenapa-napa. Tapi keburu bel,” katanya. “Kalo kepala kakak sakit lagi, nanti bilang ya? Takutnya ada yang serius.”
“Oke.”
“Kalo gitu, aku pulang duluan ya. Assalamu’alaikum.”
“Hmm. Wa’alaikumussalam.”
Rayna menutup teleponnya. Lalu berbalik.
“ASTAGFIRULLAH!” pekik Rayna kaget saat melihat Arsa yang tiba-tiba ada di dekatnya. Atau memang ia tidak menyadari sedari tadi.
Rayna mengusap dada untuk meredakan jantungnya, “Sa! Lo ngagetin gue tau gak?! Gue kira lo jurig sekolah! Untung ganteng!”
Arsa tersenyum kecil.
Rayna melotot, “Please, deh! Jangan senyum! Gak aman buat jantung dan hati gue!”
Rayna memegang dadanya dramatis.
“Gue senyum cuma ke lo doang, kok,” Aku Arsa seraya terkekeh. Lalu wajahnya menjadi bingung, “Eh, lo kenapa masih di sini? Kenapa belum pulang?”
“Gue nungguin lo.”
Arsa mengangkat sebelah alisnya, mengulum senyum, “Kenapa lo nungguin gue?”
Kepala Rayna langsung menunduk. Ia memilin ujung baju seragamnya sendiri, “Sa.. gue minta maaf ya, soal tadi. Mood gue lagi buruk. Tadi gue gak lagi pengen bicara.”
Arsa terdiam. Lalu membuka mulutnya, “Kenapa lo harus minta maaf? Lo gak salah. Seharusnya gue gak nahan lo tadi. Pasti gue bikin mood lo semakin buruk.”
“Enggak, kok!” Rayna langsung menggeleng tergesa. “Justru gue mau bilang makasih karena lo udah khawatir dan peduli sama gue. Kita udah lumayan dekat sebagai teman. Seharusnya gue gak salah sangka sama kepedulian lo.”
Ekspresi Arsa langsung serius, “Rayna, gue suka sama lo.”
Rayna langsung mendongak dengan pikiran ngelag, “Hah?”
Arsa menggeser duduknya lebih dekat. Ia menggenggam satu tangan Rayna, “Gue suka sama lo, Rayna. Gue gak bisa nyembunyiin perasaan gue lagi, sorry. Gue peduli dan khawatir sama lo bukan hanya karena kita teman, tapi karena gue suka sama lo. Gue gak peduli gimana perasaan lo sama gue. Gue juga gak berharap lo balas. Yang pasti, gue ngerasa lega setelah lo udah tau perasaan gue. Gue Cuma berharap, lo tetap dekat sama gue. Tolong jangan menjauh setelah ini.”
***
Menurut Rayna, ia lebih baik kembali pada malam saat ia melihat Danies membunuh seseorang daripada terlibat dalam situasi di mana salah satu protagonis mengungkapkan perasaannya kepada ia seperti saat ini.
Ini adalah yang paling di takutkan Rayna, yaitu seperti kebanyakan cerita yang ia baca di wattpad bahwa perasaan protagonis selalu melenceng ke arah seseorang yang bertransmigrasi itu.
Benar saja, ini sulit di percaya. Sejak kapan Arsa menyukainya? Pantas saja Rayna merasa tidak melihat kedekatan Arsa dengan adiknya.
Situasi sekarang adalah hal yang paling sulit baginya. Jantungnya berdegup kencang karena rasa takut, gugup, dan jangan lupa karena wajah tampan Arsa dengan mata lembut menatapnya.
“Se-sejak kapan?” tanya Rayna dengan suara gemetar. Ekspresinya masih tidak percaya dan terlihat linglung.
“Sejak awal, gue udah nyaman sama lo, Rayn,” balasnya dengan suara lembut.
“L-o..” Rayna bergumam lirih. Tidak tahu harus berkata apa lagi.
Hati Arsa sudah merasa tidak enak saat mengamati ekspresi Rayna. Namun ia sudah bersiap dengan jawaban apapun yang Rayna ucapkan. Arsa tiba-tiba merasakan takut. Ia takut Rayna menjauhinya.
Sebenarnya, ia tidak masuk kelas karena memikirkan pertimbangan antara mengungkapkan perasaannya atau tidak. Setelah ia beristirahat, Arsa menyendiri di rooftop sekolah memikirkan semua itu. Akhirnya ia menemukan keputusan akhir dengan mengungkapkannya. Dan ia akan melakukannya esok hari, tapi tidak menyangka Rayna akan menunggunya di kelas untuk meminta maaf.
Arsa memanfaatkan itu. Dia mengungkapkan perasaannya sekarang. Ia akan menerima konsekuensinya. Jika Rayna sama-sama mempunyai perasaan kepadanya, itu akan sangat menguntungkan. Namun sebaliknya, jika tidak, hubungan mereka pasti akan lebih canggung. Atau bisa saja Rayna menjauh darinya karena hal itu.
Arsa sangat takut jika itu terjadi. Jika saja Rayna menjauh, semua ini pasti akan menjadi hal yang paling ia sesalkan.
Dengan rasa takut dalam ekspresinya, Arsa menggenggam tangan Rayna lebih erat, “Rayn, gue sama sekali gak berharap lo balas perasaan gue. Kalo apa yang udah gue ungkapin bikin lo gak nyaman, maaf dan tolong jangan jauhin gue. Gue Cuma pengen lo tau aja..”
Mulut Rayna menganga. Ia rasa perasaan Arsa tidak main-main terhadapnya. Matanya sangat tulus. Apalagi saat ia memohon, matanya memerah seakan menangis.
Rayna menundukkan kepalanya menatap kedua tangannya yang di genggam erat oleh Aksa.
Sebenarnya ia akan menerima semua ini jika ia lupa bahwa ini dunia novel. Gadis mana yang akan menolak Arsa? Dia tampan, baik, hanya saja sifatnya yang dingin. Dari awal Rayna bertemu dengannya, Rayna hanya mengagumi wajahnya dan tidak sampai mempunyai perasaan.
Rayna sebenarnya tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Jika jantung yang berdegup kencang pertanda jatuh cinta, berarti dia jatuh cinta kepada setiap cogan yang ia temui? Rayna tidak tahu dan tidak mengerti.
Melihat Arsa sekarang, Rayna merasa kasihan. Ia tidak berniat menjauhinya. Ia diam karena banyak pikiran yang memenuhi pikirannya, termasuk cogan-cogan yang berkeliaran di sana.
Mendengar Arsa tidak peduli dengan balasan perasaanya sendiri, Rayna pikir tidak buruk. Lagi pula, semakin lama semakin Rayna melupakan bahwa dia berada di dunia novel. Ia juga merasa alurnya berangsur-angsur terlupakan. Atau entah ia sendiri yang pelupa?
“Rayn, jawab. Jangan diem. Gue semakin takut lo jauhin gue …,” ujarnya dengan suara yang kecil dan serak. Matanya semakin memerah dan berkaca-kaca.
Mata Rayna berkedip-kedip tidak percaya melihat Arsa di depannya. “Arsa, jangan nangis. Gue gak bilang mau jauhin lo, kok.”
Arsa yang awalnya mengalihkan pandangan, langsung menatapnya terkejut. Ia tersenyum lebar, “Beneran? Berarti lo nerima perasaan gue?”
Setelah pulih, Rayna menggaruk pipinya karena tidak mengerti, “Iya.. mungkin. Tapi gue gak tau perasaan gue ke lo. Gue gak ngerti soalnya.”
Arsa langsung memeluk Rayna dengan gerakan cepat. Rayna terkejut hampir menjerit. Matanya terbelalak. Arsa memeluk Rayna erat seakan pelukan yang sudah lama di nantikan. Kepala Rayna terkubur di dadanya dengan wajah menghadap ke samping.
Sebelum Rayna bereaksi, ia merasakan berat di atas kepalanya.
Arsa meletakkan dagunya di atas kepala Rayna. Tangannya memeluk punggungnya. Dan tangan lain mengusap kepalanya. Ia merasakan tubuh Rayna menegang.
Arsa terkekeh dengan ekspresi bahagia di wajahnya, “Udah gue bilang. Gue gak peduli gimana perasaan lo ke gue. Tapi gue Cuma pengen lo nerima perasaan gue. Termasuk sikap dan perhatian gue setelah ini. Gue harap lo gak risih. Lo adalah orang pertama yang bisa membuka hati gue, Rayn. Terima kasih.”