Naila baru saja turun dari bus dari luar pulau. Ia nekat meninggalkan keluarga karena demi menggapai cita-cita yang terhalang biaya. Naila lulus jalur undangan di sebuah kampus negeri yang berada di ibu kota. Namun, orang tuanya tidak memiliki biaya hingga melarangnya untuk melanjutkan pendidikannya hingga memaksanya menikah dengan putra dari tuan tanah di kampung tempat ia berasal.
Dengan modal nekat, ia memaksakan diri kabur dari perjodohan yang tak diinginkan demi mengejar mimpi. Namun, akhirnya ia sadar, biaya perguruan tinggi tidak bisa dibayar hanya dengan modal tekad.
Suatu saat Naila mencari pekerjaan, bertemu dengan balita yang keluar dari pekarangan tanpa penjagaan. Kejadian tak terduga membuat ia bekerja sebagai pengasuh bagi dokter tampan yang ditinggal mati oleh istri yang dicintainya.
#cintaromantis #anakrahasia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Rahasia Rumah Kost
"Wiiiih, setelah muter sana-sini, masuk gang segala, akhirnya ketemu juga rumahmu. Keren banget tempat kosmu, Nai," seru seseorang dengan suara penuh kemenangan.
Naila menoleh cepat dan mendapati Azwa berdiri di sana, terengah-engah sambil membawa helm setengah menggantung di tangan.
"Kamu... ngikutin sejak pulang tadi?!" seru Naila, setengah panik, setengah jengkel. Seketika rasa was-was muncul takut ada kejadian mengejutkan yang berikutnya.
Azwa hanya bisa cengar-cengir seperti tanpa dosa. "Iyaaa, kan kamu terlihat aneh banget! Jadi jiwa agen rahasiaku kumat, ngun tit kamu diam-diam! Seru loh! Aku bahkan sempet ikutin kamu masuk gang sempit dan hampir nabrak tukang cilok!" katanya sambil menepuk dada bangga.
Naila memijat pelipisnya yang mulai berdenyut. "Azwaaa... aku kira siapa yang ngikutin aku sejak tadi. Kamu membuat jantungku berasa mau copot tau nggak!"
Tawa Azwa semakin menjadi. "Tapi tenang, aku bawa oleh-oleh!" serunya sembari mengangkat plastik kecil dari balik jaketnya.
Naila melotot. "Oleh-oleh apa?!"
Azwa dengan bangga mengangkat satu kantong plastik berisi... cilok.
"Sekalian lah, udah hampir nabrak tukang cilok, masa gak beli. Ini oleh-oleh rahasia dari agen rahasia kayak aku!" katanya, lalu menyodorkan plastik itu ke Naila dengan ekspresi penuh kemenangan.
Naila tak bisa lagi menahan tawa. Rasa cemas yang sedari tadi menggelayuti pikirannya perlahan menguap. Ia menggeleng tak percaya melihat ulah sahabat barunya ini.
"Kamu ini ya..." Naila mengambil plastik cilok itu, tertawa kecil. "Sumpah, aku gak ngerti lagi sama kelakuan kamu."
Azwa mengedipkan mata jail. "Ya iyalah, kalau semua orang ngerti aku, dunia ini terlalu membosankan!"
"Udah, makasi ya? Kamu udah boleh pulang." Naila mengibaskan tangan sembari melirik ke arah taman.
"Eh, enak aja. Udah jauh-jauh ngikutin kamu, masa aku gak masuk? Aku kan penasaran gimana rasanya ngekost di rumah yang bagus ini? Jadi aku paham, kenapa milih negkost jauh dari kampus. Wiiih, kalau aku bukan orang sini, pasti akan ngekost di sini juga," selorohnya mengintip di antara celah gerbang yang tinggi itu.
Pak Ruli tampak tergopoh membukakan pagar. "Maaf ya, Neng. Saya tadi di belakang main dengan anak-anak."
Naila mengangguk dan dengan terpaksa menyilakan Azwa untuk masuk.
Tanpa mereka sadari dari kejauhan, di balik pepohonan, sepasang mata tengah mengawasi mereka dalam diam. Satu sosok perempuan mengenakan hoodie pink, satunya lagi pria tinggi dengan topi dan wajah tertutup masker.
Mereka berbisik pelan, mengamati setiap gerak-gerik Naila.
"Dia udah pulang," gumam si pria. "Lagian kamu ngapain, ngendap-ngendap kayak maling begini?" ucap sang pria.
Sementara itu, Naila dan Azwa sudah masuk ke pekarangan rumah besar itu. Azwa langsung terpukau.
"Wadidaw, Nai! Ini mah bukan kos-kosan, ini mah rumah Sultan! Kamu yakin ini tinggal di sini? Jangan-jangan kamu agen rahasia beneran!" celetuk Azwa sambil berkeliling iseng melihat taman kecil di depan rumah.
Naila gelagapan, mencoba mengalihkan. "H-haa, enggak, aku di sini memang jadi anak kos, kok! Udah deh, jangan ribut..."
Tiba-tiba, terdengar suara kecil yang penuh semangat muncul dari pintu besar yang terbuka.
"Mamaa!! Mamaaa!!"
Rindu berlari dari dalam rumah, langsung menuju ke arah Naila dengan wajah berseri-seri. Menyusul di belakangnya, Reivan yang baru bisa berjalan terhuyung-huyung, memanggil, "Mama... Ma...ma!" sambil hampir jatuh.
Warna wajah Naila langsung hilang. Hal yang paling ditakutkan benar-benar hadir. Panik setengah mati, ia mencoba memberi isyarat tangan untuk Rindu agar diam, tapi si kecil itu malah memeluk kakinya erat-erat.
"Mama udah pulang. Holeeee!" seru Rindu keras-keras, cukup membuat satu RT mendengar.
Azwa, yang tadi sudah mau duduk santai di kursi teras, langsung membeku melihat kejadian ini. Mulutnya menganga, matanya membesar seperti akan copot dari rangkanya.
"NAILA??!!" serunya heboh. "ITU ANAK KAMU?! TERNYATA KAMU UDAH PUNYA ANAK?? DUA LAGI??!"
Naila langsung menutup mulut Azwa dengan kedua tangannya. "SSSSTTTT!!!" desisnya panik.
Rindu dan Reivan malah tambah heboh. Reivan memeluk betis Naila sambil ketawa-tawa dan sesekali jatuh terduduk, lalu bangkit lagi mengejar kaki kakaknya.
Azwa makin shock. "Omg omg omg... Ini kayak sinetron!! Aku salah sahabat!!" bisiknya.
Mbak Mel yang mendengar keributan itu dari dalam rumah langsung keluar, menyapa santai. "Oh, Neng Naila udah pulang ya? Ini anak-anak dari tadi nanyain terus."
Azwa mendelik ke Mbak Mel, lalu balik melotot ke Naila.
"Aku mau tahu semua cerita dari A sampai Z, Neng Naila!!!" bisiknya dramatis, seolah-olah sedang main drama kolosal.
Naila hanya bisa menahan napas panjang. Ini bakal panjang.
Sementara itu, dua sosok yang mengintai dari balik pepohonan makin serius memperhatikan. Mereka saling bertukar pandang.
"Aku hanya ingin melihatnya secara langsung? Aku tak bisa percaya hanya lewat dari ceritamu aja, Bang," bisik gadis ber-hoodie pink itu, matanya menyipit merencanakan sesuatu.
Di dalam kamar, Naila duduk di ujung ranjang sambil menunduk pasrah. Azwa berdiri di depannya dengan tangan bersilang, gaya persis kayak guru BP, yang akan menghukum siswa nakal.
"Baik, Saudari Naila," kata Azwa, menirukan suara ala hakim. "Silakan Anda jelaskan dalam persidangan ini, siapa dua bocah imut yang manggil kamu 'Mama' kayak utang sembilan bulan beneran!"