Terkadang kenyataan tidak sejalan dengan keinginan, Letnan Dallas menginginkan kekasih yang usianya tidak jauh berbeda dengannya tapi harus bertemu dengan perempuan yang usianya terpaut jauh di bawahnya. Semua terjadi karena dirinya trauma memiliki kekasih yang kekanakan di masa lalu.
Tak jauh berbeda dengan Letnan Dallas, Letnan Herca pun akhirnya terpaksa berkenalan dengan seorang wanita pilihan orang tuanya terutama Opa sebab cemas jika Letnan Herca akan salah arah. Penyebabnya tak jauh karena beliau tidak pernah melihat Letnan Herca bersama seorang gadis.
Lantas jika jodoh di tangan Opa, lantas siapa berjodoh dengan siapa dan prahara apa yang akan terjadi terkait masa lalu Bang Herca dengan seorang gadis berinisial Y.
Harap skip jika tidak sanggup dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Bertemu kembali.
Sesampainya di rumah, Bang Herca hanya menemani Dindra makan karena perutnya sudah terasa penuh. Biarlah bumil menikmati makan malamnya secara total. Bang Herca menyadari beberapa bulan ini sudah membuat bumilnya 'berpuasa' karena penerapan hidup sehat.
Bang Herca mulai gelisah saat sekujur tubuhnya mulai memanas namun begitu dirinya tetap sabar memberi jeda waktu pada sang istri untuk menikmati waktu tenangnya. Ia pun ingin si kecil tenang dalam perut mamanya.
:
Dindra asyik menonton drama Korea, agaknya serial drama tersebut mampu membiusnya hingga kelopak matanya seolah tidak berkedip sama sekali.
Di sampingnya Bang Herca sudah semakin gelisah sedangkan obat yang di telannya semakin bereaksi.
"Sayang, sudah malam nih. Tidur yuk..!!" Ajak Bang Herca secara halus namun tidak ada respon berarti dari sang istri.
Bang Herca kembali mendekati Dindra dan mencoba merayunya. Jika saja dirinya meminta secara terang-terangan mungkin yang akan terjadi adalah pertengkaran lagi.
Bang Herca menelusup ke sela leher Dindra. Gejolak di dada sudah membuyarkan akal pikirnya. Rasa rindunya sudah sedemikian hebat melonjak hingga ke puncak.
Situasi sudah membuatnya tak karuan. Tanpa menunggu ijin dari sang istri, Bang Herca mencari sendiri jalur lintas balap liar miliknya. Herannya saat itu Dindra tidak menolak tapi juga belum merespon inginnya.
"Balas atuh Neng, ulah cicing bae..!!"
Dindra menoleh mendengarnya, memang suaminya yang seorang tentara bisa beradaptasi dengan berbagai bahasa di belahan bumi yang di pijaknya.
"Ayo, dek..!! Tidak takut dosa kamu tolak Abang terus." Bisik Bang Herca mulai setengah memaksa. Sesekali dirinya memercing merasakan ngilu disana sini.
Dindra merasa cukup untuk mengerjai suaminya yang sudah membuatnya kalang kabut beberapa bulan ini. Ia pun lebih berani untuk mengambil posisi.
Senyum Bang Herca terangkat nakal penuh kelicikan, ia mematikan lampu tidur dan mulai menyidak jalur lintas.
***
Pagi hari usai subuh, Dindra menyapu halaman. Di kepalanya masih tergulung handuk yang melilit di kepala. Bersamaan dengan itu, Bang Dallas kembali dari acara lari paginya.
Hati Abang mana yang tidak tenang melihat adiknya akur dalam rumah tangga. Pikirannya juga sempat semrawut memikirkan Herca dengan segudang masalahnya namun di saat itu juga perasaannya kembali cemas sebab dirinya baru tau kemarin bahwa Intan, mantan kekasih adiknya itu berada disana.
Masih belum cukup dengan itu, cepat atau lambat adiknya pasti akan bertemu wajah dengan Intan pasalnya Bang Herca kini telah menduduki jabatan sebagai perwira intel.
Bang Dallas menunduk tak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Perkara ini tak usainya menimbulkan prahara.
...
Di dalam kantor ibu pengurus cabang, Dindra masih nampak lelah dengan kegiatan semalam. Mungkin karena efek berbulan-bulan menahan diri, Bang Herca menjadi begitu buas tidak terkendali dan tidak begitu saja melepasnya. Ototnya terasa ngilu, bagian bawah perutnya juga masih terasa kram.
//
Bang Herca terkapar pada kursi kerjanya dengan gaya bebas. Rasa kantuknya tidak juga hilang. Baut tempurung lututnya terasa terlepas dari tulang, pinggangnya terasa keseleo, punggung pun terasa berat namun semua terasa sebanding dengan kerja kerasnya semalaman hingga membuat sang istri tidak bisa tidur.
"Disini kau rupanya." Bang Alfath menggeleng melihat Abangnya seakan tanpa tenaga. Berkali-kali dirinya menghubungi Abangnya namun tidak ada balasan sama sekali.
"Hmm..!!" Responnya setengah sadar.
"Nanti standby sebentar. Ada berkas pengajuan nikah yang harus kau periksa." Kata Bang Alfath.
"Siapa yang nikah?" Tanya Bang Herca.
"Pratu Mulya, Pratu Akbar dan Praka Hendarso." Jawab Bang Alfath.
"Ada problem atau tidak??" Selidik Bang Herca.
"Secara administrasi masih bisa di tangani tapi secara pribadi ada sedikit masalah." Ujar Bang Alfath hati-hati.
"Opo?" Bang Herca masih terkesan malas karena saat ini yang terbayang dalam benaknya hanya tentang cantiknya Dindra semalam.
"Calonnya Praka Hendarso, Intan."
Seketika mata Bang Herca terbuka dan berkaca-kaca mendengar nama Intan jelas batinnya teriris. Rasa sakit itu masih membayang belum bisa melupakan tragedi beberapa tahun yang lalu.
"Apa kau sudah benar kuat?"
"Kuat atau tidak kuat, pasti akan terjadi. Saya hanya takut Dindra akan sulit menerima kenyataan ini." Jawab Bang Herca dengan suara paraunya.
"Saya juga paham. Yang jelas cepatlah kau bicara dengan Dindra. Sudah seringkali kau buat Dindra menangis." Saran Bang Alfath pada Abangnya.
"Hmm.. kau lihat, YURA?"
"Iya, kasihan sekali dia. Tapi sepertinya si Hendar sayang padanya."
Entah apa yang di rasakan Bang Herca hingga rasanya sesak di dada. Matanya pun tergenang basah.
"Sekarang sudah sampai dimana pengajuan nikahnya?" Tanya Bang Herca memastikan.
"Hari ini ada pertemuan dengan ibu pengurus cabang, pastinya bertemu dengan Dindra." Jawab Bang Alfath.
Secepatnya Bang Herca menyambar ponselnya, ia beranjak dan berjalan menuju ruang para ibu pengurus cabang.
//
Dindra menyapa para calon 'anggota' baru mereka dalam tahapan pengajuan nikah. Disana Dindra berhadapan dengan calon istri Praka Hendarso.
"Bu Intan, perkenalkan saya Dindra Herca, istri dari Letnan Sangatta Herca. Di sini ibu-ibu biasa menyapa saya, Bu Herca................"
Senyum Intan yang awalnya terkembang kini meredup begitu saja, apalagi saat melihat perut Dindra yang membesar membuatnya seakan kehilangan kebahagiaan.
Tapi secepat itu pula raut wajah Intan berubah menjadi kesedihan. "Ijin ibu, akhirnya saya bisa bertemu dengan ibu dan saya baru tau kalau Ibu dan Bapak ternyata berada disini."
Dindra bingung dengan sikap Intan yang begitu sendu penuh kesedihan. "Iya Bu, ada yang bisa saya bantu?"
"Saya, hanya ingin putri saya Yura bisa bertemu dengan Papanya.. Letnan Herca."
Tepat saat itu Bang Herca tiba disana dan Dindra mendengarkan semua namun bukan dari mulutnya. Dindra menatap Bang Herca, suaminya itu begitu cemas dengan nafas memburu.
"Suami saya, punya anak dengan Bu Intan??"
Intan mengangguk sedih. Seketika Dindra bersandar lemas tanpa suara. Sorot matanya berada di antara sadar dan tidak. Hanya nafasnya mendadak menjadi berat.
"Kamu jangan buat onar disini, Intan..!!!" Tegur keras Bang Herca kemudian menghampiri Dindra.
Bang Herca sigap mencari inhaler milik Dindra namun tidak ditemukannya disana. "Dimana obatmu, dek??"
Dindra melemah hingga tumbang bersandar pada Bang Herca.
"Ghandi..... Alfaaaatthh.. cepat kesini..!!!" Pekik Bang Herca panik.
Di belakangnya kemudian menyusul Praka Hendarso. "Ijin Komandan, ada yang bisa kami bantu??"
"Khusus kamu, kita bicara di rumah saya nanti secara pribadi..!! Pending semua kegiatan..!! Saya tangani istri saya dulu..!!" Perintah Bang Herca kemudian mengangkat Dindra dan membawanya keluar dari ruangan.
"Siap..!!" Jawab Bang Hendarso, ia melirik calon istrinya dengan tatapan penuh curiga.
.
.
.
.
ampun deh bang lu mah bini mau brojol lan mosyo ngk percaya
aku pada mu dehh 😘😘😘😍😍😍
sabar bang ini ujian 😂😂😂