KAKAK KANDUNGKU RACUN RUMAH TANGGAKU

Segala sesuatu yang dimulai dengan mengambil yang bukan haknya,otomatis tidak akan membuahkan hasil. Hasil merampok punya orang akan bertahan sebentar, ibarat air cuma numpang lewat doang.

Itulah yang terjadi pada kehidupan Ina. Usaha yang ia jalani tidak berjalan seperti yang ada dipikirkannya. Malah usahanya itu hampir gulung tikar. Uang yang tidak barokah mana mungkin akan berkembang. Makanya kalau mau usaha pakai uang sendiri dong jangan mengambil hak orang lain.

"Kalian tau kenapa saya panggil." tanya Ina saat dua orang karyawannya berada didepan kini.

"Ada apa ya,bu?" tanya salah seorang karyawan.

"Saya meminta maaf sebelumnya,sepertinya saya sudah tak sanggup membayar gaji kalian. Toko roti ini sudah tak ada pemasukan lagi. Jadi sekali maaf terpaksa kalian saya diberhentikan. Ini gaji terakhir kalian." Ina memberikan dua buah amplop kepada untuk masing - masing karyawannya.

"Terimakasih,bu.Kami juga minta maaf tidak bisa membuat toko roti ini maju." satu persatu karyawan ini menyalaminya dan pamit undur diri.

"Jika suatu waktu ibu membuka toko roti lagi,kami bersedia bekerja sama ibu lagi kok." ujar karyawan Ina.

Ina menatap nanar punggung kedua karyawannya hingga hilang dari pandangan matanya. Ina terduduk memperhatikan sekeliling tokonya. Harapanya untuk jadi pengusaha roti hancur sudah.

Tak terasa kedua sudut matanya mengembun. Bulir bening itu jatuh satu persatu. Ina mengelap air matanya.

"Aku tidak boleh cengeng,mungkin ini bukan jalan hidupku untuk sukses. Masih banyak usaha lain diluar sana yang bisa aku coba kembali." gumam Ina sendiri.

Sementara sidang perceraian Wanda berjalan lancar,rupanya Irwan mempermudah jalan persidangan ini. Ia tidak menggunakan jasa pengacara sama sekali. Ia juga tak pernah sekalipun datang ke persidangan.

Tibalah harinya dimana akan dibacakan putusan. Wanda berharap Irwan kembali tidak hadir,biar Wanda bisa dengan mudah melepas semuanya. Takdir berkata lain,ternyata Irwan telah datang lebih dahulu dari pada rombongan Wanda.

"Wanda,apa kabar?" sapa Irwan saat ia melihat Wanda dan mendekatinya.

"Seperti yang mas lihat. Aku kira mas ga bakal hadir di persidangan terakhir kita." ujar Wanda ada sedikit perasaan gugup saat bertemu suaminya yang dalam hitungan menit akan menjadi mantan suami.

"Aku mau bertemu kamu untuk terakhir kalinya. Aku juga mau meminta maaf karna telah menyakiti hatimu. Sekali lagi aku minta maaf atas semua salahku selama ini." ujar Irwan menahan isak,biar orang memandangnya mengatakan ia cengeng tak apa buat ia. Rasa sedih kehilangan orang yang paling kita sayangi membuatnya meneteskan air mata. Ya Air mata penyesalan.

"Sama - sama mas. Aku juga minta maaf jika selama ini aku tidak bisa menjadi istri yang baik." ujar Ina mencoba menahan bulir matanya yang sepertinya mau turun.

Wanda mengakui bahwa rasa cinta itu masih ada untuk suaminya, tapi rasa benci karna penghiatannya lebih besar.

Sekian tahun bersama bukanlah perkara yang mudah untuk melupakan. Begitu banyak kenangan yang telah mereka ciptakan selama ini. Ada cerita dimana Wanda dan Irwan bercita - cita menua bersama,hanya maut yang dapat memisahkan. Cerita kini tinggal cerita. Semua kenangan masa lalu perlahan dihapuskan dari ingatannya.

Keduanya saling memandang satu sama lain. Masih ada getar cinta dimata mereka. Tapi itulah takdir yang harus mereka jalani. Perjalan rumah tangga yang mereka bina dengan kata cinta harus berakhir di pengadilan agama.