Azzura ( Obsesi Sang Alpha)

Langit pagi di kampus Asteria cerah, namun suasana hati Azzura terasa berbeda. Baru saja ia melangkah keluar dari mobil kampus pribadi yang dikendarai sopir ayahnya, bisik-bisik langsung bermunculan di sekelilingnya.

"Eh, itu dia tuh .…"

"Cewek sugar daddy yang viral semalam."

"Pantes bisa berubah secepat itu, ternyata modal bokong."

"Dan yang lebih mengejutkan lagi, dia ternyata simpanan pemilik kampus."

Cibiran itu begitu terang-terangan. Tatapan sinis, lirikan penuh hinaan, hingga tawa mengejek terasa seperti duri yang menusuk dari segala arah.

Tapi Azzura tetap melangkah dengan kepala tegak, seolah tak mendengar apapun. Sepatunya berderap tenang di koridor kampus yang ramai.

Namun langkahnya terhenti saat hendak berbelok di persimpangan lorong menuju kelas.

Kenzo.

Berdiri di sana dengan tangan di saku, pria itu menatapnya tajam seperti pisau. Di sampingnya, Rica berdiri dengan senyum miring, seolah baru saja menang perang.

Kenzo mendekat satu langkah, suaranya pelan tapi tajam, “Pantas aja lo bisa berubah secepat ini, Zura.”

Azzura hanya diam, matanya menatap lurus. Tapi Kenzo tak berhenti.

“Ternyata lo benar-benar peliharaan sugar daddy. Cewek munafik, sok suci, sok cantik. Jijik gua liat lo. Pantas saja Tuan Zion bela-belain cari lo waktu hilang. Ternyata oh ternyata, menjijikkan.”

Rica tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan manja. “Dari dulu juga gue udah curiga si cupu ini modalin penampilan dari uang laki-laki tua.”

Mata hijau Azzura hanya menatap mereka sebentar. Tidak marah. Tidak menangis. Hanya tenang.

Lalu ia berkata pelan namun mantap, “Yang kotor bukan aku. Tapi pikiran kalian.”

Ucapan itu cukup membuat Kenzo terdiam sejenak, tidak menyangka Azzura akan membalas.

Tanpa menunggu reaksi mereka, Azzura melanjutkan langkahnya. Rambut hitamnya tergerai indah, langkahnya ringan tapi penuh percaya diri.

Sementara itu, Kenzo hanya berdiri membeku. Ada sesuatu dalam tatapan Azzura yang membuat dadanya sesak. Tapi ia tak mengerti apa. Rica menggenggam lengan Kenzo erat, menyadari sorotan mata kekasihnya perlahan berubah arah.

***

Di sisi lain.

Di ruang rektorat kampus Asteria, suara lantang seorang pria paruh baya memenuhi ruangan.

“Saya tidak peduli siapa dia! Gadis itu sudah mematahkan tangan anak saya! Ini tindak kriminal! Saya akan pastikan dia dikeluarkan bahkan kalau perlu dipenjarakan!”

Tuan Bram, pejabat tinggi sekaligus ayah dari Chris, berdiri dengan wajah merah padam. Suaranya menggema, membuat para dosen dan staf kampus saling melempar pandang penuh kecemasan.

“Tenang, Tuan Bram,” ucap rektor, berusaha menengahi. “Kami sedang menyelidiki masalah ini secara menyeluruh.”

“Tidak perlu diselidiki! Anak saya tidak mungkin salah! Gadis itu pasti murahan! Main tangan seenaknya, dan kalian malah diam saja? Kalian tahu siapa saya?!” bentak Bram semakin keras.

Beberapa staf mulai terlihat gelisah. Dosen yang kemarin melihat langsung insiden di kantin hanya bisa menunduk, tak berani bicara. Namun tiba-tiba...

Ceklek!

Pintu ruang rektorat terbuka perlahan. Semua kepala langsung menoleh.

Sepasang high heels berwarna hitam melangkah mantap memasuki ruangan. Tubuh tinggi semampai dengan aura dingin dan karisma meledak-ledak memenuhi atmosfer ruangan. Zanaya Azlan, wanita yang dikenal sebagai CEO legendaris dan istri dari Zion Azlan muncul dengan sorot mata tajam.

Suasana mendadak hening. Bahkan Tuan Bram yang tadinya berkoar langsung membatu di tempat.

Zanaya berhenti di tengah ruangan. Suaranya dingin, namun tiap katanya mengandung ancaman:

“Ulangi. Siapa yang Anda sebut murahan tadi?”

Tuan Bram menelan ludah, tubuhnya perlahan mundur setengah langkah. “N—Nyonya Zanaya ... saya ... saya tidak tahu Anda akan datang ....”

Zanaya tersenyum tipis, namun senyumnya jauh dari kata ramah. “Sayangnya saya datang, Tuan Bram. Karena saya mendapat laporan bahwa seorang pria dengan kekuasaan dan uang merasa berhak melecehkan putri saya lalu berteriak ingin memenjarakannya.”

Mata semua orang terbelalak.

Chris yang duduk di pojok, wajahnya membeku. “A—Azzura … itu … putri Anda?”

Zanaya menoleh pelan ke arah Chris, matanya seperti menembus hingga ke tulang.

“Kau menggoda anakku, menyentuhnya, lalu mempermalukannya di depan umum?”

Chris tidak bisa berkata-kata. Napasnya tercekat.

Zanaya kembali menatap Bram. “Saya harap kau punya pengacara yang lebih kuat daripada pengaruhmu, karena jika kasus ini sampai ke tangan suamiku, maka bukan hanya reputasi yang kau pertaruhkan tapi karier, jabatan, dan bahkan aset milikmu.”

Rektor langsung berdiri. “Nyonya Zanaya, kami sangat menyesal atas kejadian ini. Kami akan menangani Chris dan gengnya seadil mungkin. Kampus Asteria tidak akan membiarkan kasus pelecehan seperti ini ditutupi.”

Zanaya mengangguk pelan. “Pastikan itu. Karena jika tidak, saya akan pastikan semua yang ada di ruangan ini diganti.”

Setelah berkata demikian, Zanaya melirik Chris terakhir kalinya dengan tajam, lalu berbalik dan melangkah keluar ruangan dengan tenang.

Begitu pintu menutup, semua orang terdiam. Bram bahkan tak berani mengangkat wajahnya, sementara Chris hanya bisa duduk lemas, menyadari satu hal. Dia baru saja menyentuh gadis yang salah.

Begitu Zanaya keluar dari ruang rektorat, langkahnya masih tenang namun berwibawa. Para dosen yang tadi ikut rapat masih berdiri di belakang, menyaksikan punggung wanita kuat itu berjalan di koridor utama kampus Asteria.

Namun, di tengah koridor itu, seseorang sudah menunggunya dengan senyum manis yang terasa dipaksakan.

“Ah, kebetulan sekali Anda keluar, Nyonya Zanaya!” seru seorang mahasiswi dengan nada antusias. “Saya memang ingin bicara langsung dengan Anda.”

Zanaya berhenti. Keningnya mengernyit tipis. “Kau … siapa?”

Gadis itu tersenyum angkuh, rambutnya disibakkan ke belakang.

“Saya Rica. Mahasiswi semester lima jurusan komunikasi dan juga anggota BEM, Nyonya,” jawabnya dengan nada manis yang terdengar menjengkelkan.

Beberapa mahasiswa mulai berdatangan, penasaran dengan keramaian tersebut. Mereka tentu mengenali Rica sosok populer di kampus dan tentu, mereka mengenali wanita elegan di hadapannya, Zanaya Azlan, istri dari pemilik kampus.

Zanaya menatap Rica dengan alis terangkat. “Ada urusan apa?”

Rica pura-pura menghela napas panjang, seolah berat hati untuk bicara. “Saya tahu ini mungkin akan sangat mengguncang mental Anda, dan saya sungguh menyesal harus menyampaikan hal ini langsung … tapi saya merasa Anda berhak tahu.”

Zanaya menyilangkan tangan di dada, ekspresinya mulai menunjukkan tanda tidak sabar.

Rica melanjutkan dengan nada dramatis, “Gadis yang selama ini kuliah di kampus ini, yaitu Azzura sepertinya dia adalah selingkuhan suami Anda.”

Suasana mendadak hening.

Beberapa mahasiswa menahan napas. erita itu memang sudah menjalar satu kampus.

Zanaya memandang Rica tanpa berkedip.

Rica mengangguk-angguk pelan, seolah yakin akan kebenaran ucapannya. “Saya melihat sendiri, Nyonya. Mereka datang bersama ke hotel tadi malam. Sangat mesra. Masuk ke hotel berdua. Dan maaf, saya sempat merekamnya. Demi membela hak Anda.”

Zanaya masih diam. Wajahnya dingin dan nyaris tak menunjukkan emosi.

Rica melanjutkan, semakin berani karena merasa menang, “Saya tahu, itu pasti menghancurkan hati Anda. Tapi saya pikir, wanita sehebat Anda pantas tahu betapa rendah dan liciknya gadis itu. Menjadi peliharaan suami orang, bahkan Ayah dari—”

"Zanaya, sayang. Kenapa lama sekali?" tanya seseorang.

Itu adalah Zion yang datang bergandengan tangan bersama Azzura. Hal itu semakin membuat orang-orang heboh.

Rica semakin senang melihatnya. "Nah, lihat Nyonya! Itu dia bukti di depan mata Anda."

Jeng..

Jeng..

Bersambung 🤣🤣🤣