Seorang wanita mendatangi klinik bersalin di tengah malam buta. Wanita itu meringis menahan rasa sakit. Sepertinya dia ingin melahirkan.
Setelah mendapatkan pertolongan dari Bidan, kini wanita itu menunggu jalan lahir terbuka sempurna. Namun, siapa sangka ia akan di pertemukan oleh lelaki yang sengaja ia hindari selama ini.
"Lepas, Dok! Aku tidak butuh rasa kasihan darimu, tolong jangan pernah menyakiti hatiku lagi. Sekarang aku tak butuh pria pengecut sepertimu!" sentak wanita itu dengan mata memerah menahan agar air mata tak jatuh dihadapannya.
"Alia, aku mohon tolong maafkan aku," lirih lelaki yang berprofesi sebagai seorang Dokter di sebuah klinik bersalin tempat Alia melahirkan. Lelaki itu menatap dengan penuh harap. Namun, sepertinya hati wanita itu telah mati rasa sehingga tak terusik sedikitpun oleh kata-kata menghibanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wedding anniversary
"Res, kamu serius?" tanya Hendra masih tak percaya.
"Aku serius Mas, aku simpan hasil tes makanan itu," jawab Resha meyakinkan sang suami.
"Astaghfirullah, siapa yang berniat untuk mencelakai Alia? Apakah mungkin orangtuanya Hanan? Tapi, bukankah mereka sudah bisa menerima Alia?" Hendra bertanya sendiri.
"Aku juga belum tahu siapa orangnya, Mas, aku sengaja menyembunyikan hal ini agar orang dirumah itu tidak menaruh curiga. Dan itulah sebabnya aku meminta Mas Hanan yang menyediakan makan untuk Alia," jelas Resha.
"Baiklah, kalau begitu kamu terus selidiki siapa pelakunya. Jika kamu sudah mengetahui, maka segera beritahu aku," pesan Hendra pada istrinya.
"Baiklah, tolong jangan beritahu hal ini dulu pada Mas Hanan, sebelum aku mendapatkan buktinya."
"Oke, tapi kamu harus terus kabari aku. Dan kamu juga hati-hati makan apapun disana, karena sudah pasti orang itu juga menaruh benci padamu. Karena kamu selalu bersama Alia," ucap Hendra mengingatkan Resha agar lebih-lebih hati-hati.
"Baiklah."
Hendra kembali menjalankan mobilnya untuk menuju pulang. Pria itu sudah tak sabar ingin memberi kejutan pada istri cantiknya. Entah kenapa hatinya selalu berdebar saat mengingat momen romantis itu. Apakah Resha senang dengan kejutan itu? Atau malah sebaliknya, bagaimana jika Resha tidak suka dan marah?
Lelaki yang berumur tiga puluh tahun itu begitu nervous. Entahlah, entah apa yang membuat hati dan jantungnya tidak tenang.
Sementara itu Hanan menyusul Alia masuk ke kamarnya. Ia melihat wanita itu sudah meringkuk diatas ranjang. Hanan membiarkannya untuk istirahat siang, ia segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Selesai mandi, Hanan keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melilit tubuh bagian bawahnya. Alia yang sudah duduk seketika menjerit histeris saat melihat pemandangan itu.
"Tidak! Jangan! Tolong jangan lakukan itu!" pekiknya dengan isakan sembari menyembunyikan wajahnya di kedua tangannya yang terlipat di lutut.
Hanan bingung harus melakukan apa, ia segera mengambil pakaiannya dan dengan cepat mengenakannya.
"Alia, Alia lihat aku. Hei..." Hanan mengusak rambutnya dengan lembut.
"Pergi! Jangan sentuh aku!" ucapnya menepis tangan Hanan dengan kasar.
"Dek, hei, lihat aku." Hanan tak kuasa menahan rasa perih dihatinya saat melihat sang istri masih begitu takut dengannya.
Alia tak menyahut, ia hanya menangis dengan wajah masih bersembunyi dikedua lututnya. Hanan menghela nafas dalam, ia segera keluar dari kamar agar Alia tak takut lagi.
Hanan duduk di kursi meja makan sembari menikmati secangkir kopi hitam. Pria itu melamun dalam keseorangan.
"Ada apa, Hanan?" tanya Evi ikut duduk berhadapan dengan sang putra.
"Tidak apa-apa, Ma," jawab Hanan yang belum siap untuk bercerita kepada sang Mama.
"Han, tadi kamu dan Nova cekcok?" tanya wanita baya itu yang mengira Hanan menyesal karena telah bicara kurang baik dengan Nova.
"Aku tidak merasa cekcok, karena aku tak merasa ada urusan apapun dengannya," jawab Hanan datar.
"Han, kamu kan tahu kondisi Alia yang seperti itu. Apakah kamu tidak berpikir untuk mencari pendamping yang sepadan denganmu? Apakah kamu tidak malu, masa seorang Dokter mempunyai istri yang terkena gangguan jiwa," ucap Evi yang membuat Hanan menatap tak percaya saat mendengar ucapan sang Mama. Pria itu tak jadi menyesap kopinya dan kembali melekatkan diatas tadah.
"Maksud Mama apa?" tanya Hanan. Sebenarnya ia sudah tahu kemana arah pembicaraannya.
"Maksud Mama, apakah tidak lebih baik kamu menikah lagi," jawabnya yang mendapat kekehan kecil dari Hanan.
"Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menikah lagi. Aku tidak akan pernah menduakan Alia. Jadi, mulai sekarang Mama stop memintaku untuk menikah lagi," jawab Hanan dengan tegas.
"Han, Mama hanya ingin yang terbaik untukmu. Sampai kapan kamu bisa bertahan dengan istrimu yang tak bisa melakukan apapun untuk dirimu. Dan bahkan dia tak bisa mengurusi kamu."
"Ma, aku sudah katakan bahwa aku akan mempertahankan Alia. Dan sekarang Alia sudah banyak kemajuan, aku yakin tidak akan lama lagi dia pasti sembuh. Andaipun dia tidak bisa sembuh. Aku sudah berjanji tidak akan pernah mengkhianati pernikahan kami," jelas Pria itu yang segera beranjak dari tempat duduknya.
Evi tak bisa bicara lagi. Dia hanya bisa menghela nafas kasar. "Aku tidak akan membiarkan anakku menghabiskan hidupnya hanya untuk merawat wanita gila itu. Dengan cara apapun aku akan menyingkirkannya," gumam Evi dengan geram.
Sementara itu di kediaman Hendra, saat pulang Resha tak langsung masuk kamar, tetapi ia segera menuju dapur untuk menyeduh dua cangkir minuman hangat.
"Tehnya, Mas," ucap Resha menaruh diatas meja yang ada di ruang tamu.
"Makasih ya." Hendra menerima dengan senyum begitu manis dan mengandung banyak arti.
"Kamu kenapa senyum-senyum gaje begitu Mas?" tanya Resha curiga.
"Hehe... Nggak pa-pa. Kamu nggak pengen tukar baju?"
"Emang kenapa? Jangan bilang kamu mau macam-macam. Ingat perjanjian kita ya, Mas, sebelum ada cinta dihatimu, jangan pernah berbuat diluar batas," ucap Resha mengingatkan kembali sang suami.
"Iya, aku selalu ingat. Tapi menurut aku bagaimana caranya bisa ada cinta diantara kita bila hubungan kita di beri jarak seperti ini? Bukankah adanya kontak fisik membuat pasangan saling ketergantungan, dan disanalah cinta mulai tumbuh," jawab Hendra mengatakan yang sebenarnya.
Resha tak menyahut, sebenarnya mereka halal melakukannya, tetapi ia tak ingin ada penyesalan. Ia takut bila nanti Hendra tak bisa mencintainya. Tapi hati kecilnya merasa berdosa karena tidak memberikan hak sang suami. Sudah tiga tahun menikah hingga kini statusnya masih perawan. Ah benar-benar luar biasa.
"Tenanglah, aku tidak akan pernah meminta hakku bila kamu keberatan. Aku akan sabar menunggu hingga waktu itu tiba," ucap Hendra yang segera beranjak masuk kamar. Ia segera membersihkan diri.
Resha masih terdiam duduk sendiri. Wanita itu tak tahu harus berbuat apa. Apakah ia harus mencoba seperti yang dikatakan oleh Hendra? Apakah benar dengan itu Hendra bisa jatuh cinta padanya?
Dengan langkah gontai Resha masuk kedalam kamar. Namun, seketika langkahnya terhenti saat melihat ada buket mawar dan kotak perhiasan tertata rapi diatas nakas. Dan ia melihat ada sebuah kue tart yang bertuliskan 'Our wedding anniversary'
Seketika ia membekap mulutnya dengan mata berkaca-kaca. Sungguh ia tak menyangka lelaki dinginnya itu bisa bersikap manis dan bahkan dia ingat hari pernikahan mereka.
"Apakah kamu suka?" tanya Hendra yang baru saja keluar dari kamar mandi yang hanya menggunakan bathrobe.
"I-ini kamu yang mempersiapkannya?" tanya Resha dengan suara tercekat.
"Ya, aku ingin memberi kesan indah di hari ulangtahun pernikahan kita. Dan aku punya hadiah untuk kamu." Hendra membuka kotak perhiasan itu, lalu menunjukkan isinya pada Resha.
"Apakah kamu suka dengan hadiah sederhana ini dariku? Maaf bila tak sesuai dengan seleramu," ucap Hendra dengan jantung bertalu-talu.
Bersambung....
Happy reading 🥰
fix no debat