Harap bijak dalam membaca!
Felix yang merupakan anak yatim piatu dengan kepribadian yang cuek dan kasar tinggal di Panti Asuhan Helianthus tapi setelah berumur 10 tahun Panti Asuhan tersebut kebakaran dan yang selamat hanya dia seorang dan 2 petugas dapur.
Akhirnya Felix tinggal di Panti Asuhan Arbor bertemu dengan empat orang anak yang seumuran dengannya dan untuk pertama kalinya membuka diri untuk menjalin persahabatan.
Di sekolah barunya 'Gallagher' ada yang menganggap ia adalah pelaku dari kebakaran tersebut, ada juga yang menganggap ia adalah pembawa sial karena hanya dia anak yang berhasil selamat dan membuat orang di dekatnya menderita.
Saat Felix dipenuhi rasa bersalah untung saja ada sahabatnya Cain dan si Kembar 3 yang selalu menemani dan mereka melakukan banyak petualangan bersama.
Tapi tetap saja ia menganggap dirinya tidak beruntung hingga sebuah kekuatan aneh dalam dirinya muncul dan rambut hitamnya mulai berubah sedikit demi sedikit menjadi hijau.
Apakah benar Felix termasuk orang yang tidak beruntung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ittiiiy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.25 - Memberitahu Kebenaran
Pagi harinya Mertie sudah menunggu di halte bus seperti setrikaan yang daritadi mondar-mandir kesana kemari dan jika ada suara mobil mendekat saja, langsung berbalik memeriksa.
Walau menunggu selama 10 menit tapi Mertie merasa sudah menunggu 10 tahun ingin bertemu Felix dan Cain.
Felix dan Cain turun dari bus dengan tatapan tidak lepas dari Mertie sejak dilihat dari jendela bus yang dari awal bus datang sudah disambut tatapan marah dari Mertie. Senyuman menyebalkan Felix dan Cain yang membuat Mertie ingin segera meledak tapi ditahannya karena ada Teo dan Tom dibelakang mereka.
"Hai ... eh, Mertie kan ya?" sapa Teo.
"Hai Teo, Tom ...." balas Mertie terlihat memaksakan diri.
"Wah kamu tahu nama kami?" tanya Tom
"Siapa sih yang tidak kenal si kembar tiga."
"Wah ... senang mendengarnya ...." Teo dan Tom saling merangkul.
Felix dan Cain tidak memperdulikan Mertie dan hanya berjalan santai dan dengan senyuman penuh arti.
"Kenapa kau menunggu disini? kau sedang menunggu seseorang?" tanya Teo.
"Ah, tidak ... sepertinya dia sudah datang karena tidak muncul-muncul juga."
"Mungkin juga masih dijalan, kami duluan ya ...." kata Tom yang tidak peka lalu meninggalkan Mertie.
Dari halte bus sampai di kelas, Mertie tidak punya kesempatan untuk mlampiaskan amarahnya. Felix dan Cain juga tidak berhenti menatapnya dengan senyuman mengejek membuat Mertie menggigit bibirnya sampai berdarah saking kesalnya.
Akhirnya yang ditunggu-ditunggu jam makan siang pun datang. Felix dan Cain menuju atap sekolah dengan membawa bekal masing-masing diikuti Mertie dibelakang.
"Sampai kapan kau akan mengikuti kami?" tanya Felix sambil menaiki tangga menuju atap.
"Apa yang telah kau lakukan dengan rumah pohonku?" tanya Mertie menggebu-gebu.
"Bersyukurlah kami hanya mengambil barang-barang yang ada disana, Felix bahkan berencana menghancurkan rumah pohonmu ... hahaha," jawab Cain.
"Dimana kalian simpan semua barang yang ada di rumah pohonku? Dimana?!"
Felix dan Cain membuka jas luar seragamnya dan melemparkannya pada Mertie yang berada di bawah tangga.
"Apa-apaan kalian ini?" Mertie menyingkirkan jas Felix dan Cain dari wajahnya.
"Kau yang apa-apaan, sudah tahu kami menulis tugas karena terlambat malah kau lumuri dengan cat berwarna merah muda," Cain menjawab dengan kesal.
"Sudah baik kami tidak melaporkanmu tapi balasannya ini? Sekali lagi kau mengerjai kami akan langsung aku umumkan siapa kau sebenarnya!" ancam Felix.
"Itu juga salah kalian ... jika saja kalian membantuku dari awal ... kalian pikir aku melakukan itu karena suka?" Mertie sudah menurunkan volume suaranya.
"Kami bisa apa? Kau juga bisa apa? Permasalahan yang ingin kau selidiki terlalu berat untuk anak 10 tahun," Felix mulai berjalan lagi menaiki tangga.
"Aku hanya ingin bisa tinggal bersama kedua orangtuaku ...." Mertie terisak, "Karena mengutamakan keselamatanku aku jarang bisa bertemu mereka."
Cain menghentikan langkahnya tapi Felix masih terus berjalan.
"Felix?" Cain memanggil.
"Teo dan Tom ada diatas, kalau kau berteriak lagi mereka akan mendengarmu," kata Felix diikuti Cain juga mulai menaiki tangga lagi.
Mertie kemudian duduk ditangga dengan jas Felix dan Cain ditangannya.
"Felix?"
"Apa?" Felix mulai kesal juga dengan Cain.
"Ayo cepat!" teriak Teo dan Tom.
Mereka berdua akhirnya berhenti saling menatap dan berjalan menuju tempat Teo dan Tom untuk makan siang.
Felix dan Cain tidak saling bicara dan hanya fokus menghabiskan bekal masing-masing. Teo dan Tom sibuk menceritakan anime kesukaannya dan tidak menyadari apa-apa.
Setelah selesai makan siang, mereka bereempat turun tangga dan Mertie sudah tidak ada disana hanya meninggalkan jas Felix dan Cain ditangga.
"Kenapa kau menyimpannya disini?" tanya Teo sambil membagikannya pada Felix dan Cain.
"Tadi kepanasan jadi dibuka," alasan konyol Cain.
Tak lama kemudian hembusan udara dingin menerpa langsung membuat Cain tersenyum malu.
***
Perjalanan pulang ke panti tapi Felix dan Cain masih tidak saling bicara. Teo dan Tom pun akhirnya menyadari ada yang salah dengan mereka berdua dan ikut tidak bicara sama sekali juga. Perjalanan mereka jadi sunyi tanpa suara dan hanya terdengar suara sepatu mereka yang berirama.
Sampai di depan gerbang panti, disana sudah ada Tan yang menunggu dengan botol air. Teo dan Tom langsung berlari menghampiri Tan.
"Felix?" kata Cain.
"Em?" Felix enggan menjawab.
"Ayo kita bantu Mertie!"
"Dari segi manapun itu masalah keluarga Cain," Felix menekankan.
"Setidaknya kita bisa membantu sedikit saja."
Felix menghentikan langkahnya membuat Cain jadi berdebar-debar.
"Ba ... ba ... ik ...." Cain jadi terbata-bata.
"Kenapa kau jadi terbata-bata begitu? Memangnya kau berbuat salah?" tanya Felix, "Sebelum itu kita harus memberitahu mereka dulu ...." lanjutnya.
"Memberitahu?" Cain menatap Felix.
"Kau yakin?" Cain mulai mengerti setelah mengikuti arah pandangan Felix yang sedang menatap tiga kembar.
Akhirnya Felix dan Cain sampai di depan gerbang dan disuguhi air hangat dari Tan, "Bagaimana hari ini?" tanya Tan.
"Aku ingin memberitahu kalian sesuatu."
"Memberitahu apa?"
"Nanti setelah makan malam kalian datang ke kamarku dan Cain!" perintah Felix.
Setelah membersihkan diri dan mengganti baju mereka berlima menuju ruang makan. Seperti biasa sudah sepi hanya tinggal mereka berlima saja. Tan sudah makan malam jadi hanya ikut menemani. Bu Corliss ikut duduk di meja mereka, membawa cangkir tehnya dan membaca koran tanpa sepatah katapun. Mereka berlima juga tidak merasa terganggu dan menganggap biasa hal itu dengan mengobrol seperti biasa tanpa menghiraukan Bu Corliss.
Felix yang duduk berhadapan dengan Bu Corliss melihat gambar kecelakaan kereta api dihalaman depan koran yang Bu Corliss pegang, "Buat apa aku bisa melihat kilasan balik suatu kejadian? Apa untungnya? Harusnya aku bisa melihat masa depan dan menghentikan hal buruk terjadi," kata Felix dalam hati dan mengalihkan pandangan ke makanannya.
Felix yang terlihat tidak peduli tapi dari lubuk hatinya ia juga merasa bersalah. Saat ini saja ia sudah dipenuhi banyak pikiran. Mulai dari rasa bersalah karena kebakaran Panti Asuhan Helianthus yang sepertinya tidak ada selesai-selesainya ditambah lagi perkataan Hantu anak kecil itu yang seperti dongeng tapi rambut Felix Yang sudah mulai ditumbuhi banyak rambut berwarna hijau, kukunya yang bersinar hijau dimalam hari dan bisa menumbuhkan pohon, mata yang bisa melihat suatu kejadian dan telinga yang bisa mendengar suara minta tolong, "Aaahhh!" Felix mencengkeram rambutnya kesal.
"Kau kenapa?" Bu Corliss menurunkan kacamatanya, "Jangan-jangan kau sudah memasuki masa ...." Bu Corliss tidak jadi melanjutkan karena tiba-tiba dipanggil petugas dapur.
***
Setelah mereka selesai makan, Felix dan Cain memimpin jalan, "Ceklek!" suara pintu kamar terbuka.
Cain menyalakan lampu kamar dan tiga kembar langsung memasang wajah melongo melihat kamar Felix dan Cain dipenuhi artikel yang tergantung. Semua barang-barang Mertie ada dikamar itu.
Felix mulai menjelaskan mulai dari identitas Hantu Merah Muda adalah Mertie.
"Jadi semua ini?" tanya Tom.
"Ini semua barang-barang Mertie dari rumah pohon," jawab Cain.
"Jadi benar rumah pohon itu milik hantu merah muda ... maksudku ... Mertie," Teo yang tadinya bersandar di Tan mulai duduk dengan ekspresi penasaran.
"Jadi kenapa kalian memberitahu kami?" tanya Tan.
"Alasan dia mengerjai karena ingin mencari partner untuk menemaninya melakukan penyelidikan," Cain ragu-ragu menjawab sambil menatap ekspresi Felix.
"Penyelidikan?" Teo berdiri mulai membaca artikel itu satu per satu.
"Kami hanya ingin memberitahu siapa identitas hantu merah muda bukannya ingin melibatkan kalian untuk ikut," Felix menegaskan.
"Lalu untuk apa kalian memperlihatkan ini?" tanya Tan.
"Supaya kalian mau sukarela ikut!" jawaban Felix yang membuat Cain melongo kemudian diikuti tawa dari mereka yang membuat kamar Felix dan Cain jadi berisik.
...-BERSAMBUNG-...
endingnya nanggung banget, belum ada cerita setelah felix jadi caelvita loh >.<
selamat felix