Delia Aurelie Gionardo hanya ingin mengakhiri pernikahan kontraknya dengan Devano Alessandro Henderson. Setelah satu tahun penuh sandiwara, ia datang membawa surat cerai untuk memutus semua ikatan.
Namun malam yang seharusnya menjadi perpisahan berubah jadi titik balik. Devano yang biasanya dingin mendadak kehilangan kendali, membuat Delia terjebak dalam situasi yang tak pernah ia bayangkan.
Sejak malam itu, hidup Delia tak lagi sama—benih kebencian, dendam, dan rasa bersalah mulai tumbuh, mengikatnya kembali pada pria yang seharusnya menjadi "mantan" suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadia_Ava02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MBMS - Bab 27 Hilang Akal
Bima berdiri sambil mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah tipis. Ia melangkah menuju rumah Delia. Dari jendela ia dapat melihat bagaimana Delia sangat mencemaskan Devano.
Bima menatap dalam-dalam wajah Delia , air matanya tak berhenti jatuh untuk pria itu. Sesuatu di dalam hati Bima bergetar, sakit, sekaligus pahit untuk diakui bahwa ada ruang yang tak pernah benar-benar bisa ia isi. Ruang itu hanya milik Devano.
Hal itu membuat Bima tersadar, jika ada sesuatu diantara mereka yang belum sepenuhnya selesai, dan Bima tak mau menjadi penghalang diantara mereka.
Dengan senyum getir, Bima akhirnya melangkah mundur.
'Mungkin memang bukan aku tempatmu pulang, Delia.' batinnya lirih, sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan itu.
***
Sementara itu, Delia panik. Tubuh Dev terkulai lemah didepannya. Ia terus menepuk-nepuk pipi Dev, menggenggam erat tangannya, bahkan menunduk untuk mendekatkan wajah.
"Dev... buka matamu, Dev. Kumohon... jangan buat aku takut lagi," ucapnya terisak, seolah semua dinding pertahanan yang ia bangun runtuh saat itu juga.
Tak lama, pintu ruangan terbuka. Dokter masuk bersama Liam yang tampak cemas. Mereka segera menghampiri Dev.
Delia langsung berdiri begitu dokter datang. "Dok, tolong periksa Devano sekarang.." ucap Delia sendu.
"Tenang Nona, jangan khawatir, saya akan memeriksanya sekarang," ucap sang dokter.
Delia segera mundur, memberikan ruang untuk sang dokter memeriksa Delia. Pemeriksaan berlangsung cepat tensi, nadi, dan pemeriksaan singkat lainnya.
Delia menggigit bibirnya, menahan napas setiap detik yang terasa begitu panjang. "Bagaimana keadaannya, Dok?" tanyanya penuh harap, matanya berkaca-kaca.
Dokter menurunkan stetoskopnya, lalu menghela napas panjang. "Tidak ada luka serius. Hanya kelelahan berat, dehidrasi, dan kurang asupan nutrisi. Kondisi ini wajar jika seseorang terlalu menekan dirinya sendiri tanpa memikirkan kesehatan."
Delia terdiam. Kata-kata dokter menusuk jantungnya. Dalam hatinya ia mulai bertanya-tanya, apakah ini karena Delia? Dev terus mencarinya hingga melupakan kesehatannya sendiri?
Delia kembali bersimpuh disamping tubuh pria itu. Dengan rasa kesal, ia langsung memukul dada Devano.
Dug!
"Dasar pria bodoh!" maki Delia, begitu dokter telah pergi bersama Liam.
Dev tak bergeming, wajahnya masih tenang seperti tadi, membuat Delia jadi bisa meluapkan segala kesalahannya pada Devano, perasaan yang ia pendam sendiri selama ini.
"Aku membencimu! Aku membencimu! Untuk apa kamu mencariku! Kamu sendiri yang bilang, jika kamu tidak perduli padaku! Jadi ayo bangun.." kesal Delia sambil mengusap air matanya yang terus keluar.
Ia tak habis pikir, kenapa Dev melakukan hal begitu besar untuknya, padahal selama ini saat Delia selalu disisinya, bahkan Dev tak pernah menganggapnya ada.
Tapi pukulan itu tiba-tiba berhenti ketika tangan Devano tiba-tiba menggenggamnya erat. Tatapan Delia melebar, wajahnya memerah karena merasa seolah baru saja kepergok oleh Devano.
"Kamu mau membuatku sadar, atau mati?" tanya Devano. Matanya masih terpejam, tapi tangannya tak mau melepaskan Delia, bahkan pria itu menaruhnya diatas dadanya.
Dari sana Delia dapat merasakan detak jantung Dev. Dada yang dulu bidang, kini juga telah berubah.
Perlahan Dev membuka matanya, menatap wajah Delia yang sembab. Delia langsung menarik tangannya, tapi genggaman Dev begitu erat.
"Ish! Mati saja sekalian," umpat Delia dengan ketus. Tapi mata basahnya tak bisa berbohong, jika dia benar-benar masih perduli pada Dev.
Dev tersenyum tipis, ia lebih suka melihat Delia seperti ini. Ia marah, mencacinya, kesal padanya. Itulah hal yang Devano rindukan.
"Kamu menangis untukku?" tanya Dev.
Harusnya Dev tak menanyakannya. Hal itu membuat Delia jadi sangat malu sekarang.
"Mana ada! Ak-aku.. aku menangis karena.." belum selesai bicara, tapi tiba-tiba saja satu tangan Dev menarik tengkuk Delia.
Sebelum Delia sempat menolak, Dev mendekatkan wajahnya dan menyatukan kening mereka. "Bahkan aku akan rela mati, asalkan kamu tidak meninggalkanku lagi," bisik Dev, membuat tangan Delia yang ada diatas dadanya bergetar.
"Tapi aku hanya bercan...."
"Aku serius Del, aku mencintaimu," ungkap Devano jujur.
Delia mengerjapkan matanya berkali-kali, mencoba mencerna kata-kata itu. Kata yang akhirnya Devano katakan setelah ia menyerah, kata yang selama ini seolah selalu ia pendam sendiri.
***
"Haaaarrgh....!" teriakan itu memecah kesunyian didalam sebuah apartemen.
Giselle membanting seluruh barang-barangnya seolah telah hilang kendali. Suasana benar-benar kacau. Vas bunga pecah berserakan di lantai, bantal sofa beterbangan, dan suara histeris Giselle memenuhi ruangan. Rambutnya berantakan, matanya sembab, dan napasnya memburu seakan habis berlari jauh.
"Tidak!! Tidak mungkin!!" teriaknya sambil melempar bingkai fotonya bersama Dev ke dinding hingga pecah berkeping-keping. "Aku sudah melakukan segalanya demi dia! Demi Devano! Kenapa dia tetap kembali pada perempuan itu?!"
Tangannya bergetar saat meraih gelas kristal di meja, lalu melemparkannya ke lantai dengan keras. Suara pecahan kaca seakan menambah amarah yang membakar hatinya.
Seorang pria berjas hitam, hanya berdiri dengan wajah menunduk. Ia tahu lebih baik tidak ikut campur dalam amukan Giselle. Pria itu adalah orang kepercayaannya sendiri.
"Tenang Nona, mungkin kita masih bisa melakukan cara lain," ucap pria itu lirih, berhati-hati agar tidak semakin memperkeruh suasana.
Giselle menoleh dengan mata merah menyala. "Cara apa! Aku sudah melakukan segala cara! Aku meracuni pikiran Dev agar membenci Delia, aku juga yang sudah meminta Delia untuk pergi, aku juga sudah memutus semua jaringan pelacak padanya. Dan kau biarkan dia menemukan perempuan itu!"
"Nona, saya sudah_"
"Diam!!" Giselle menunjuknya dengan tangan gemetar. "Kau pikir aku tidak bisa apa-apa lagi, Delia? Aku tidak akan diam! Jika Delia pikir dia bisa kembali dan merebut Dev dariku, maka dia salah besar! Aku akan pastikan dia menyesali hari ketika dia memutuskan kembali ke kota ini!"
Ia menunduk, menangis tersedu tapi dengan suara penuh dendam. "Tidak ada seorang pun... yang bisa merebut Devano dariku... Tidak ada!"
Pria kepercayaannya hanya menelan ludah, menahan rasa ngeri melihat tatapan wanita yang kini benar-benar seperti orang kehilangan akal.
Dev jangan jadi di paksa Delia nya
di bujuk secara halus dunk🤭
kasih maaf aja Del tapi jangan cepat² balikan lagi ma Dev
hukumnya masih kurang 🤣
Akui aja toh kalian kan sudah bercerai
biar Dev berjuang samapi titik darah penghabisan 🤭
semangat ya Dev awal perjuangan baru di mulai
kak sekali² cazy up dunk kak🤭🤭
Biar bisa lihat cicit nya
semua butuh waktu dan perjuangan 🤭🤭
Siksa terus Dev dengan penyesalan 🤗🤗🤗
Makan to rencana mu yg berantakan 😏😏
Ayo Dev Nikmati penyesalan mu yg tak seberapa 😄😄
jangan pakai acara nangis Bombay ya Dev 🤣🤣🤣
biar nyesel to Dev
bila perlu ortu Dev tau kalau mereka sudah cerai dan bantu Delia buat sembunyi
soalnya mereka pasti senang kalau tau bakalan punya cicit sama cucu🤭🤭
tunggu karma buatmu ya Dev 😏😏