NovelToon NovelToon
Sampai Cinta Menjawab

Sampai Cinta Menjawab

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Penyesalan Suami / Percintaan Konglomerat / Nikah Kontrak
Popularitas:782
Nilai: 5
Nama Author: BYNK

Demi kabur dari perjodohan absurd yang dipaksakan oleh ayahnya, Azelia Nayara Putri Harrison nekat meminta bantuan dari seorang pria asing yang ditemuinya secara tidak sengaja di jalan.

Namun pria itu bukanlah orang biasa—Zevian Aldric Rayford Steel, pewaris utama keluarga Steel; sosok yang dingin, ambisius, arogan, dan… anehnya, terlalu cepat jatuh hati pada wanita asing yang baru ditemuinya.

Saat Zevian menawarkan pernikahan sebagai jalan keluar dari imbalan yang dia minta, Nayara menyetujuinya, dengan satu syarat: pernikahan kontrak selama 2400 jam.
Jika dalam waktu itu Zevian gagal membuat Nayara percaya pada cinta, maka semuanya harus berakhir.

Namun bagaimana jika justru cinta perlahan menjawab di tengah permainan waktu yang mereka ciptakan sendiri? Apakah Zevian akan berhasil sebelum kontrak pernikahan ini berakhir?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BYNK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26: Pertunangan

“Bencilah Papa sesukamu... tapi jangan lupa, kamu ada di dunia ini karena Papa. Kamu menyayangi Mama, begitu juga dengan Papa. Setiap orang punya kesalahan, Nay... Dan dirimu, kamu... bukan hanya ada karena Mama saja, tapi juga karena Papa.” ujar Anthony melanjutkan.

•••

Anthony berjalan dengan pelan menuruni tangga mewah yang melingkar di rumah nya itu, pandangan nya itu langsung teralih pada semua orang yang duduk di ruang tamu yang terlihat bingung kenapa Nayara menghilang selama itu padahal hanya untuk memanggil sang ayah.

Saat di pijakan tangga terakhir Anthony melirik sekilas kearah Poto Keluarga nya dahulu, dia melihat dirinya, Maria, dan juga Nayara yang masih kecil. Poto yang dia ambil sebelum dia mengambil langkah salah dalam hidup nya yang menghancurkan kepercayaan Maria terhadap nya, dia menyesal, merutuki kebodohan nya di masalalu tapi mau apa semua penyesalan itu sudah tida berguna lagi.

Setibanya di ruang tamu keluarga Harrison, suasana berubah menjadi lebih formal dan penuh wibawa. Anthony Harrison, pemilik rumah sekaligus kepala keluarga Harrison, melangkah masuk dengan tenang. Sorot matanya tajam namun lelah, dan tubuhnya yang tegap masih memancarkan karisma seorang pria yang lama memimpin sendiri sejak kepergian mendiang istrinya, Maria.

Tanpa banyak basa-basi, Anthony mengambil tempat duduk di sofa kosong, tepat di hadapan keluarga Steel yang sudah menunggunya. Vince duduk berdampingan dengan sang istri, Dira, sementara Zevian duduk sedikit condong ke depan, menandakan keseriusan. Wajah mereka tampak tenang namun membawa maksud yang dalam—kunjungan ini bukan kunjungan biasa.

“Selamat malam… Maaf saya sedikit terlambat. Ada urusan pekerjaan yang tidak bisa saya tinggalkan,” ucap Anthony, suaranya dalam, berat, dan tetap berwibawa meski terdengar sedikit letih.

Vincenzo langsung menanggapi dengan sopan. Sebagai kepala keluarga Steel, dia terbiasa menjaga etika, terlebih dalam momen penting seperti ini.

“Selamat malam juga, Tuan Harrison. Tidak masalah sama sekali. Kami justru khawatir kunjungan kami yang mendadak ini mengganggu waktu istirahat Anda,” balas Vince dengan senyum tipis dan suara yang hangat.

Anthony membalas dengan anggukan kecil, gestur yang menunjukkan penerimaan namun tetap menjaga jarak. Dia lalu mengarahkan pandangannya secara bergantian kepada Vince, Dira, Valen, dan terakhir pada Zevian—putra sulung keluarga Steel, yang kini duduk dengan aura dingin namun teguh.

“Tentu tidak masalah. Jadi… apa yang membawa keluarga Steel kemari malam ini?" ujarnya pelan namun tegas.

Vincenzo saling bertukar pandang singkat dengan istrinya, Dira, sebelum ia mengangguk pelan. Sebagai pemimpin keluarga Steel, dia tahu benar bahwa setiap kata yang keluar dari mulutnya membawa nama baik keluarganya. Maka, saat dia membuka suara, suasana terasa semakin tenang namun penuh makna.

“Begini, Tuan Harrison,” ucap Vince pelan namun mantap. “Malam ini kami datang membawa maksud yang sangat serius dan sakral. Sebuah niat yang tidak hanya mewakili kehendak keluarga kami, tapi juga harapan masa depan putra kami, Zevian.” Ujar nya.

Anthony mendengarkan dengan seksama, sikapnya tetap tenang namun sorot matanya tajam membaca setiap nada dari ucapan lawannya. Ia merapatkan kedua tangan di atas pangkuannya, menunggu lanjutan pernyataan itu.

Vince melirik sekilas pada Zevian—yang hanya mengangguk kecil tanpa berkata sepatah pun—sebelum kembali berbicara.

“Kami ingin menyampaikan bahwa keluarga kami berniat meminang putri Anda… Nayara, untuk menjadi pendamping hidup Zevian.” lanjut nya lagi.

Ruang tamu mendadak terasa hening, seolah waktu ikut berhenti. Tak ada suara selain denting jam yang tergantung di sudut ruangan. Dira menggenggam tangannya sendiri di pangkuan, menjaga sikap anggun dan sopannya. Sementara Zevian tetap menatap lurus ke depan, wajahnya tanpa ekspresi, namun tangan kirinya mengepal halus di atas lutut.

Anthony masih menatap Vince tanpa berkata-kata. Tak ada keterkejutan di wajahnya, seakan ia telah menduga arah pembicaraan. Namun ia juga tidak langsung menjawab. Ia menarik napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan sebelum bersuara.

“Lamaran, ya…” gumamnya, nadanya berat dan sarat makna. Dia menggeser posisi duduknya sedikit, memperlihatkan bahwa dia sedang mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh. Dia terlihat kembali tersenyum formal lalu kembali berucap.

"Selama ini putri saya tidak pernah memperkenalkan pria manapun, saya cukup terkejut saat dia berkata jika dia akan di lamar apalagi oleh putra pertama Keluarga Steel. Tapi putri saya belum selesai dengan pendidikan nya," lanjut Anthony.

Vincenzo mendengarkan dengan saksama, lalu mengangguk pelan sebagai bentuk penghormatan atas kejujuran dan sikap terbuka Anthony.

“Saya memahami kekhawatiran Anda, Tuan Harrison, kami tidak berniat memaksa ataupun mengambil keputusan sepihak. Justru, kami datang untuk membicarakan semuanya secara terbuka dan terhormat, termasuk mempertimbangkan pendidikan Nayara yang belum selesai.” ujar Vince dengan nada tenang.

Anthony mengangkat alis sedikit, lalu melirik ke arah Dira yang duduk di samping suaminya. Tatapan wanita itu lembut, nyaris seperti ibu yang menantikan calon menantu perempuannya dengan harapan besar. Anthony kembali mengalihkan pandangannya pada Vince.

“Lalu... bagaimana rencana keluarga Anda mengenai masa depan Nayara jika lamaran ini diterima? Mengingat dunia yang kalian jalani sangat berbeda dari kehidupan anak saya selama ini.”ujar Anthony meskipun tatapan mata nya pada Vince tapi jelas pertanyaan itu di tujukan pada Zevian.

Zevian yang sejak tadi hanya diam, akhirnya bersuara. Suaranya dalam, tenang, dan penuh ketegasan yang tak dibuat-buat.

“Jika Nayara bersedia menerima saya, maka dunia saya akan menyesuaikan diri untuknya—bukan sebaliknya. Pendidikan, mimpi, dan pilihan hidupnya tidak akan kami batasi. Saya hanya ingin ada di sisinya, mendampinginya, bukan mengendalikannya.” Ujarnya yang mana membuat Anthony sedikit terdiam, lalu mengangguk tipis—tidak sepenuhnya menunjukkan restu, tapi ada rasa menghargai ketulusan di balik ucapan Zevian.

“Baiklah,” ucapnya akhirnya. “Saya tidak bisa memberikan jawaban sepenuhnya malam ini. Nayara adalah anak saya satu-satunya, dan saya ingin mendengar langsung pendapatnya. Jika dia bahagia dengan keputusan ini… maka saya tidak punya alasan untuk menolak.” jelas Anthony. Beberapa saat hening hingga akhirnya Indira kembali membuka pembicaraan.

“Maaf, Tuan, di mana Nayara? Tadi saya melihatnya turun bersama Anda, tapi kenapa dia tidak ikut bergabung?” tanya Dira dengan nada penasaran.

“Akh, itu… saya kurang tahu, mungkin sedang di kamar mandi.” balas Anthony tersenyum sopan.

Tak lama setelah ucapan itu, Nayara muncul dari arah belakang. Dia berjalan pelan dan duduk di samping ayahnya. Semua mata langsung tertuju padanya, namun tidak seorang pun berani membuka pembicaraan. Mereka bisa melihat jelas mata Nayara yang sedikit bengkak, tanda jelas bahwa ada sesuatu yang terjadi, meskipun mereka tidak tahu persis apa.

“Tuan, saya tidak ingin memaksakan kehendak saya maupun keluarga, tapi jika Anda tidak keberatan menyerahkan putri Anda untuk putra kami, kami akan merasa sangat terhormat.” ujar Vince memecah keheningan, mendengar itu Anthony mengangguk pelan.

“Tentu, Tuan Steel. Tapi semua itu tergantung pada putri saya. Jika dia bersedia menerima ini, saya akan mendukungnya, walaupun berat sekali bagi saya melepaskannya. Sebenarnya, saya sudah berencana mengirim Nayara ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya. Apalagi, sebelum nya juga sudah ada pria yang lebih dulu melamar Nayara,” Senyum tipis mengembang di wajah Anthony, meskipun ada kesan getir di baliknya, Vince menatap Nayara dengan penuh harap.

"Melamar Nayara?" tanya Vince sedikit terkejut mendengar itu. Anthony mengangguk mengiyakan.

"Benar tuan, belum lama kamu juga hampir menggelar acara lamaran, tapi ya begitu..." Anthony menatap Nayara sekilas lalu kembali bicara "... Mungkin Nayara tidak cocok, dan memilih kabur dari acara nya, semoga kali ini tidak," lanjut nya yang membuat Zevian menatap Nayara sekilas, sebelum akhirnya suara Vince memecah keheningan.

“Jadi, Nayara… apakah kamu bersedia menjadi bagian dari keluarga kami?” tanya nya yang membuat Nayara yang sejak tadi menundukkan kepala akhirnya mendongak. Matanya mencari tatapan ayahnya di samping, namun Anthony hanya diam, sibuk mengambil secangkir teh di depannya, seolah mengabaikan tatapan penuh pertanyaan dari Nayara. Dengan suara yang bergetar, Nayara menjawab.

“I… iya…” jawab nya lirih.

Rasanya sangat berat mengambil keputusan ini. Namun, hatinya telah terlanjur terpaut pada Indira. Wanita itu telah berhasil menarik simpati Nayara sejak pertemuan pertama mereka. Dia tahu, jika pernikahan ini gagal, bukan hanya nama keluarga Steel yang akan tercoreng, tetapi juga hati seorang ibu yang terluka karena dibohongi oleh putra sulungnya.

Suasana pun berubah lebih hangat. Senyum-senyum kecil terukir di wajah semua orang, menandakan bahwa jawaban Nayara sudah cukup untuk memenuhi harapan mereka malam itu.

Sekilas, pandangan Nayara bertemu dengan Zevian. Ada sesuatu yang sulit diungkapkan dalam tatapan mereka. Akhirnya, Anthony kembali berbicara, memecah keheningan yang menyelimuti ruangan.

“Sepertinya Nayara memang sangat bersemangat untuk ini. Jika begitu, tidak ada alasan bagi saya untuk menolak,” ujarnya. Suaranya terdengar datar, seperti sedang menahan sesuatu yang tak mampu ia luapkan di hadapan semua orang.

“Saya senang mendengar itu, Tuan. Sebenarnya, saya merasa tidak enak karena sudah merencanakan hal ini sejak awal. Bahkan, mungkin acara seperti ini yang seharusnya dilakukan di permulaan malah justru kami lakukan di saat-saat menjelang hari-H,” ujar Vince dengan nada tenang, khas pria dewasa yang bijaksana.

“Saya sudah dengar kabar itu. Keluarga Steel telah mengumumkan pernikahan ini satu bulan yang lalu. Saya pikir itu tidak ada hubungannya dengan saya. Nayara memang sedikit tertutup pada saya. Saya tidak menyangka dia bisa seterbuka itu pada orang lain,” balas Anthony. Nada suaranya tenang, namun cukup untuk membuat Nayara meliriknya sejenak—dia tahu, sang ayah sedang menyindirnya.

“Terkadang memang seperti itu, Tuan. Cinta pada lawan jenis bisa mengalahkan rasa cinta pada keluarga sendiri. Tapi, Tuan, saya sebagai orang tua dari putra saya sendiri sangat berterima kasih karena Anda telah menerima niat baik kami dengan tangan terbuka,” sahut Vince dengan tulus.

“Terima kasih kembali, Tuan. Jadi, pernikahannya akan dilaksanakan satu minggu lagi, benar? Saya membacanya di artikel,” ujar Anthony, ingin memastikan.

“Benar seperti itu, Tuan. Oleh karena itu, kami juga sudah mempersiapkan diri untuk malam ini. Bukankah akan lebih baik jika mereka bertukar cincin sebagai tanda peresmian hubungan ini?” tanya Vince yang membuat Anthony terdiam sesaat sebelum menjawab.

“Saya ikut saja…” Ucapannya terdengar singkat dan tanpa intonasi. Vince hanya tersenyum tipis mendengar tanggapan itu, lalu mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna hitam dari saku jasnya.

Saat dibuka, dua buah cincin berlian tampak terpasang rapi di dalamnya. Cincin itu memantulkan cahaya dari lampu gantung kristal di atas mereka, menebar kilauan mewah yang seolah menyihir siapa pun yang menatapnya. Berlian utama pada masing-masing cincin tampak bening sempurna, dikelilingi oleh aksen kecil yang dirancang melingkar, menciptakan kesan elegan sekaligus anggun. Itu bukan sekadar cincin pertunangan—itu simbol status, kemewahan, dan ikatan yang akan mengubah hidup keduanya.

Vince menyerahkan kotak itu kepada Zevian, yang menerimanya dengan tenang dan penuh wibawa. Sementara itu, Nayara hanya bisa menunduk. Tatapannya jatuh pada lantai marmer yang dingin, seolah mencari perlindungan dari keramaian suasana di sekelilingnya.

“Nayara… pindah ke dekat Zevian,” pinta Dira dengan lembut, namun cukup jelas untuk didengar semua orang.

Nayara tersentak. Dia sedang melamun dan ucapan itu membuatnya kembali sadar. Semua orang tampaknya menyadari ketidakhadirannya secara emosional, tapi tidak ada yang berkata apa-apa. Nayara menarik napas perlahan, menenangkan diri, lalu berdiri dan melangkah sopan ke samping Zevian.

Zevian menyambutnya dengan senyum tipis saat Nayara duduk di sisinya. Namun Nayara hanya menatap hampa pada cincin yang kini terletak di atas meja kaca di hadapan mereka—berkilauan, indah, tetapi juga membawa beban yang berat dalam diamnya.

“Mungkin silakan dimulai. Semakin cepat, semakin baik. Tidak baik jika menunda-nunda niat baik,” ujar Anthony, suaranya terdengar tenang namun tegas. Ucapan itu disambut senyum hangat dari Vince dan Dira.

“Zevian… pasangkan cincin itu pada Nayara. Dan Nayara, lakukan hal yang sama pada Zevian,” ujar Dira, memberikan instruksi dengan suara lembut tapi pasti. Tatapan Anthony tak lepas dari putrinya—dalam, seolah mencoba mencari tahu isi hati Nayara yang masih tertutup baginya.

Zevian mengambil cincin dari dalam kotak beludru, memegangnya dengan kedua tangan sebelum berbalik ke arah Nayara. Dengan gerakan perlahan dan penuh ketenangan, dia menyematkan cincin berlian itu di jari manis tangan kiri Nayara. Cincin tersebut melingkar sempurna, berkilau anggun, seakan menjadi mahkota mungil yang menghiasi jemari perempuan itu.

Tatapan Zevian mengunci mata Nayara.

“Terima kasih, Nayara,” ucapnya pelan namun dalam. Ucapan itu terdengar seperti bisikan dari hati yang tak ingin membebani, tetapi juga tidak ingin melepaskan.

Namun, ketika giliran Nayara, gadis itu hanya diam. Tatapannya kosong. Sejenak, suasana menjadi canggung. Dira dan Vince saling berpandangan, bingung dengan reaksi Nayara yang mendadak terhenti di tengah prosesi. Anthony, yang menyadari keganjilan itu lebih cepat daripada yang lain, akhirnya angkat suara.

“Nayara… bukankah kita harus segera menyelesaikannya?” ujar Anthony, lembut tapi penuh tekanan tersirat. Nayara tertegun. Ia menatap satu per satu wajah yang menatapnya, seolah tersadar bahwa semua mata kini tertuju padanya.

“Maaf… maaf… aku sedikit tidak enak badan,” ucap Nayara, mencoba tersenyum kecil. Tatapannya kembali ke tangannya—jari manisnya yang kini telah dihiasi sebuah cincin berlian nan cantik. Dia bahkan tidak sadar kapan cincin itu terpasang. Semuanya terasa seperti kabur dalam pikirannya.

Setelah menarik napas panjang, dia mengambil satu cincin lagi dari dalam kotak. Dengan gerakan ragu, dia mencoba menyematkan cincin itu ke jari manis Zevian. Namun, sebelum sempat terpasang, cincin itu tergelincir dari genggamannya—jatuh ke lantai dengan suara ringan namun mengejutkan.

“Oh tidak…” gumam Nayara refleks. Semua orang langsung bergerak, membantu mencari di bawah kursi dan meja.

Untungnya, cincin tersebut hanya menggelinding sedikit dan ditemukan kembali tanpa luka atau lecet. Nayara, dengan wajah sedikit memerah, akhirnya berhasil menyematkannya di jari manis Zevian. Detik itu, cincin telah terpasang di tangan keduanya—resmi sudah prosesi pertunangan mereka.

Senyum mengembang di wajah semua orang, kecuali Anthony. Tatapannya kosong, dingin. Entah apa yang dipikirkannya, pria itu hanya menatap lurus ke depan, seolah semua ini tidak memiliki arti apa pun baginya.

“Puji Tuhan… akhirnya harapan kita terlaksana. Ini sebuah kehormatan, sekaligus kepercayaan yang pasti akan kami jaga,” ujar Dira, wajahnya bersinar lebih dari sebelumnya. Kebahagiaan tampak nyata dari sorot matanya yang berbinar. Anthony hanya mengangguk pelan dan menyunggingkan senyum kecil yang tidak sampai ke matanya.

“Mari, silakan,” ucap Anthony kemudian, mempersilakan tamu-tamunya untuk menikmati hidangan di meja yang telah disiapkan dengan rapi dan elegan.

“Tuan… Untuk menandai momen penting dan hubungan yang akan segera terbentuk, kami membawa sebuah simbol kecil dari keluarga kami,” kata Dira, dan Anthony menatapnya lekat, tersirat rasa hormat.

Dira tersenyum tipis, lalu dengan tangan anggun dia menyerahkan sebuah kotak kecil berlapis beludru hitam. Kotak itu dibuka pelan, memperlihatkan bros antik berbentuk burung merak yang dihiasi safir biru.

"Itu sangat indah, terimakasih banyak Nyonya Steel" ujar Anthony tersenyum tipis lalu menyentuh nya sekilas sebagai tanda dia menerima barang tersebut. Namun di tengah semua itu tiba-tiba, dering telepon menggema di seluruh ruangan yang tengah hening. Semua orang sontak menoleh.

“Maaf…” ujar Vallen, bangkit dari duduknya dan berjalan cepat keluar ruangan untuk menerima panggilan tersebut.

Sementara itu, Vince dan Dira mulai membahas detail pernikahan dengan Zevian dan Nayara. Meski Anthony tetap terlihat datar, tanpa ekspresi yang jelas, ia mendengarkan semua rencana yang disampaikan. Nayara dan Zevian hanya menyahut sesekali, seperti dua aktor utama dalam naskah besar yang belum mereka pilih sendiri, tetapi harus tetap mereka jalani—setidaknya, untuk saat ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!