NovelToon NovelToon
EXONE Sang EXECUTOR

EXONE Sang EXECUTOR

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Dunia Lain
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Aegis zero

Seorang penembak jitu tewas kerena usia tua,dia mendapatkan dirinya bereinkarnasi kedunia sihir dan pedang sebagai anak terlantar, dan saat dia mengetahui bahwa dunia yang dia tinggali tersebut dipenuhi para penguasa kotor/korup membuat dia bertujuan untuk mengeksekusi para penguasa itu satu demi satu. Dan akan dikenal sebagai EXONE(executor one) / (executor utama) yang hanya mengeksekusi para penguasa korup bahkan raja pun dieksekusi... Dia dan rekannya merevolusi dunia.



Silahkan beri support dan masukan,pendapat dan saran anda sangat bermanfaat bagi saya.
~Terimakasih~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aegis zero, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

refreshing

Cahaya lembut matahari menyusup di sela-sela pepohonan, menyinari dedaunan yang basah oleh embun. Udara pagi dipenuhi aroma tanah yang segar dan desahan syukur warga yang menyambut pulangnya anak-anak mereka. 

Kini kelompok Exone mulai pergi dari kota IARES dengan senyap tanpa diketahui para warga. Sebelumnya mereka sudah berpamitan dengan penguasa kota yang baru dan arya menyerahkan kertas yang berisi bagaimana cara membangun kota kepada Zeni.

Beberapa menit kemudian, kendaraan mereka meluncur tenang di jalanan berbatu, meninggalkan kota Iares di kejauhan..

""Ar, aku mau nyoba juga dong kendarain benda ini," kata Dina, setengah menggoda.

"Jangan kak! Nanti nyasar," jawab Gamma cepat, membuat Arya tertawa.

"Apa?!" Dina terkejut gamma bilang seperti itu.

"Hahaha gamma makin ahli ngejek orang!" Arya tertawa keras.

"Kamu jahat sekali gamma-chan." Ucap dina dengan wajah cemberut.

"Padahal gamma mengatakan yang sebenarnya." Venus menyeringai.

"Terserahlah. Aku mau tidur,” gumam Dina kesal, lalu memalingkan wajah dan menarik selimut..

"Hehehe, kak tujuan kita selanjutnya kemana?" Tanya gamma.

"Kata Zeni ada kota di timur yang katanya sebagai rekan bisnis ayahnya. Kalau ga salah namanya UTERI."

"Dia ngasih informasi seperti itu?!" Tanya gamma.

"Ya, dia mulai tahu mana yang terbaik untuk kotanya."

"Venus menguap malas dan menyender di pintu kamar. “Hei nak, keluarin bir dong…”

"Ini masih pagi kak!" Kata gamma.

"Gapapa reisa-chan! Bir adalah vitamin untuk tubuh!" Balas venus santai.

"Jangan ajari gamma yang buruk venus!" Tegur arya.

"Bukan buruk kok, cepatlah keluarin!" 

"Iya iya." Arya mengeluarkan bir dengan enggan. "Kamu minum dikamar mu saja sana nanti tercium sama gamma."

"Iya, baiklah." Venus perlahan pergi. "Bye reisa-chan." Melenggang masuk kekamarnya sambil memegang sebotol bir.

"Iya kak!" Jawab gamma ceria.

Kendaraan buatan Arya lebih menyerupai rumah berjalan daripada sekadar alat transportasi. Di dalamnya terdapat kamar tidur pribadi, dapur kecil, toilet, dan ruang tamu yang nyaman.

Melirik ke arah jendela sebelum bertanya. "Gamma,kamu ga tidur?

"Nanti kak."

"Tidur sana, lihatlah dina sudah tidur itu." Melirik ke gamma.

"Tapi aku mau melihat lihat pemandangan kak!" Gamma dengan suara melas sambil memandang pepohonan.

"Pemandangan? Kamu suka melihat lihat pepohonan yang dilewati ya?" Tanya arya sambil melirik.

"Iya, rasanya nenangin." Wajah gamma ceria menatap dari jendela.

"Hahaha, kalau misal ngantuk jangan dipaksakan ya!" 

"Iya kak!"

“Sudah sampai nih,” ucap Arya, mencoba membangunkan mereka.

“Hooaam~ Udah sampai, Kak?” tanya Gamma dengan wajah masih kusut.

"Iya, sudah.” Arya memberikan handuk pada Gamma.

"Pemandian sudah siap, kalian mandi dulu, ya.”

“Kamu nggak mandi, Ar?” tanya Dina masih separuh mengantuk.

“Tadi sudah.”

“Ara~ kenapa nggak mandi bareng, Nak?” goda Venus dari balik selimut.

“Apa?! Ayo lah, aku nggak masalah mandi lagi sama kamu, Venus,” balas Arya santai.

“Mesum!” seru Dina dengan pipi merah padam.

Venus tertawa kecil. “Ara~ kenapa kamu yang malu-malu, Dina? Jangan-jangan kamu juga pengen mandi bareng Arya, ya?”

“T-Tidak!” Dina buru-buru pergi ke pemandian.

“Hahaha! Jahat banget sih, Dina, masa nolak aku!” ujar Venus dengan gaya lebay.

Dalam hati, Venus tersenyum. "Dina malu-malu, Arya nggak peka. Pasangan yang menarik."

Gamma menatap polos. “Kak, kenapa pria nggak boleh mandi sama wanita?”

Arya mengelus kepala Gamma. “Tubuh perempuan itu suci, Gamma. Nggak boleh diperlihatkan ke lawan jenis sembarangan.”

“Suci? Kenapa?”

“Karena setiap orang punya batasan yang ingin dijaga. Makanya disebut bagian suci.”

Gamma tampak berpikir, lalu berkata santai, “Tapi aku nggak keberatan kok, nunjukkin ke Kakak.”

“H-Hah?!” Arya panik.

“Hei, Venus, tolong ajari Gamma…” Arya buru-buru pergi.

Venus mendekati Gamma, menggandeng tangannya lembut.

"Reisa-chan, jangan dipikirkan dulu. Nanti kalau kamu dewasa, kamu pasti paham.”

Arya pun melanjutkan membereskan barang dan memasukkan kendaraan ke penyimpanan.

“Hei, aku ke kota dulu, ya! Kalau kalian udah selesai, kabari!” teriak Arya dari luar.

“Iyaaa~!” jawab Gamma dan Dina serempak.

Dan di pemandian:

“Dina-chan, kamu suka Arya ya?” tanya Venus dengan nada usil.

“A-Apa?! Suka?! Siapa juga yang suka dia!” Dina langsung memerah. “Maksudku, dia hebat sih… jadi mana mungkin aku cocok.”

“Ara~ nggak apa-apa suka kok. Atau… biar aku aja yang dapetin Arya?” nada usil.

“Apa?! Kamu kan udah tua! Sadar umur dong!”

“Apa?! Siapa yang kamu bilang tua?! Nih lihat masih kenceng nih!” Venus menunjuk dadanya.

“Aku juga suka Kak Arya, kok!” ucap Gamma tiba-tiba, santai.

“Eh? Gamma juga?!” Dina dan Venus serempak.

“Iya. Kak Arya itu keren banget! Aku suka dia! Aku ingin menjadi seperti kak arya yang menolong banyak orang!" Ucap gamma sambil melihat keatas.

"Haaa... Ternyata seperti itu." Mereka lega.

Sementara itu…

“Achoo!” Arya bersin di luar. “Kenapa tiba-tiba bersin? Padahal cuacanya hangat…”

Sesampainya di kota Uteri, kesan pertama yang muncul di benak Arya adalah... kekosongan.

“Kotanya seperti di Kerajaan Belmera dulu... banyak warga yang kelaparan, sampah berserakan, tidak ada anak-anak berkeliaran, dan... kenapa wanita yang ada cuma wanita tua semua?” pikir Arya dalam diam, melangkah di tengah jalanan yang sepi.

Sorot matanya menelusuri setiap sudut. Kecurigaan mulai tumbuh dalam hatinya.

“Jadi bukan hanya anak-anak, tapi para wanita muda pun diculik. Yah... memang penculikan tak pandang bulu.”

Ia memutuskan untuk tidak berlama-lama di tempat itu. Ada sesuatu yang harus ia siapkan. Sesuatu untuk perjalanan dan... untuk rencana ke depan.

“Baiklah, aku mau mencari beberapa bahan dulu.”

Ia berjalan menuju toko yang cukup besar di sudut kota.

Kerchak. Suara pintu kayu berderit ketika dibuka.

“Selamat datang,” sapa penjaga toko tanpa banyak ekspresi.

“Permisi, Pak. Apa ada kertas, alat tulis, dan beberapa jenis cat?” tanya Arya dengan sopan.

“Ada. Silakan cari sendiri di rak sebelah sana,” jawab penjaga itu tanpa beranjak dari tempat duduknya.

“Baik. Terima kasih.”

Arya mencari barang-barang yang ia perlukan: beberapa tumpukan kertas kosong, pena dan tinta, serta cat dengan beberapa warna berbeda. Ia mengumpulkannya, lalu membawa semuanya ke meja kasir.

“Ini semua berapa, Pak?”

Penjaga itu memperhatikan barang-barang yang Arya letakkan. “Banyak juga belanjanya. Kalau boleh tahu... untuk apa?”

“Oh, saya hanya disuruh seseorang. Tugas dari bos, Pak.” Arya tersenyum kecil, memilih untuk tidak membocorkan apa pun.

“Begitu, ya? Harganya 1 koin emas.” 

“Baiklah.” Arya mengambil dua koin dari kantong dan meletakkannya di atas meja.

“Terima kasih banyak. Tapi... bagaimana caramu membawanya? Ini cukup banyak.”

“Oh, saya punya tas penyimpanan.” Arya membuka tas buatan sendiri dan memperlihatkannya sekilas. Ia memang sengaja menciptakan tas itu agar bisa digunakan di depan umum tanpa menimbulkan kecurigaan.

“Wah, barang mahal tuh!”

“Hahaha. Ini warisan dari nenek saya,” jawab Arya santai sambil memasukkan semua barang ke dalam tas.

“Datang lagi, ya!”

“Pasti, Pak. Terima kasih banyak.”

Arya keluar dari toko dan kembali menyusuri jalanan kota yang muram. Sekilas, ia menatap tumpukan kertas dalam tasnya.

“Kertas dan alat tulis ini untuk membuat perencanaan pembangunan di kota-kota yang akan ku bebaskan selanjutnya. Sedangkan cat... aku ingin membuat permainan. Supaya mereka bertiga tidak jenuh.”

Ia berjalan perlahan menuju jalan keluar kota. Pikirannya terus berputar.

“Hmm... catur? Mahjong? Tapi mahjong sepertinya rumit untuk Dina dan Gamma. Mungkin kartu remi buatan sendiri dari potongan kertas bisa jadi pilihan.”

Suara beep! beep! dari alat komunikasinya berbunyi. Sinyal aktif.

“Sudah selesai?” tanya Arya.

“Sudah,” jawab suara Dina.

“Baik, aku ke sana sekarang.” Arya menutup komunikasi, lalu menggunakan Teleportasi dari kota menuju tempat mereka berkemah.

Sesampainya di tempat pemandian yang mereka gali sebelumnya, Arya melihat mereka sedang beres-beres.

“Tidak ada barang tertinggal, kan?” tanyanya sambil memeriksa.

“Tidak, Kak!” seru Gamma sambil mengangkat alat mandi.

“Baiklah. Earth Craft Cancel! Earth Vacuum!” Dengan dua mantra singkat, pemandian buatan itu hilang begitu saja, menyatu kembali dengan tanah seperti tidak pernah ada apa pun di sana.

Dina mendekatinya. “Langsung ke kota, Ar?”

Arya menggeleng. “Tidak. Kita di sini dulu. Dikota itu sangat sepi, bukan hanya anak anak saja yang tidak terlihat tapi wanita wanita muda pun tidak ada sama sekali."

Ia membuka tas penyimpanannya dan mengeluarkan semua bahan yang tadi dibeli.

“Eh? Apa itu, Ar?” tanya Dina penasaran.

“Ini bahan-bahan untuk membuat sesuatu,” jawab Arya sambil menata barang-barang di atas tanah datar.

“Mau buat apa?” tanya Venus, menyilangkan tangan sambil memperhatikan dari kejauhan.

“Permainan. Biar kita nggak jenuh di perjalanan,” jawab Arya, mulai mengambil sebongkah kayu dan memahatnya perlahan.

“Permainan? Dari kayu?” Gamma ikut mendekat, penuh rasa ingin tahu.

“Iya. Namanya catur. Tapi ini bukan sekadar permainan biasa.” Arya menatap mereka satu per satu.

“Kenapa begitu?” tanya Dina.

“Karena permainan ini bisa melatih cara berpikir, strategi, dan kemampuan membaca gerak lawan. Sangat cocok untuk kita semua—supaya tidak gegabah mengambil keputusan.”

Dengan penuh kesabaran, Arya mengikis permukaan kayu, mulai membentuk papan dan bidak-bidak catur satu per satu.

Matahari mulai bergeser ke barat, namun di bawah bayang-bayang pohon yang tenang itu, suara ukiran dan tawa kecil menemani siang mereka.

1
luisuriel azuara
Karakternya hidup banget!
Nandaal: terimakasih banyak
total 1 replies
Ani
Gak sabar pengin baca kelanjutan karya mu, thor!
Nandaal: terimakasih banyak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!