Tetanggaku Malaikatku

"Kevin, bisa nggak kita ngadain pesta Natal di tempat kamu?"

"NGGAK."

Lamaran mendadak itu langsung ditolak mentah-mentah oleh Kevin, membuat Melia langsung mengembungkan pipinya seperti bola.

Malam Natal tinggal menghitung hari, tapi buat Kevin yang tinggal sendirian jauh dari keluarga, acara itu nggak ada hubungannya sama sekali. Melia dan Revan pengen menghabiskan waktu bersama Kevin, makanya mereka ngajak dia.

Jadi pas istirahat siang, Melia langsung nyerbu ke kelas Kevin dan Revan dengan ide itu. Tapi jawaban Kevin bikin pipinya tambah kembung.

"Tapi kan kamu juga bakal sendirian, jadi apa masalahnya? Jangan-jangan punya pacar?"

"Nggak, nggak, nggak, nggak ada yang kayak gitu."

"Ya udah kalo gitu gapapa dong. Atau kamu benci kita?"

"Kalo emang nggak mau, kita nggak maksa kok, Kevin."

Mereka emang peduli sama temennya, tapi caranya agak nyebelin. Atau mungkin alesan sebenarnya mereka cuma pengen tempat buat bebas mesara-mesraan.

Tapi tatapan sedih mereka bikin Kevin rada nyesel. Sebenarnya dia nggak benci ide itu. Alasan dia nolak lebih ke gengsi aja, malu liat mereka mesra-mesraan berlebihan di rumahnya, plus dia harus repot jelasin ke Cindy.

Bahkan lebih ekstremnya, dia harus ngasih tau Cindy buat nggak muncul di rumahnya sampe mereka pergi, dan hapus semua bekas keberadaan Cindy di sana.

"Bukan berarti aku nggak mau, ya. Tanggal 24 kan? Oke deh, kita pisah sebelum malem, jadi kalian bisa mesra-mesraan sesuka hati. Jangan berlebihan di rumahku."

Karena nggak tega nolak mentah-mentah, Kevin akhirnya menyetujui. Melia langsung nyengir lebar.

"Kayaknya kita nggak punya pilihan lain. Ini kompromi terbaik." ucap Melia.

"Kamu pikir kamu siapa?"

Melia mulai kelepasan, jadi Kevin mencubit pipinya. "Aduh, kejam banget sih, Kevin cerewet banget" dia merengek minta tolong sambil suaranya jadi nggak jelas.

"Ayo Kevin, berhenti ganggu Melia. Cuma aku yang boleh cubit pipinya," Revan ikut campur.

"Ya ya, cubitin aja dia buat aku." ucap Kevin.

"Serahkan ke aku!"

"JANGAN SERAHIN KE DIA!" ucap Melia.

Kevin sengaja kasih kesempatan buat mereka mesraan, dan bener aja, mereka langsung mulai cubit-cubitan dan mesraan.

Melia malah nyengir lebar sambil dicubit, dan Kevin cuma bisa geleng-geleng liat kelakuan mereka.

"Boleh aku balik sekarang?"

Dia bilang gitu, tapi ini kan kelas mereka sendiri. Dia cuma pengen jaga jarak aja dari pasangan norak itu.

"Nggak boleh! Kita masih harus rencanain semuanya. Kue, makanan, dekorasi harus disiapin!"

"Aku nggak bisa masak." ucap Kevin.

Jelas aja Kevin nggak bisa bikin makanan natal yang wah. Mungkin Cindy bisa bikin kayak biasa, tapi dia nggak bisa asal minta tolong aja.

Kevin ngibasin tangan, ngegas kalau dia nggak bisa, tapi entah kenapa Melia malah natap dia tajam.

"Apa?"

"Rasanya kamu nggak bisa masak, tapi kok bisa sehat gitu?" ujar Melia.

"Jangan pikirin hal-hal kecil."

"Yaudah Melia, Kevin juga punya masalahnya sendiri," Revan nyelut.

"Eh? Kamu tau sesuatu, Rev?"

"Dia bilang mau cerita nanti."

"Aku nggak ngomong gitu."

Kevin melotot ke Revan, tapi Revan cuma ketawa-ketawa. Hal baik dari Revan adalah dia nggak maksa, tapi hal buruknya adalah dia suka bikin hal random tiba-tiba kayak dapet inspirasi dadakan.

"Ya udahlah, kita bisa pesen makanan buat natal. Tapi harus pesen dari sekarang."

Kevin ngelesin tatapan penasaran mereka sambil ngasih usul yang lebih realistis. Jelas aja dia nggak bisa bikin kue atau masak, jadi pilihan satu-satunya ya pesen makanan jadi.

"Wah, kalo gitu aku mau pizza! Ayo pesen dari tempat langgananku! Sekalian pesen kue juga!"

"Nggak mau ayam?"

"Tapi kamu lebih suka pizza kan, Rev?"

"Ya iyalah kamu ngerti maksudku, Mel."

"Hehehe"

Mereka sendiri yang ngomong pengen pizza, dan Kevin juga nggak nolak. Emang cocok buat pesta. Kayaknya mereka bakal pesen dari tempat langganan Kevin dan Revan.

Tapi pas dengar pizza, tiba-tiba Kevin inget Cindy.

Bayangin dia makan pizza kayak hamster lucu, padahal biasanya dia makan elegan banget.

Dia juga inget waktu itu nyuapin kue ke Cindy, dan pipinya langsung memerah sendiri.

"Aku nggak bakal ngulangin itu lagi."

Nggak mungkin dia bakal nyuapin Cindy lagi. Mereka bukan pasangan mesra kayak Melia dan Revan, dan mungkin nggak bakal ada kesempatan lagi.

"Kevin, kamu kenapa?"

"Ah, nggak apa-apa. Urusan kue serahin aja ke kalian."

Kevin kebawa pikiran sendiri, sampe Melia nyenderin badan ke dia penuh tanya. Dia buru-buru ngusir pikiran aneh itu dan balik ke ekspresi datarnya.

"Horee~! Ayo pesen pizzanya juga!!"

Meria teriak girang, dan denger itu, Kevin mutusin buat nanya Cindy soal rencana Natalnya.