Kata orang, roda itu pasti berputar. Mereka yang dulunya di atas, bisa saja jatuh kebawah. Ataupun sebaliknya.
Akan tetapi, tidak dengan hidupku. Aku merasa kehilangan saat orang-orang disekitar ku memilih berpisah.
Mereka bercerai, dengan alasan aku sendiri tidak pernah tahu.
Dan sejak perceraian itu, aku kesepian. Bukan hanya kasih-sayang, aku juga kehilangan segala-galanya.
Yuk, ikuti dan dukung kisah Alif 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Neli Sakit
Pagi ini, Neli merasa kepalanya berat sekali, sudah berulang kali dia mencoba untuk bangun, akan tetapi selalu saja gagal. Bahkan, seisi rumah, terlihat berputar-putar.
Dengan lirih dia memanggil-manggil Alif, berharap cucunya bangun.
Namun, sesaat Neli sadar. Jika Alif tidak lagi tidur sekamar dengannya, dia sudah pindah ke bekas kamar Haris, semenjak lulus sd.
Setengah jam kemudian, Alif bangun. Dia mengetuk pintu kamar Neli, dan memanggil-manggil neneknya.
Karena Neli tak kunjung membuka pintu, akhirnya Alif memberanikan diri untuk mendorongnya.
"Nenek, nenek kenapa?" melihat Neli yang memanggil lirih namanya.
"Kepala nenek terasa berat! Kamu masak aja, jangan buat emping hari ini," perintah Neli.
Alif tidak langsung keluar dari kamar neneknya. Dia memilih memijat Neli barang sebentar, lalu keluar untuk memasak air supaya sang nenek bisa minum air hangat.
Tak hanya itu, Alif juga membuatkan bubur ala kadarnya, supaya neneknya bisa sarapan. Dia juga cekatan, mengompres dahi sang nenek dengan sapu tangan miliknya.
"Mandi lah, kemudian pergi sekolah." ujar Neli, saat Alif kembali ke kamarnya, untuk kembali membasahi sapu tangan di dahi neneknya.
"Aku libur nek, aku gak bisa ninggalin nenek sendiri." balas Alif lembut.
"Mungkin, nenek hanya mengalami tekanan darah rendah. Kamu gak usah terlalu khawatir." pinta Neli.
"Bagaimana aku gak khawatir, nenek satu-satunya keluarga ku, nenek adalah ayah dan ibuku ... Nenek segalanya untukku!" ucap Alif membuat Neli terharu.
"Maafkan nenek, yang sering sekali emosi." pinta Neli.
"Aku menganggapnya sebagai bentuk kasih sayang darimu. Bukan kah, wajah jika orang tua memarahi anaknya?" Alif terus saja memijit Neli, sekarang dia pindah posisi dari kaki, ke kepala.
"Sudah agak terang, mungkin warung udah buka. Aku beli obat dulu ya nek."
Dengan mengambil uang simpanannya, Alif mengayuh sepedanya menuju warung, untuk membelikan obat.
"Telpon ayahmu aja Lif, nenek mu jarang sakit loh, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan." ujar pemilik warung menyerahkan obat.
Sebelumnya dia bertanya, siapa yang sakit pada Alif. Walaupun, sudah pasti Neli. Karena mereka pun, hanya tinggal berdua saja.
Alif tersenyum menangapi ucapan pemilik warung, karena dia tahu ucapan tersebut ada benarnya. Namun, selain tidak punya uang, Alif yakin jika neneknya pasti akan menolak.
Kembali Alif mengayuh sepeda untuk pulang. Bahkan, teriakan Akmal yang menanyakan kenapa dia belum pakai seragam pun, tak diindahkan.
"Nek, kenapa badanmu semakin dingin, kita kerumah sakit aja ya." ajak Alif, melihat neneknya menggigil.
"Mana obatnya,"
Alif menyuapkan obat ke mulut Neli, dia sedikit merasa kesal pada neneknya yang tidak mendengar ucapannya.
"Nek, kita ke rumah sakit aja. Biar, nanti kita tahu, nenek sakit apa." rayu Alif.
"Memangnya kita punya uangnya?" tanya Neli lirih, bahkan suaranya hampir tidak terdengar.
"Pakai tabungan ku dulu, aku juga gak mungkin membiarkan nenek terbaring seperti ini." ungkap Alif keukeh.
Akhirnya Neli luluh, bukan luluh, lebih tepatnya dia tidak ingin merepotkan Alif, jika dia sakit terlalu lama.
Begitu mendapatkan persetujuan dari neneknya, Alif kembali keluar. Dia berlari ke rumah samping, untuk meminta tolong membawakan neneknya ke rumah sakit.
"Tapi, mamang mau narik Alif ... Takut jika nanti mamang bantu kamu, pendapatan mamang berkurang." ujar lelaki yang sedikit enggan membantu.
"Saya membayarnya ..." tukas Alif.
"Memangnya punya duit? Mamang gak mau becanda."
"Punya mang, aku bayar mamang delapan puluh ribu ... Tolong antarkan kami ke rumah sakit ya." mohon Alif.
Sebenarnya, lelaki yang di panggil mamang oleh Alif hendak membantunya dengan suka rela. Namun, sebelum dia mengiyakan, sang istri langsung memelototinya, karena sebelumnya pun, sang istri sempat mengeluh, karena pendapatan suami yang semakin hari semakin menipis.
Alhasil, lagi-lagi keuangan mengalahkan belas kasihan.
Di rumah, Alif memasukkan beberapa baju mereka ke sebuah tas tentengan, tak lupa dia juga membawakan bpjs dan kk untuk keperluan pendaftaran di rumah sakit, serta ia juga mengambil ktp dan uang tabungan yang di simpan di lemarinya.
Setelah merasa semuanya siap, barulah Alif mengajak mamang untuk membantu neneknya berjalan.
Sampai di rumah sakit, Alif langsung menyerahkan uang sejumlah yang dia sebut sebelumnya, akan tetapi lelaki yang tersebut hanya mengambil sepuluh ribu, hitung-hitung sebagai pengganti minyak.
"Simpan aja, jika suatu hari istri mamang bertanya padamu, bilang aja kamu kasih delapan puluh ribu ya. Sini, surat-suratnya, biar mamang bantu daftarkan. Kamu, cukup temani nenek mu aja." ucap lelaki itu menepuk bahu Alif.
Alif tercekat, saat bahunya di tepuk. Walaupun terkesan lebay, tepukan dari mamang berhasil membuat sedikit masalahnya hilang. Dia seperti merasakan, ada kekuatan yang datang secara tiba-tiba.
"Terima kasih." lirih Alif, bahkan air mata terlihat di pelupuk matanya.
Di ranjang igd, Neli langsung diperiksa, darahnya di ambil, serta infus yang segera dipasang.
Alif masih setia berdiri di samping neneknya, bahkan dia memijit pelan tangan Neli yang satunya, yabg tidak terpasang infus.
"Udah di daftarkan?" tanya perawat setelah memasang infus.
"Sedang di daftarkan." sahut Alif.
"Oleh orang tuanya ya?" lanjut perawat basa-basi.
Akan tetapi, Alif memilih diam. Dia hanya membalas dengan senyuman.
Mamang kembali memasuki igd, dia memberikan surat-surat yang sebelumnya di berikan oleh petugas yang di tempat pendaftaran, ke petugas yang ada di igd. Barulah, mamang mendekati Alif untuk berpamitan.
"Mamang pulang dulu, ingat pesan mamang ya." pintanya.
Kembali ia menepuk bahu Alif, sebelum melenggang keluar.
Air mata Alif luruh, dia bangga. Hal sederhana yang tak pernah di dapatkan oleh orang tuanya, di dapatkan dari orang asing. Karena jujur, sekarang keadaannya memang sedang tidak baik-baik saja.
"Terima kasih." lirih Alif.
Melihat Alif menghapus air mata dengan cepat, mamang memeluk Alif dan menepuk-nepuk punggungnya.
"Tak apa, nenek pasti akan sembuh." ujarnya menguatkan.
Ia pun, perlahan keluar dari igd, meninggalkan Arif dan neneknya yang berada di antara pasien-pasien dan petugas igd lainnya.
"Semoga aku bisa mendapatkan rezeki lebih, agar istriku tak curiga." gumamnya, sebelum meninggalkan pelantaran rumah sakit.
Alif kembali memijit neneknya, Neli yang terbaring lemah, menduga jika Alif menangis di karenakan keadaannya yang membuat Alif repot.
"Maafkan nenek ..." pinta Neli lirih.
"Karena telah menyusahkan mu!" lanjutnya, kala Alif menatapnya.