Rangga, seorang pria biasa yang berjuang dengan kemiskinan dan pekerjaan serabutan, menemukan secercah harapan di dunia virtual Zero Point Survival. Di balik kemampuannya sebagai sniper yang tak terduga, ia bercita-cita meraih hadiah fantastis dari turnamen online, sebuah kesempatan untuk mengubah nasibnya. Namun, yang paling tak terduga adalah kedekatannya dengan Teteh Bandung. Aisha, seorang selebgram dan live streamer cantik dari Bandung, yang perlahan mulai melihat lebih dari sekadar skill bermain game.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhi Angga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 : Ujian di Panggung Nasional
Badai media sosial telah berlalu, meninggalkan langit yang lebih cerah bagi Ren dan Aisha. Video klarifikasi mereka tidak hanya meredakan amarah publik, tetapi juga mengukuhkan posisi mereka sebagai pasangan e-sports yang tidak hanya bertalenta, tetapi juga berintegritas. Sponsor-sponsor baru berdatangan, dan kontrak streaming mereka semakin menguntungkan. Namun, di balik semua hiruk-pikuk popularitas, tujuan utama Ren tetaplah satu: menaklukkan arena Zero Point Survival.
Setelah melewati fase rehabilitasi citra, Aisha, dengan naluri manajerialnya yang tajam, langsung mengarahkan fokus Ren ke turnamen berikutnya. "Oke, Ren, kita sudah melewati badai. Sekarang saatnya membuktikan diri di medan perang yang sesungguhnya," kata Aisha suatu pagi, saat mereka sarapan di kafe langganan Rangga. "Aku sudah daftarkan tim kita untuk Liga ZPS Nasional."
Rangga tersenyum. Liga Nasional. Ini adalah langkah logis berikutnya. Ia tidak lagi takut. Ia ingin membuktikan kepada dirinya sendiri, kepada Aisha, dan kepada semua yang pernah meragukannya, bahwa ia bukan hanya fenomena sesaat.
"Kali ini, kita akan main full team," lanjut Aisha. "Aku sudah menghubungi Guntur dan Bara. Mereka setuju untuk kembali bergabung."
Mendengar nama Guntur dan Bara, Rangga merasakan sedikit kecanggungan yang tersisa. Meskipun ia sudah meminta maaf dan mereka sudah berbaikan, bayangan kata-kata lamanya masih menghantui, sebuah pengingat akan kesalahannya. Ia tahu, hubungan mereka butuh waktu untuk pulih sepenuhnya.
Pelatihan untuk Liga ZPS Nasional dimulai dengan intensitas yang belum pernah Rangga rasakan. Aisha menyusun jadwal latihan yang ketat, melibatkan analisis replay, strategi tim, dan sesi scrim melawan tim-tim pro lainnya. Guntur, dengan pengalaman strategist-nya, dan Bara dengan skill assault-nya yang agresif, kembali melengkapi gaya bermain Ren sebagai sniper.
Namun, proses adaptasi kembali tim Phantom Strikers tidak semulus yang diharapkan. Bayangan masa lalu, ditambah dengan tekanan turnamen, kadang-kadang menciptakan gesekan. Ada momen-momen di mana Guntur atau Bara menunjukkan sedikit keraguan, atau komentar tajam yang terselip saat sesi latihan tim berlangsung tidak sesuai harapan.
"Ren, kenapa kamu ambil angle itu? Aku sudah bilang, ini bukan solo-play!" Guntur pernah menegur Rangga dengan nada yang sedikit tajam setelah sebuah scrim yang buruk.
Rangga, yang terbiasa bermain solo dan menjadi pusat perhatian, kadang merasa tercekik dengan tuntutan koordinasi tim yang ketat. Ego Ren yang terbiasa mendominasi di stream personalnya, terkadang berbenturan dengan kebutuhan tim.
"Maaf, aku pikir itu opening bagus," jawab Rangga, mencoba menahan diri agar tidak terpancing emosi.
Aisha harus berkali-kali menengahi. Ia tahu, ini bukan hanya tentang skill, tapi juga tentang chemistry yang harus dibangun kembali dari nol. Ia sering mengadakan sesi obrolan non-game, mengajak mereka makan bersama, atau sekadar bercerita untuk mencairkan suasana dan membangun kembali ikatan personal.
Di luar latihan tim, Rangga juga meningkatkan porsi latihan pribadinya. Ia bereksperimen dengan berbagai loadout senjata, mempelajari setiap detail map baru, dan mengasah refleksnya hingga mencapai kecepatan yang hampir tidak manusiawi. Ia bahkan mulai mendalami aspek psikologis permainan, mempelajari pola pikir lawan, dan cara memecah mental mereka di tengah pertandingan. Setiap headshot yang ia lepaskan di sesi latihan, setiap kill yang ia raih, terasa lebih berarti. Ia tidak hanya bermain untuk menang, tetapi juga untuk membuktikan nilai dirinya.
Aisha selalu berada di sisinya, tak hanya sebagai support di game, tetapi juga sebagai penyemangat. Ia adalah pilar bagi Rangga. Saat Rangga merasa lelah, Aisha akan datang membawa makanan ringan atau sekadar menemaninya tanpa bicara. Saat Rangga merasa frustrasi dengan latihannya, Aisha akan memberikan kata-kata motivasi yang tepat, atau bahkan mengajaknya break sebentar untuk melepas penat. Hubungan mereka semakin kuat, sebuah ikatan yang tak hanya profesional tetapi juga personal, tumbuh di antara layar monitor dan headset gaming.
Babak penyisihan Liga ZPS Nasional dimulai. Puluhan tim terbaik dari seluruh Indonesia berjuang memperebutkan posisi di Grand Final. Tim Phantom Strikers, dengan Ren sebagai ujung tombak dan Aisha sebagai otak strategis, tampil dominan sejak awal. Setiap match mereka menjadi tontonan wajib bagi jutaan penggemar. Sorakan di chat selalu menggelegar setiap kali Ren melancarkan kill yang spektakuler, atau Aisha melakukan revive krusial yang menyelamatkan tim dari kehancuran.
Namun, dominasi mereka tidak tanpa hambatan. Di tengah babak penyisihan, Phantom Strikers dihadapkan pada tim Annihilation, sebuah tim underdog yang terkenal dengan strategi anti-sniper yang sangat agresif. Mereka berhasil mengunci pergerakan Ren, membuat ia kesulitan mencari angle tembak. Dalam satu match penting, Phantom Strikers harus menelan kekalahan telak dari Annihilation, sebuah tamparan keras bagi ego mereka.
Kekalahan itu memicu konflik internal.
"Ren, kamu terlalu mudah diprediksi saat dikunci! Kamu harus lebih fleksibel!" Bara mengeluh, raut wajahnya kesal.
"Aku sudah berusaha! Strategi mereka terlalu menekan!" Rangga membela diri, frustrasi.
Guntur, yang biasanya tenang, juga terlihat tegang. "Kita harus ubah strategi dasar, Ren. Tidak bisa hanya mengandalkan skill individualmu."
Suasana di gaming house menjadi tegang. Tim lain mulai meragukan kemampuan Phantom Strikers setelah kekalahan itu. Haters kembali bersuara, mengklaim bahwa Ren hanya beruntung dan tidak bisa bermain di bawah tekanan.
Aisha harus turun tangan. Ia mengadakan sesi debriefing yang panjang, bukan hanya menganalisis replay, tetapi juga meminta setiap anggota tim untuk jujur tentang perasaan mereka. Ia memaksa Rangga untuk mengakui bahwa ia memang terlalu mengandalkan skill pribadinya dan belum sepenuhnya beradaptasi dengan permainan tim yang lebih terstruktur. Ia juga meminta Guntur dan Bara untuk memahami tekanan yang dihadapi Ren sebagai main damage dealer tim.
"Kita tidak akan menang kalau kita saling menyalahkan," Aisha menegaskan, suaranya tegas dan menenangkan. "Kita adalah satu tim. Kita harus saling percaya, saling dukung. Ren, kamu harus lebih mendengarkan. Guntur, Bara, kalian juga harus lebih sabar. Kita harus belajar dari kesalahan ini."
Setelah sesi itu, ada kesepakatan baru. Rangga berkomitmen untuk lebih patuh pada strategi tim, sementara Guntur dan Bara berjanji untuk memberikan dukungan yang lebih solid dan tidak terlalu kritis. Mereka mulai berlatih dengan fokus baru, memperbaiki kelemahan mereka, dan mengembangkan strategi yang lebih adaptif.
Dengan semangat yang diperbarui, Phantom Strikers berhasil bangkit dari kekalahan itu, memenangkan match-match berikutnya dan mengamankan tempat di Grand Final.
Tibalah hari Grand Final Liga ZPS Nasional. Venue yang megah, dipenuhi ribuan penonton yang bersorak. Panggung utama bersinar terang, dengan layar raksasa menampilkan gameplay yang sedang berlangsung. Ini adalah panggung yang sama dengan turnamen terakhir yang pernah ia ikuti, namun kini Rangga melangkah di sana dengan aura yang berbeda. Ia tak lagi gemetar. Ia adalah Rangga yang percaya diri, yang berdiri tegak di samping Aisha dan rekan satu timnya.
Tim Phantom Strikers kembali berhadapan dengan Inferno Legion, rival lama yang terkenal dengan strategi agresif mereka. Pertandingan final berlangsung sengit, penuh ketegangan. Setiap round adalah pertarungan mental dan skill. Inferno Legion menekan dengan keras, mencoba mematahkan fokus Ren. Mereka tahu Ren adalah kunci kemenangan Phantom Strikers, dan mereka berulang kali mencoba melakukan push frontal atau flank yang mengejutkan.
Di round terakhir, saat skor imbang dan hanya tersisa beberapa detik, Ren dan Aisha berada di posisi yang sangat sulit. Anggota tim lainnya sudah tumbang. Mereka berdua terdesak di sebuah bangunan, dikepung oleh tiga anggota Inferno Legion. Peluru berdesing di mana-mana.
"Ren, aku akan coba smoke area ini! Kamu cari angle tembak! Bara, Guntur, bantu call out pergerakan musuh dari observer mode!" teriak Aisha, suaranya tegang namun fokus. Ia melancarkan smoke grenade, menciptakan tirai asap tebal.
Rangga mengaktifkan kemampuan Synapse VR-nya, memperlambat waktu sesaat, dan menembus asap. Ia melihat siluet dua musuh yang mencoba menerobos asap. Ini adalah momen krusial. Ia mengangkat senapannya, tangannya stabil, dan menarik napas dalam-dalam. Namun kali ini, ia tidak hanya mengandalkan insting. Ia teringat analisis replay mereka, ia teringat call out Guntur dan Bara.
DORRR! DORRR!
Dua headshot cepat yang menembus asap. Dua musuh tumbang.
"PLAYER DOWN! REN HAS ELIMINATED 'INFERNO_BLAZE'!"
"PLAYER DOWN! REN HAS ELIMINATED 'INFERNO_SHADOW'!"
Tersisa satu musuh. Musuh terakhir mencoba melarikan diri, namun Ren mendengar call out dari Guntur, "Musuh terakhir di belakang kontainer, Ren! Dia low health!" Dengan sisa detik-detik terakhir di timer, ia melompat keluar dari asap, melakukan quickscope yang nyaris tidak terlihat.
DORRR!
"MATCH POINT! REN HAS ELIMINATED 'INFERNO_STORM'!"
Layar raksasa di panggung utama langsung menampilkan tulisan besar: "PHANTOM STRIKERS - VICTORY!"
Sorakan ribuan penonton memekakkan telinga. Konfeti berhamburan. Rangga merasakan adrenalin yang memuncak, namun kali ini bercampur dengan kebahagiaan murni. Ia melepas helm Synapse VR-nya. Di sampingnya, Aisha melompat, memeluknya erat, tawa bahagia meledak dari bibirnya. Guntur dan Bara berlari menghampiri mereka, memeluk Rangga dan Aisha, bersorak gembira. Kemenangan ini adalah buah dari kerja sama tim, bukan hanya skill individual.
"Kita berhasil, Ren! Kita juara nasional!" teriak Aisha, suaranya tercekat karena kegembiraan.
Rangga membalas pelukan Aisha, merasakan kehangatan tubuhnya. Ia menatap Guntur dan Bara, yang tersenyum padanya. Mereka telah membuktikan diri. Bukan hanya sebagai pemain game, tetapi sebagai tim, sebagai keluarga yang telah melewati konflik dan bangkit bersama. Piala Liga ZPS Nasional kini ada di tangan mereka.