Arunika terjebak di dalam dunia novel yang seharusnya berakhir tragis.
Ia harus menikahi seorang Dewa yang tinggal di antara vampir, memperbaiki alur cerita, dan mencari jalan pulang ke dunia nyata.
Tapi... ketika perasaan mulai tumbuh, mana yang harus ia pilih—dunia nyata atau kisah yang berubah menjadi nyata?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Rencana Raja Sakha
****************
Di ruang tahta kerajaan Sandyakala, suasana mencekam. Di balik pilar tinggi yang kokoh, salah satu pangeran—Pangeran Joshua, adik Mark, berdiri dengan wajah penuh kebingungan. Ia mendengar perintah ayahnya sendiri, Raja Sakha, untuk menghancurkan Pangeran Mark, kakaknya. Namun, Joshua masih menahan diri.
Dalam hatinya, Joshua penuh konflik.
"Jika aku mengikuti perintah Ayah... aku akan mengkhianati kakakku sendiri. Tapi jika aku menolak, aku akan dianggap pengkhianat kerajaan."
Sementara itu, jauh di bawah istana, Raja Renjana masih terkurung dalam penjara rahasia. Rantai besi membelenggu tubuhnya, dingin menembus kulit, dan setiap detik ia berusaha menahan rasa sakit. Raja Sakha masih memaksa Raja Renjana untuk memberitahu keberadaan Putri Arunika, gadis berdarah manis yang hilang.
Di dalam sel, Raja Sakha berdiri di depan Renjana dengan tatapan tajam, bibirnya menyeringai licik.
"Jangan pikir kau bisa menyembunyikan dia dariku, Renjana," desis Raja Sakha dengan suara dingin, penuh ancaman.
"Aku akan temukan dia... Aku akan dapatkan darah manis itu... dan aku akan meraih keabadianku."
Raja Renjana hanya diam, menunduk, menyimpan kemarahannya. "Arunika... tetaplah bersembunyi. Aku rela terpenjara... asal kau tetap aman."
Di sisi lain, Joshua masih bergelut dengan pikirannya. Sorot matanya penuh kegelisahan saat ia menatap ke arah pintu kamar Mark, sementara tangan kanannya mengepal erat.
"Apa yang harus kulakukan? Aku ini seorang adik... tapi juga seorang pangeran."
Joshua, pangeran yang selama ini dikenal paling setia pada kakaknya, Pangeran Mark, berdiri di bawah cahaya temaram di ruang rahasia istana Sandyakala. Tatapannya kosong, tetapi pikirannya penuh gejolak. Ia mengenang masa kecil mereka—bagaimana Mark selalu melindunginya, bagaimana ia dulu bersumpah untuk selalu setia pada kakaknya, bahkan di atas segalanya.
Kini... Sebuah perintah dari Raja Sakha telah mengoyak hatinya.
Di hadapannya, Raja Sakha duduk di singgasana dengan sorot mata tajam, seolah membaca isi pikirannya.
"Joshua... aku tahu kau setia pada Mark. Aku yang mengajarimu tentang kesetiaan itu. Tapi kau harus mengerti—kesetiaan itu tak berguna bila dunia ini runtuh dalam kegelapan."
Joshua mengepalkan tangannya, matanya bergetar menahan emosi. "Ayah... kau memintaku mengkhianati kakakku sendiri?"
Raja Sakha berdiri, mendekat, suaranya dingin menusuk hati. "Bukan mengkhianati, tapi menyelamatkan masa depan kita. Kau harus memancing Mark, Joshua... buat dia mengakui di mana Arunika disembunyikan. Darah manis itu adalah kunci, dan anak-anak mereka... adalah bagian dari kekuatan yang harus kita kuasai."
Joshua terdiam. Bayangan wajah Arunika muncul di benaknya—sosok putri yang ceria, lembut, dan penuh kasih, bersama kakaknya Mark yang begitu mencintainya. Bagaimana mungkin ia tega menyerahkan mereka pada ayah mereka sendiri?
Di balik konflik batinnya, Joshua tahu satu hal: jika ia menolak, Raja Sakha akan mencari cara lain... bahkan mungkin mencelakakan Mark dan seluruh keluarganya.
"Tapi ayahanda, aku tidak tau dimana keberadaan keturunan dewa langit malam."
Raja Sakha bangkit dari singgasananya dan mendekati Pangeran Joshua. "Lakukan saja, kau adalah calon raja di Sandyakala." bisikannya seakan tak pernah bisa dilawan seperti api yang membakar tak bisa dipadamkan.
Joshua menunduk dan akhirnya mengangguk pelan, meskipun hatinya terasa seperti runtuh. "Aku... akan mencoba membujuk Mark untuk memberitahuku di mana Arunika dan anak-anaknya disembunyikan."
Di dalam hatinya, Joshua berbisik penuh luka:
"Maafkan aku, Kak... aku harus melindungimu dengan caraku sendiri. Meski harus berpura-pura jadi musuhmu... mungkin ini satu-satunya cara untuk menyelamatkanmu."
****************
Setelah Joshua pergi dengan beban berat di pundaknya, Raja Sakha memanggil Pangeran lainnya, "Jessen... masuklah."
Pangeran Jessen melangkah masuk, langkahnya tegap, penuh percaya diri. Ia adalah adik Mark yang dikenal cerdas, tenang, dan penuh ambisi. Berbeda dengan Joshua yang cenderung lembut, Jessen adalah tipikal pemimpin yang penuh perhitungan.
Di hadapan Raja Sakha, Jessen membungkuk hormat. "Ada yang bisa aku bantu, Ayah?"
Raja Sakha menyipitkan mata, menyembunyikan senyuman dingin.
"Aku memanggilmu karena tugas besar ini... tidak hanya Joshua, kau juga harus memancing Mark untuk membuka rahasia tentang Arunika dan anak-anak mereka."
Jessen mengangkat wajahnya, menatap langsung ke mata Raja Sakha.
"Arunika... dan anak-anak mereka? Jadi semua desas-desus itu benar?"
Raja Sakha mendekat, suaranya rendah, menggema seperti bisikan angin jahat di lorong istana. "Benar, Jessen. Mereka bukan hanya sekadar keluarga Mark... mereka adalah kunci kekuatan yang akan membuat kerajaan ini abadi."
Jessen diam, matanya berkedip cepat, pikirannya berputar cepat. "Kunci kekuatan...? Anak-anak Mark... dan Arunika..."
"Jika kau berhasil membuat Mark berbicara, atau bahkan mengkhianatinya untuk mendapatkan keberadaan Arunika dan anak-anaknya, kau akan mendapat tempat istimewa di sisiku, Jessen. Kau akan menjadi pewaris tahta Sandyakala, bukan Mark."
Mata Jessen membelalak. Kesempatan itu begitu besar... terlalu besar untuk dilewatkan. Namun, ada bayangan samar yang menghantui pikirannya—Mark, kakaknya yang selama ini menjadi panutannya, dan Arunika yang pernah menyapanya dengan penuh keramahan di taman istana.
Sebuah senyuman kecil muncul di bibir Jessen, samar tapi tajam. "Baiklah, Ayah... aku akan mencoba mendekati Mark, mencari tahu rahasianya... dengan caraku."
Raja Sakha menepuk bahu Jessen dengan keras, menatapnya dengan sorot penuh kebanggaan—atau lebih tepatnya, penuh manipulasi.
"Bagus, Jessen... aku percaya padamu."
Ketika Jessen keluar dari ruangan rahasia itu, matanya menyipit, dan pikirannya dipenuhi berbagai rencana.
Ia harus berhati-hati.
Joshua mungkin sudah memulai lebih dulu... tapi Jessen selalu punya cara lain untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.
****************
Tak lama setelah Jessen pergi, Raja Sakha masih duduk di kursi batu besarnya, sorot matanya tajam menatap pintu yang tertutup.
Ia menggerakkan tangannya pelan, dan suara beratnya terdengar, "Panggil... Hars."
Pintu batu itu terbuka dengan derit berat.
Masuklah seorang pemuda dengan wajah dingin, tatapan tajam yang penuh perhitungan.
Dialah Pangeran Hars, adik Mark yang dikenal penuh misteri, jarang bicara, dan lebih sering mengamati dalam diam.
Hars membungkuk hormat di hadapan Raja Sakha, suaranya tenang. "Ada yang bisa Hars bantu, Ayahanda?"
Raja Sakha memperhatikan wajah Hars lama sekali, seperti mencoba menembus pikirannya.
"Hars... aku tahu kau bukan orang yang mudah diatur. Kau pandai, tenang... dan berbeda dari saudara-saudaramu. Itulah sebabnya aku memanggilmu."
Hars mengangkat alisnya sedikit.
"Perintah apa yang Ayahanda berikan padaku?"
Raja Sakha tersenyum samar, seolah sudah menyiapkan jebakan di depan mata Hars.
"Aku ingin kau... mengawasi Joshua dan Jessen. Lihat bagaimana mereka mendekati Mark. Tapi bukan hanya itu, Hars... jika saatnya tiba, aku ingin kau menjadi pedang terakhir untuk menghancurkan Mark."
Seketika itu juga, hawa di ruangan menjadi lebih dingin. Hars tidak segera menjawab, matanya terfokus, wajahnya tak berubah.
Raja Sakha melanjutkan dengan nada penuh tekanan. "Jika kau berhasil... tahta Sandyakala akan kuserahkan padamu. Kau bukan hanya pangeran, Hars. Kau akan menjadi raja."
Hars masih diam, lalu perlahan mengangguk.
"Tapi jika aku tidak setuju...?" tanyanya dengan tenang, hampir tanpa emosi.
Raja Sakha menyipitkan mata, bibirnya melengkung penuh ancaman. "Jika kau tidak setuju... maka kau sama saja musuhku, Hars. Kau tahu nasib musuh Raja Sandyakala, bukan?"
Hars menghela napas pendek, lalu tersenyum tipis—senyum yang sulit dibaca, entah setuju atau hanya sekadar menenangkan Raja Sakha.
"Baiklah... aku akan melakukan sesuai keinginan Ayahanda."
Raja Sakha menepuk bahu Hars, seperti mengukuhkan takdir gelap yang baru saja disematkan padanya. "Bagus, Hars... aku percaya padamu."
Saat Hars keluar dari ruangan itu, pikirannya dipenuhi kabut pertanyaan. Joshua... Jessen... Mark... dan Arunika.
Semuanya adalah bagian dari permainan besar yang baru dimulai.
Tapi...
Hars bukanlah bidak.
Diam-diam, ia juga menyimpan rahasia dan rencananya sendiri.
Ceritanya juga keren, semangat terus ya. 😉