Sungguh berat beban hidup yang di jalani Sri Qonita, karena harus membesarkan anak tanpa suami. Ia tidak menyangka, suaminya yang bernama Widodo pamit ingin mencari kerja tetapi tidak pernah pulang. Selama 5 tahun Sri jatuh bangun untuk membesarkan anaknya. Hingga suatu ketika, Sri tidak sanggup lagi hidup di desa karena kerja kerasnya semakin tidak cukup untuk biaya hidup. Sri memutuskan mengajak anaknya bekerja di Jakarta.
Namun, betapa hancur berkeping-keping hati Sri ketika bekerja di salah satu rumah seorang pengusaha. Pengusaha tersebut adalah suaminya sendiri. Widodo suami yang ia tunggu-tunggu sudah menikah lagi bahkan sudah mempunyai anak.
"Kamu tega Mas membiarkan darah dagingmu kelaparan selama 5 tahun, tapi kamu menggait wanita kaya demi kebahagiaan kamu sendiri"
"Bukan begitu Sri, maafkan aku"
Nahlo, apa alasan Widodo sampai menikah lagi? Apakah yang akan terjadi dengan rumah tangga mereka? Kita ikuti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Ini boneka saya" Ara menatap papanya tanpa dia sadari, lalu menyembunyikan boneka ke belakang takut diambil pria misterius itu. Ara pikir pria tidak dikenal itu ikut campur urusan orang.
"Ara nakal, dulu aku pernah pegang boneka kamu yang sudah rusak pun marah-marah. Sekarang boneka aku yang dibelikan Bunda kamu ambil paksa. Ambil barang milik orang lain itu dosa Ara, memang kamu tidak pernah diajari Tante Sally?"
Sally yang awalnya diam melempar tatapan tajam ke arah Laras, tapi sayangnya Laras hanya nampak bagian belakang.
"Sayang... sudahlah..." Sri berbisik di telinga Laras.
"Kamu yang dosa, karena boneka ini Papa yang beli" Ara rupanya yakin jika boneka itu pemberian sang papa
"Ara, boneka itu boleh kamu ambil, tapi bibi minta, ajak Mama kamu pergi ya, Nak" titah Sri lembut. Ia sudah tidak tahan lagi ribut-ribut seperti ini.
"Mama, ayo pulang" Ara menarik-narik tangan Sally.
Sally pun keluar ruko dengan wajah muram, tidak lagi mempersoalkan anaknya membawa boneka yang sebenarnya bukan miliknya. Namun, tidak ada bedanya dengan Ara, Sally pun meyakini bahwa boneka itu pemberian Widodo. Ia tidak sadar jika Widodo memperhatikan langkahnya hingga masuk ke dalam mobil.
"Bunda... boneka aku..." Laras menangis menyesali bonekanya dibawa Ara.
"Sayang... hari minggu nanti Bunda libur jualan, terus kita jalan-jalan" Sri berjanji ingin membelikan boneka yang lebih bagus lagi.
"Nanti kalau membeli boneka terus, uang Bunda habis" Laras sebenarnya kasihan bundanya untuk membeli boneka itu harus kerja keras.
"Jangan pikirkan itu ya, besok minggu kita ke kebun binatang, sekaligus membeli boneka" Sri mengusap air mata Laras agar jangan menangis lagi. "Mau berapa bonekanya?" Sri mendudukkan Laras di kursi.
"Satu saja" Laras menunjukkan satu jari.
"Sekarang Laras mainan lagi ya, Bunda mau membantu Mbak Yani" Sri hendak meninggalkan Laras, tapi sebelumnya menatap Widodo minta maaf karena mengganggu sarapannya.
Widodo yang berdiri di tempat itu mengangguk, padahal hatinya senang mendengar Sri dengan Laras akan jalan-jalan. Dia mencari cara agar bisa mengantar mereka. "Sebaiknya hari minggu besok, aku menunggu di depan ruko ini sejak pagi. Mudah-mudahan mereka numpang angkutan aku" batin Widodo. Ia habiskan kopi yang tinggal sedikit kemudian pamit Laras hendak menarik angkot.
Sementara mobil Sally yang di kendarai Waluyo melaju sedang. "Kerumah Mommy saja Pak" titah Sally ingin segera curhat kepada ibu kandungnya.
"Baik Non"
Tiba di kediaman Mommy, Ara segera berlari ke kamar. Anak itu puas sudah bisa ambil boneka Laras, dan menambah koleksi boneka di lemari kamarnya yang sudah hampir ratusan. Sungguh tidak pantas ditiru anak itu, masih kecil sudah ada bibit mau menang sendiri.
Sementara di ruang tamu, Sally membanting bokongnya dengan kasar, mulutnya marah-marah ingat kata-kata Sri yang mengusirnya baru saja.
"Sudahlah Sally, Mommy kan sudah katakan jangan mengganggu hidup Sri" Mommy yakin jika Sri akan berpikir seribu kali untuk kembali kepada Widodo yang sudah menyakiti hatinya.
"Lalu Widodo kemana Mommy" Sally putus asa sudah menyuruh orang untuk mencarinya tidak ada yang berhasil. Bahkan memantau hape pun Widodo sengaja ganti nomor baru sengaja menghindari dirinya.
"Mommy tidak tahu, daripada kamu setiap hari mencari Widodo yang sudah sakit hati karena ulahmu, lebih baik kamu fokus mengurus bengkel" Mommy tidak ingin bengkel justru menjadi taruhan.
"Aku tidak mampu Mommy" Sally selama ini sudah ketergantungan dengan Widodo. Uang mengalir setiap hari, selalu dimanja, bila ingin sesuatu tidak susah-susah. Widodo tahu apa yang membuat Sally bahagia. Tapi jika sekarang harus mengurus bengkel ia tidak sanggup.
"Kalau begitu serahkan saja kepada anak buahmu yang kamu percaya Sal" saran mommy.
"Iya Mommy" mungkin lebih baik mengikuti saran ibunya. Setelah beberapa saat berbincang-bincang ia ke kamar.
Sally merebahkan tubuhnya di kasur membayangkan hari-harinya bersama Widodo. Mereka tidak pernah bertengkar, Sally ingin seperti yang dulu tetap bahagia bersama Widodo. Namun, ucapan Widodo sebelum pergi yang akan menceraikan dirinya membuat Sally takut.
"Aaagghhh... aku tidak mau bercerai. Ini gara-gara kamu Sri" Sally berteriak lalu menangis sejadi-jadinya.
*************
Tiga bulan setelah Pras putus dengan Belinda ketika itu. Hubungan bisnisnya dengan Sri semakin hari semakin lancar saja. Intensitas pertemuan mereka pun semakin sering, sebab Belinda tidak lagi mengganggu. Bahkan akhir-akhir ini Pras memberi perhatian lebih kepada Sri dan juga Laras.
Seperti pagi ini di ruko, Sri sibuk melayani pembeli hingga tidak menyadari kedatangan pria tampan itu membawa paper bag dari kejauhan tersenyum kepadanya.
"Laras ada Sri?" Tanyanya ketika berdiri di antara para pembeli yang antri.
Sri mengangkat kepala cepat, lantaran Pras merubah panggilan tidak pakai embel-embel 'Mbak, seperti biasanya. "Ada di dalam Mas" jawab Sri menyembunyikan rasa gugup, lalu menyuruh Pras masuk karena dia masih banyak pembeli yang antri.
Pras masuk ke dalam tapi tidak menemukan Laras, justru banyak pelanggan yang sedang sarapan. Ia balik badan menepuk pundak Sri dari belakang.
"Mas Pras" Sri lagi-lagi dibuat terlonjak oleh Prasetyo. "Astagfirullah..." Sri menatap Pras yang juga menatapnya.
"Laras nggak ada kok, di mana Dia"
"Di atas Mas" Sri menyuruh Pras naik ke lantai dua.
"Okay... aku cari ke atas dulu" Prasetyo naik tangga walaupun baru pertama kali, tapi tidak ada rasa sungkan.
"Assalamualaikum..." ucap Pras ketika tiba di lantai dua nampak Laras sedang menulis di atas meja kecil.
Anak itu mendongak jawaban salam terucap dari bibir mungilnya. "Om Prasetyo" Laras seketika beranjak dari duduknya lalu salim tangan.
"Om ada sesuatu untuk kamu" Prasetyo memberikan paper bag.
"Apa ini, Om" Laras memeriksa isi papar bag tersebut. "Yai... boneka... terima kasih, Om" seru Laras. Boneka yang diambil Ara beberapa hari yang lalu telah kembali.
"Sama-sama" Prasetyo tersenyum pemberiannya rupanya disukai oleh Laras.
"Padahal hari minggu besok Bunda baru mau belikan boneka, eh... Om sudah beli duluan" Laras membuka segel boneka dengan perasaan bahagia. Namun, karena Laras kesulitan Pras membantu membuka.
Tidak lama kemudian mendengar langkah kaki mendekati Laras. Pras dengan Laras menoleh bersamaan.
"Bunda... Laras dibelikan boneka" Laras menunjukkan boneka di tangan.
"Waah... sudah terima kasih belum?" Sri pun menatap Pras dengan perasaan tidak enak hati karena pria itu, dan juga bu Ratri selalu perhatian.
"Sudah Bun" Laras pun asik bermain dengan boneka, sementara Sri ngobrol bersama Pras.
"Besok jadi jalan-jalan kan Sri, aku jemput jam 6 pagi ya"
"Jadi Mas, tapi apa Belinda tidak marah jika Mas mengantar kami" Sri memikirkan ini sejak kemarin.
"Tenang saja Sri" Prasetyo meyakinkan jika dia dengan Belinda sudah tidak ada hubungan. Sri pun akhirnya bersedia diantar Pras ke kebun binatang, semua itu ia lakukan demi Larasati yang selama ini belum pernah tahu di mana itu ragunan.
Hari minggu akhirnya tiba, jam 6 pagi Pras membuktikan ucapanya menjemput Sri. "Sudah siap?" Pras dengan semangat membantu Laras masuk mobil karena Sri sudah menunggu di depan ruko.
"Siap, Om" Laras menurut saja ketika diangkat oleh Prasetyo.
Mereka tidak tahu jika di belakang mobil Pras, seorang pria yang sudah menunggu sejak jam 5 pagi kecewa karena gagal mengantar Sri.
...~Bersambung~...
hrse libur kerja selesaikan dng cepat tes DNA mlh pilih kantor di utamakan.
dr sini dah klihatan pras gk nganggap penting urusan kluarga. dia gk family man.
kasian sri dua kali nikah salah pilih suami terus.