Raisya Putri jatuh cinta pada gurunya sendiri ketika masih menempuh pendidikan sekolah menengah atas, namun sang guru yang tampan rupawan ternyata mempunyai kekasih yang sangat dicintainya.
Ketika sang Ayah sakit keras Raisya diminta menikahi seorang Pria pilihan orang tuanya. Raisya ingin menolak tapi tidak memiliki keberanian, alhasil Ia pun menerima lamaran itu.
Ikuti kisah kelanjutannya dalam karya cinta setelah menikah, semoga terhibur
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raisya Putri 🕊, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Gadis Kepang Dua
Hasan duduk di sofa yang berada di ruangan tempat Lusi di rawat, pikirannya terus melanglang buana, memikirkan apa yang di katakan oleh Dokter beberapa waktu yang lalu.
Lusi perlahan membuka mata, Ia memandang sekeliling dan terkejut setelah menyadari bahwa Ia masih berada di rumah sakit.
Lebih terkejut lagi ketika pandangannya tertuju pada Hasan yang sedang duduk di sofa dan menatapnya, Lusi segera memanggil kekasihnya itu.
" Sayang, kamu disini. Kamu dari mana saja, tau nggak kalau aku mencarimu. "
Lusi sedikit heran karena Hasan tidak bergeming dari tempatnya duduk, Ia bahkan tidak nampak senang seperti orang lain pada umumnya yang sedang menunggu kekasihnya siuman di rumah sakit.
Seharusnya Hasan bahagia dan langsung memeluknya namun yang terjadi tidak seperti itu.
" Sayang, kemarilah. Aku merindukan mu. " Panggil Lusi.
Hasan melangkah mendekat namun tidak langsung serta merta memeluk Lusi.
" Ada apa sayang, kenapa diam saja. Apa ada masalah, Mas bahkan tidak menanyakan bagaimana kabarku saat ini. Apa Mas tidak ingin melihat kalau aku baik- baik saja. " Tanya Lusi masih dengan sikap manjanya.
Hasan menghela nafas berat, Ia menatap perut Lusi yang sudah mulai nampak.
" Lain kali kamu harus hati- hati dalam menjaga kandungan mu. Maaf, aku harus kembali ke kantor. Sepertinya kamu sudah tidak apa- apa, disini juga ada Dokter dan juga suster yang akan menjagamu. Mereka akan memastikan kesehatan mu, kamu akan kembali pulih seperti semula. "
Hasan pergi meninggalkan Lusi, Lusi berusaha menahannya dengan memanggil nama Hasan, namun Pria itu tidak peduli.
" Sayang, aku masih sakit. Bisa tidak kamu jangan kerja dulu hari ini. Aku ingin di temani sama kamu sayang. "
Hasan menghentikan langkahnya dan menoleh.
" Jangan manja, kamu akan baik- baik saja. Ingat untuk tidak bersenang-senang secara berlebihan, kalau kalian melakukannya lagi maka sudah bisa di pastikan bahwa kalian tidak akan pernah bisa melihatnya lahir kedunia ini. " Ucap Hasan, Ia kemudian berlalu pergi.
Lusi terkejut mendengar ucapan Hasan, Ibu hamil itu langsung gelisah. Ia mengulangi apa yang di ucapkan Hasan.
" Apa maksudnya, tidak. Jangan sampai Mas Hasan tau kejadian malam tadi, aku tidak boleh tinggal diam. "
Hasan mencari tempat untuk menenangkan diri, Ia melamun di dalam mobilnya, semua yang di katakan Dokter sukses membuatnya shock. Susah rasanya untuk dia terima namun Dokter tidak mungkin salah mendiagnosa.
" Hai Nak. "
Hasan tekejut ketika ada seseorang yang menyapanya, Ia menoleh perlahan. Ternyata itu adalah orang yang pernah Ia temui beberapa hari yang lalu.
" Bapak. "
Hasan segera keluar dari dalam mobilnya dan mengajak Kakek tua itu kesebuah tempat.
" Bapak sama siapa disini. " Tanya Hasan.
Pria tua itu hanya tersenyum memandang Hasan, Hasan pun mengajak Kakek itu kesebuah tempat tak jauh dari sana.
" Mari Pak, kita ngobrol disana saja sambil makan atau minum, mau. " Tawar Hasan dan Kakek tua itu mengangguk dan mengikuti kemana langkah kaki Hasan.
Hasan membawa si kakek duduk pada sebuah gazebo, Ia juga memesan beberapa minuman berhubung si kakek tidak ingin makan.
" Seperti Nak....
" Hasan Pak. " Sahut Hasan.
" Oh ya, sepertinya Nak Hasan sedang ada masalah. "
Hasan kembali mengingat apa yang di katakan Dokter mengenai kekasihnya.
" Entahlah Pak, hanya saja saat ini saya memang sedang merasa tidak tenang. " Jawab Hasan dengan wajah murung.
Malam ini Hasan kembali ke kediaman Umi Pipik, namun tidak seperti sebelumnya. Ia bahkan tidak keluar saat di panggil untuk makan malam.
" Kenapa, apa katanya Ida. " Tanya Umi.
Bibi Faridah menggeleng pelan sebagai jawaban
" Ya sudah Bi, tidak apa- apa. "
Di dalam kamar Hasan bahkan tidak bisa tidur, Ia menonaktifkan ponselnya karena tidak ingin di ganggu.
Ucapan Dokter dan juga Kakek tua semakin membuatnya bingung.
" Apa maksud Kakek itu, aku punya anak kembar, tapi dimana dan kapan. Sedangkan Dokter mengatakan kalau Lusi.... " Hasan mengusap wajahnya kasar.
Ia tidak menyangka akan mengalami hal seperti ini, mencintai seorang wanita yang salah. Bodohnya Iagi, Ia bahkan tidak bisa membedakan mana yang baik mana yang tidak.
Karena gelisah tanpa sadar kakinya membawanya menuju meja rias, Ia duduk disana dan menatap dirinya melalui pantulan cermin.
Setelah lama melamun akhirnya tangannya membuka laci satu persatu, bibirnya tersenyum ketika melihat foto- foto Sya. Banyak prestasi yang Ia dapat, tiba-tiba matanya melihat salah satu foto yang nampak mencuri perhatiannya.
" Kepang dua. " Gumam Hasan.
Ia terkejut melihat foto yang sudah berada di tangannya, ternyata itu adalah foto dirinya dengan seorang gadis rambut kepang dua.
" Raisya, gadis kepang dua. " Gumamnya lagi.
Ia membuka satu persatu foto yang berada di album foto itu, sehingga foto yang ada di tangannya tadi jatuh. Hasan mengambil foto itu dan ada tulisan tangan disana.
" I love you my handsome teacher. "
Tanpa sadar bibirnya tersenyum, Ia terus memandangi foto dirinya bersama Sya, si gadis kepang dua.
Hasan tiba-tiba di dera rasa ngantuk yang berat, Ia kembali ke arah ranjang dan berbaring disana sembari tangannya memegang foto dirinya dan Sya.
Malam itu Ia tidur dengan nyenyak nya bahkan Ia terbangun ketika adzan subuh berkumandang. Perlahan Ia bangun dan membersihkan diri, Ia juga menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim, hal yang sudah tidak Ia lakukan beberapa bulan belakangan ini.
" Eh Pak Hasan, Bapak sudah bangun. "
Faridah terkejut ketika Ia akan membuang sampah keluar.
" Iya Bi, aku mau jalan- jalan sebentar. "
Bibi mengangguk dan tersenyum meskipun heran.
" Bi Idah, tadi bicara sama siapa. " Tanya Umi yang juga sudah ikutan bangun.
" Ah itu Umi, Pak Hasan. Ternyata Bapak juga sudah bangun. " Jawab Faridah sambil tangannya sibuk mengolah bahan makanan menjadi layak saji.
Umi pun sama, beliau heran namun kemudian mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya.
Sebelum berangkat bekerja Hasan lebih dulu sarapan, sesudah sarapan Hasan memberikan sebuah amplop kepada Umi. Umi menerimanya dan bertanya untuk apa.
" Ini untuk apa Nak. " Tanya Umi.
" Itu untuk Sya Umi, Hasan minta maaf pada Umi karena selama ini sudah mengabaikan Putri Umi. "
Umi memperhatikan amplop yang berada di tangannya, dari bentuknya Ia tau itu sangatlah banyak.
" Tapi ini, maaf Nak. Umi tidak bisa menerimanya, Umi tidak berhak memutuskan ini. " Umi meletakkannya kembali di atas meja.
Hasan terus meyakinkan Umi hingga akhirnya orang tua dari Sya itu mau menerima amplop pemberiannya.
" Ya sudah Umi, Hasan berangkat dulu. Assalamu'alaikum. " Pamit Hasan.
Ia mencium punggung tangan Umi seperti biasanya, Hasan berangkat ke kantor. Sesampainya di kantor Hasan baru ingat kalau ponselnya Ia nonaktifkan semalam.
Baru saja ponselnya aktif sudah begitu banyak pesan dan juga panggilan masuk, salah satunya adalah panggilan dari orang tuanya.
bener Sya kamu harus tegas terhadap ulet keket macam Lusi biar kamu nggak selalu diremehkan