Rania Putri Handono kaget saat matanya terbuka dan berada di ruangan asing dan mewah. Lebih kaget lagi, di sampingnya terbaring dengan laki-laki asing dalam kondisi masing-masing polos tak berbusana.
Tak lama, pintu kamar dibuka paksa dari luar. Mahendra, suami Rania mendekat dan menampar pipi putih hingga meninggalkan bekas kemerahan.
Kejadian yang begitu cepat membuat Rania bingung.
Apakah rumah tanggganya selamat atau hancur?
Simak aja kisah ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Metode Kanguru
Bayi-bayi tampan itu terlelap dalam dekapan Raditya.
"Manisnya mereka" gumam Raditya bermonolog sambil mengusap puncak kepala kedua bayinya.
"Tuan, sepertinya hari ini sudah cukup" bilang perawat yang tadi.
"Saatnya mereka minum" lanjut kata sang perawat.
"Baiklah" ujar Raditya.
Dengan dibantu oleh perawat, Raditya melepas bebat yang melingkar di tubuhnya untuk menurunkan bayi dari gendongan.
"Oh ya tuan, sebelum mamanya bisa ke sini. Bisakah anda melakukan hal seperti tadi? Minimal dua kali perhari" saran perawat kembali.
"Bisa suster" jawab Raditya tegas, tanpa memikirkan kesibukan yang sering menyita waktu.
Beno bisa mengumpatinya sepanjang waktu.
"Kalau begitu, silahkan datang sore nanti tuan. Jam empat sore" kata perawat memberitahu. Raditya pun mengangguk.
Raditya meninggalkan ruang bayi, setelah hampir satu jam berada di sana.
Saat hendak keluar menuju parkiran rumah sakit, kembali dia ketemu wanita yang tadi menemuinya.
Kali ini dia bersama sang suami.
"Selamat siang tuan Raditya" sapanya sok ramah.
"Siang" tukas Raditya dengan kedua tangan masuk saku celana. Semakin menambah aura maskulin dari wajah Radit.
Netra Raditya pun tak beralih dari laki-laki yang digandeng oleh Riska.
Melihatnya itu Riska tak membuang kesempatan untuk membanggakan sang suami.
"Perkenalkan tuan Radit, ini suami saya. Mahendra, manager dari perusahaan anak cabang grub Samudera di kota ini" ucapnya penuh kesombongan.
Raditya menyunggingkan senyum tipisnya, "Oh ya?".
"Benar tuan Radit, jadi salah besar kalau Rania membuang laki-laki yang sekarang menjadi suami saya ini. Manager" lanjut Riska masih penuh kebanggaan.
"Bukannya dia yang membuang berliannya, untuk mendapatkan debu seperti kamu nyonya?" sela Raditya yang membuat seorang Mahendra mendongak untuk menatap netra Raditya.
Kata-kata hinaan Raditya seakan menembus lubuk hati.
Riska terkesiap atas jawaban Raditya.
Ingin rasanya Mahendra memukul telak laki-laki yang ada di hadapannya itu. Laki-laki asing yang bersama sang istri saat kejadian malam itu.
Tapi semua itu tak berani dia lakukan, karena Mahendra sadar ada andil dirinya saat kejadian malam itu.
Raditya yang punya power, tak bisa begitu saja dia anggap remeh.
Raditya masuk ke sebuah mobil mewah yang terparkir. Dan melajukannya menuju hotel tempat dia menginap.
Saat tubuhnya mulai terbaring di ranjang, deringan ponsel cukup mengagetkannya.
"Bos, kamu sudah sampae hotel atau belum?" tanya penelpon yang tentu saja Beno orangnya.
"Gangguin orang tidur aja" gerutu Radit.
"He...he...berarti ntar aja aku laporan" kata Beno terkekeh.
"Laporan apa?" ucap Raditya.
"Yeeiiii...masih muda sudah pikun aja" kata Beno menimpali.
"Cepetan!!!" suruh Raditya.
"Dimas, direktur anak cabang, usia tiga puluh tahun berkeluarga anak satu. Masih ada hubungan saudara dengan tuan Rahardian mantan calon mertua tuan muda Raditya" terang Beno.
"Lantas, perusahaan apa yang dia rintis saat ini?" sela Raditya.
"Dia terindikasi sedang membangun perusahaan di bidang yang sama dengan perusahaan yang dia pimpin saat ini" lanjut Beno.
"Licik" gumam Raditya.
"Oh ya bos. Manager perusahaan adalah tuan Mahendra, mantan suami Rania yang sedang kamu kejar-kejar itu bos" kata Beno terbahak. Sukses mengerjai sang bos.
"Aku sudah tahu" timpal Raditya menutup panggilan Beno.
Raditya tertidur setelahnya, dan terbangun saat dering ponsel kembali mengganggu.
"Halo" sapa Raditya dengan suara serak khas bangun tidur.
"Buka pesan yang aku kirim" suara orang itu langsung membuat Raditya membuka mata lebar.
Panggilan terputus.
"Dasar dokter edan, tak tahu sopan santun. Main tutup telpon semaunya" umpat Raditya.
Dan Raditya pun membuka aplikasi pesan, mata Raditya langsung tertuju ke pesan yang dikirim oleh orang yang baru saja memutus panggilan.
"Sembilan sembilan koma sembilan sembilan" gumam Raditya. "Ternyata hasilnya lebih cepat keluar dari yang gue kira" ungkap Raditya.
Kini tak ada keraguan dalam hati Raditya. Aku akan bertanggung jawab sepenuhnya. Janji nya dalam hati.
Sore ini Raditya akan kembali ke rumah sakit, sesuai pesan dari perawat ruang bayi.
"Kucoba hubungi bu Marmi aja, mau dibawain apa" kata Raditya dengan wajah lebih cerah daripada sebelumnya.
"Sore tuan Raditya, ada apa ya?" sapa bu Marmi, merasa aneh kenapa Raditya kembali menghubunginya.
"Maaf bu Marmi, mumpung aku ke rumah sakit. Bu Marmi mau dibawain apa? Sekalian tanyakan Rania" bilang Raditya.
Terdengar bu Marmi menyampaikan ucapan Raditya barusan ke Rania.
'Aku nggak mau apa-apa bu' kata Rania yang masih terdengar oleh Raditya.
"Nggak usah aja tuan. Nanti merepotkan. Terima kasih sebelumnya" kata Bu Marmi dan sedetik kemudian ponsel telah terputus.
"Yaelah main nutup telpon aja nih orang" kata Raditya bermonolog.
Jam empat sore Raditya telah berada di depan ruang di mana si kembar berada.
Dia ketuk pintu ruang jaga. "Sus, saya daddynya kembar. Boleh aku temui mereka?" tanya Radit sopan dan penuh wibawa.
Perawat cantik itu sampai melongo melihat pesona Radit yang hanya memakai pakaian kasual.
"Sus...suster. Boleh apa nggak?" Raditya mengulangi kembali pertanyaannya.
"I...i...iya...silahkan tuan" jawab perawat itu sedikit tergagap.
Raditya pun masuk dan kembali menyapa keduanya.
"Maafin daddy yang sempat meragukan kalian" celoteh Raditya.
Mendengar suara Raditya, bayi yang diberi gelang dengan nama bayi pertama itu menangis. Meski tak sekeras bayi dengan berat normal. Disusul bayi kedua.
"Uluh...uluh...kalian mau digendong daddy?" tukas Raditya mengajak bicara.
"Sus, tolong bantuin" pinta Raditya.
"Iya tuan" tukas suster yang sepertinya sibuk dengan bayi sebelah yang kondisinya sedang tak baik-baik saja.
"Ya sudah sus, aku sendiri saja. Silahkan lanjutkan" kata Raditya menjeda.
Raditya yang sudah diajari oleh perawat yang jaga sebelumnya pun melakukan hal yang sama seperti tadi. Tapi akhirnya Raditya harus minta bantuan juga karena kedua tangannya sudah posisi memegang si kembar. Saat ini Raditya sedang menerapkan metode kanguru, memberikan kehangatan pada bayi kecil dengan cara skin to skin.
Seakan tahu kalau sudah berada di gendongan sang papa, bayi kembar itupun kembali terlelap.
Tak sengaja bu Marmi melihat segala apa yang dilakukan Raditya di ruang bayi dari balik kaca.
"Aneh sekali tuan Raditya? Sebenarnya ada hubungan apa dengan Rania?" telisik bu Marmi dalam gumaman.
"Hayo, sedang menggunjing siapa?" ujar seseorang mengagetkan bu Marmi.
Bu Marmi menoleh dan dilihatnya Beno yang sedang tertawa.
"Tuan Beno, ngagetin aja" tutur bu Marmi dengan menepuk bahu Beno.
"Apaan sih bu yang dilihat barusan? Serius amat?" tanya Beno ikutan melongok lewat jendela kaca di sampingnya. Saking kerasnya dahinya pun ikut kejedot.
"Aduh, sialan" gerutunya.
"Bukan kacanya yang salah tuan, tapi jidat yang tak bermata" kata bu Marmi tertawa melihat kekonyolan Beno.
"Eh, si bos ngapain di dalam?" ujar Beno.
"Makanya? Aku juga mau nanyain itu" sela bu Marmi menanggapi.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
to be continued, happy reading 😊
aku dulu ngidam gak gitu amat