Nasib Si Kayya Yang Miskin

Bu Rahayu juga berpikiran sama dengan mbak Sita. Ia ikut kebagian keberuntungan karena putrinya telah menolong Vira.

"Bu, berarti selama ini ibu dan Kayya tinggal di kampung itu berdua saja?" tanya Mbak Sita mulai penasaran.

Bu Rahayu tersenyum dan mengangguk, "Ya, benar, Mbak. Suami saya jarang pulang. Mungkin dalam satu tahun, Saya dan Kayya bisa kali mbak dihitung pakai jari ketemu sama ayahnya Kayya.

"Suami ibu kerja di luar kota?"

Bu Rahayu menggeleng sambil tersenyum getir, "Ga, mbak."

Mbak Sita tidak lagi bertanya, dia khawatir pertanyaannya mungkin akan membuat bu Rahayu teringat suaminya.

"Saya dan ayahnya Kayya itu dulu menikah tanpa restu, Mbak. Saya miskin dan yatim piatu, sedangkan ayahnya Kayya berasal dari keluarga berpunya dan masih memiliki orang tua yang lengkap. Sampai sekarang bahkan Kayya ga tahu soal ini, Mbak. Dia tahunya ayahnya kerja di luar kota dan tidak sempat pulang. Bahkan sampai sekarang pun dia tidak tahu menahu mengenai keluarga ayahnya. Saya sengaja tidak mau memberitahu dia, saya takut dia akan sakit hati kalau tahu keluarga ayahnya tidak pernah menginginkan kehadirannya. Bahkan suami saya ...."

Bu Rahayu tidak bisa melanjutkan ceritanya dan kemudian justru terisak lirih. Mbak Sita segera berdiri mengusap bahu Bu Rahayu dan menenangkannya.

"Saya merasa sangat bersalah sampai sekarang, Mbak. Saya yang menyeret Kayya dalam kemiskinan. Kayya tidak tahu kalau dia punya saudara lain. Suami saya punya istri lain dan punya dua anak."

Bu Rahayu terus menumpahkan semua rasa sesak yang selama ini dia pendam. Dia menangis di pelukan mbak Sita. Sementara itu di balik tembok, Kayya tertegun dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya. Dia awalnya ingin menanyakan obat pada ibunya, siapa sangka dia justru mendengar rahasia yang seumur hidupnya bahkan ia tidak pernah mendengarnya.

Kayya berjalan gontai ke kamarnya, dia duduk di tepi ranjang dan melamun. Tangannya gemetaran karena mengetahui kenyataan yang begitu mengejutkan ini. Mungkinkah ini juga alasannya kenapa ayahnya tidak mau Kayya memiliki ponsel di masa lalu? Mungkin ayahnya khawatir kalau ia akan menghubunginya saat bersama keluarganya yang lain.

Kayya mendekap dadanya, rasanya sakit sekali. Kenapa ibunya tega merahasiakan semua ini darinya?

Kayya meringkuk di atas ranjang. Matanya sembab. Dia enggan untuk bangun, tetapi dia tetap harus bekerja. Mata Kayya terasa begitu berat, ia yakin saat ini matanya pasti bengkak. Kayya bangun dan langsung ke kamar mandi. Wajahnya masih terlihat pucat dan penampilannya menjadi sangat buruk.

Selesai mandi, Kayya melihat ponselnya dan mencari tutorial berdandan agar bisa menyamarkan sembab di wajahnya, terutama di area mata. Dengan telaten Kayya mulai mengaplikasikan make up di wajahnya. Produk produk yang dia pakai semua hasil pilihan Vira. Meski Kayya tidak begitu mahir, tetapi hasil akhirnya lumayan menutupi kekurangannya hari ini.

Sebelum menemui ibunya Kayya menarik napas panjang. Dia sudah memutuskan hanya akan fokus membahagiakan ibunya. Kayya tidak akan peduli lagi tentang masa lalu ayahnya. Jujur saja, meski ayahnya telah tiada, Kayya merasa tetap kecewa terhadapnya.

"Bu!"

"Kayya, kamu mengagetkan ibu." Bu Rahayu mengusap dadanya. Dia kaget saat Kayya tiba-tiba muncul dan mengejutkannya.

"Ibu, sih, melamun."

"Iya, iya ibu yang salah. Hari ini kamu mau bawa bekal tidak?"

"Tidak usah, Bu. Aku sudah hampir terlambat."

Bu Rahayu tidak memaksa dia hanya tersenyum melihat Kayya begitu terburu-buru. Setelah Kayya pergi, senyum bu Rahayu perlahan memudar.

"Semoga kamu bisa menemukan kebahagiaan kamu sendiri, Kayya."

Kayya berjalan dengan tergesa-gesa sehingga tidak sempat memperhatikan sekitarnya. Dia tidak menyadari hampir semua karyawan perusahaan itu yang bertemu dengannya menatapnya sambil berbisik bisik. Mereka membicarakan kejadian kemarin saat Kayya dipeluk oleh atasannya.

"Lihatlah, dia memang sudah berubah. Jika kemarin masih cantik biasa, sekarang dia cantik luar biasa. The power of makeup."

"Iya, baru sebentar dia sudah membuat Lina yang kerja bertahun tahun di sini sampai dipecat. Dia benar-benar luar biasa."

"Mungkin servisnya memuaskan, jadi pak Nicky menyukainya."

"Kalian semua! Apakah kalian tidak sadar jam berapa ini? Jika kalian masih ingin menggosipkan atasan kalian, saya akan beri waktu kalian bicara di depan pak Nicky, sekarang."

Jovan berdiri di belakang mereka sambil melipat kedua tangannya di dada. Tatapannya begitu tajam dan menakutkan. Semua orang langsung bubar dan lari ke ruangan masing-masing. Beberapa lari ke depan lift dan menekan tombolnya dengan cemas.

Jovan menghela napas panjang sebelum masuk ke dalam lift. Dia sudah menduga Kayya akan selalu menjadi pusat perhatian para karyawan di perusahaan ini.

Nicky sudah duduk di ruangannya. Kayya baru saja masuk dan langsung meminta maaf karena terlambat.

"Ini belum masuk jam kerja, jangan terlalu serius," kata Nicky.

Pria itu melirik Kayya sekilas, dia melihat penampilan gadis itu agak berbeda. Meski berusaha ditutup tutupi dengan makeup Nicky bisa melihat mata Kayya sedikit sembab. Alisnya langsung berkerut.

"Kayya, kemarilah!"

Tanpa berpikir panjang, Kayya berjalan mendekati Nicky dengan membawa Ipad kerjanya.

"Duduklah!"

Kayya langsung duduk di depan Nicky dengan patuh. Nicky mencondongkan tubuhnya ke depan, dengan bertumpu pada kedua sikunya, Nicky menatap Kayya dengan lembut.

"Kamu habis menangis?" tanya Nicky tanpa mengalihkan pandangannya.

Kayya tersenyum tipis dan mengangguk. "Ya, sepertinya begitu."

Nicky tidak bertanya lebih lanjut. Tadi dia hanya ingin memastikan saja. Dia tidak mau mencampuradukkan antara urusan pribadi dan urusan pekerjaan.

"Apa jadwal hari ini?"

"Kita ada meeting jam dua dengan PT Indo Vista, lalu malam hari ada acara amal di hotel Berlin dan ada undangan pribadi pukul tujuh dari Hosana Grup. Mereka merayakan ulang tahun putri keduanya dan mengharapkan kehadiran anda."

"Baiklah, nanti malam kamu bersiap saja, kamu harus menemani saya."

"Baik, Pak."

Kayya langsung kembali ke mejanya. Meski suasana hatinya masih sedikit buruk, tetapi dia tetap menyelesaikan semua pekerjaannya dengan baik.

Nicky mengajak Kayya pergi pada pukul setengah empat. Mereka keluar bersama seperti biasa. Kayya sudah mulai tidak canggung lagi pada Nicky. Dia berjalan di samping atasannya tanpa ragu.

Nicky mengajak Kayya masuk ke sebuah butik. Di sana ada seorang perempuan paruh baya yang menyambutnya dengan senyum ramah.

"Sudah lama ga ke sini, Nick. Sepertinya kamu sudah melupakan tante."

"Aku sibuk, Tan. Tan aku minta tolong, carikan gaun untuk dia. Nanti dia akan menemaniku pergi ke acara amal. Tante tolong dandani dia."

"Wah, jadi kamu udah punya pacar makanya lupa sama tante, ya?"

"Sa_saya asisten barunya pak Nicky, Nyonya," kata Kayya cemas.

"Panggil tante Kinan aja, kaya kalau Nicky memanggil saya."

"I_iya, Tante."

"Nama kamu siapa?"

"Saya Kayyana Putri."