Zakia Amrita. gadis cantik berusia 18 tahun, terpaksa harus menikah dengan anak pemilik pesantren Kais Al-mahri. karena perjodohan oleh orang tua Kais. sendiri, karena Pernikahan yang tidak di dasari Cinta itu, harus membuat Zakia menelan pahitnya pernikahan, saat suaminya Kais ternyata juga tidak memilik cinta untuk nya.
Apakah pernikahan karena perjodohan ini akan berlangsung lama, setelah Zakia tahu di hati suami nya, Kais memiliki wanita lain?
yuk baca Sampai Happy Ending.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Diam-Diam Perhatian.
Sesuai berbincang dengan Abah dan Umi. Gus Kais langsung masuk kedalam kamarnya tidak menyangka lama berbincang di teras rumah, ternyata Adzan Dzuhur telah berkumandang.
Ia masuk kedalam kamar, menutup pintu kamar pelan, Gus Kais melihat Zakia yang duduk di tepi jendela seperti biasa, sedang terpejam sambil duduk bersila dan mendekap Mushaf "kalau lagi tidur gitu bawaannya aku pengin meluk kamu Ki." Gus Kais melipat tangan mengulum senyum tipis sambil mengigit bibir bawahnya dalam.
Karean sangat pulas Zakia oleng kedepan, tapi Gus Kais langsung sigap menangkapnya. "Astagfirullah'halazim." Zakia membuka matanya perlahan kaget, saat kedua tangan Gus Kais memegangi pundaknya.
"Eh-maaf Gus, saya ketiduran" mata Zakia terbelalak ia kembali tegak.
"Makanya kamu kalau mau tidur itu di Sofa jangan disini, kalau ngantuk juga tidurnya habis Shalat aja jangan malah sekarang tidur!" Protes Gus Kais, namun nadanya gemetar seolah ia begitu khawatir karean Zakia hampir jatuh.
"Iya-Gus makasih." Zakia menunduk dalam, bibirnya tersenyum manis.
"Kamu jangan kepedean, saya nolong kamu karean kita itu sama-sama umat yang butuh bantuan." Gus Kais kembali melipat tangan sambil buang muka, namun entah mengapa hatinya berdebar-debar saat berdekatan dengan Zakia.
"Iya-iya Gus maaf." Zakia malah meledek, nampaknya menjalani pernikahan dengan pria yang umurnya sudah cukup dewasa malah membuatnya terus beristigfar karean sifat Gus Kais yang kadang berubah-ubah.
Zakia beranjak dari duduknya, namun kepalanya sedikit pusing, alhasil ia kembali oleng hampir terjatuh, dengan sigap. Gus Kais juga langsung memapahnya.
"Eh-kamu kenapa pusing yah?" nadanya kini berganti panik. Gus Kais membantu Zakia menuju ranjangnya.
Zakia juga gemetar karean yang awalnya Gus Kais menolak, penolakan nya untuk menyentuh dirinya namun sekarang Gus Kais malah sudah mau menyentuhnya meskipun itu hanya sebatas tangan dan dekapan pundak jika di hadapan Umi dan Abah.
"Kalau Kamu sakit ngak papa biar saya yang tidur di Sofa kamu yang tidur di ranjang." Gus Kais menatap kearah Zakia yang nampak pucat.
"memangnya ngak papa Gus?" Zakia tidak berani menatap Gus Kais, karean mereka duduk berdampingan hanya ada sedikit celah.
Gus Kais mengganguk "Iya ngak papa, kamu bisa Istrahat sekarang, nanti setelah Shalat aku carikan obat di apotek." ujar Gus Kais, ia langsung masuk kedalam kamar mandi, hendak mengambil Air Wudhu.
Sementara Zakia shalat di dekat ranjang, entah mengapa tubuhnya tiba-tiba saja lemas tidak berdaya, bahkan selepas Shalat saja ia langsung berbaring.
Zakia berbaring mengunakan selimut tebal, padahal di luar sedang panas-panasnya karean sudah tiga hari tidak turun hujan.
Gus Kais masih duduk Khusyu diatas sajadah, matanya terpejam bibirnya berdoa, entah doa apa yang sedang dia pinta. Zakia menatap pundak belakang Gus Kais yang sedang bersila, bibirnya tersenyum tipis menatap kearah Gus Kais, namun matanya yang sedikit mengantuk Akhirnya Zakia tertidur
Gus Kais beranjak dari Sajadah, ia langsung melipatnya menaruhnya di ujung ranjang. Gus Kais melihat Zakia yang terpejam, ia merasa bersalah karean saat hendak menikah ia sudah jahat bahkan menuduh Zakia tidak jauh sifatnya dengan Pakde dan Budenya.
Padahal selama dua bulan pernikahan Zakia tidak pernah mengadukan sifatnya pada Umi dan Abah, tapi justru Allah yang menunjukan itu langsung pada Abah dan Juga Uminya langsung.
"Kok badanya panas yah," Gus Kais menyentuh kening Zakia.
Zakia merasakan tangan Gus Kais yang dingin menyentuh keningnya, namun ia lebih memilih tetap terpejam.
Sementara itu Gus Kais langsung keluar kamar nampaknya ia begitu terburu-buru karean ingin membelikan Zakia obat ke Apotek.
Di bawah nampak sepi, mungkin Abah dan Umi sedang beristirahat,
Gus Kais langsung keluar rumah mengunakan Mobil pribadinya.
Sejak kemarin sampai hari ini, Gus Kais belum mengunjungi bisnisnya hanya karyawan kepercayaannya saja yang menghendel itu semua.
"Aku coba beli obatnya disana saja lah, tempat langganan Umi dan Abah." Gus Kais memarkirkan Mobilnya Di Apotek Setia Hati.
Selasa membeli Obat ia berniat membelikan bubur untuk Zakia
namun saat sedang membeli bubur Gus Kais tidak sengaja berpapasan dengan Melani kebetulan Melani juga sedang makan disana bersama keponakannya.
"Gus Kais?" pangil Melani saat Gus Kais berdiri di depannya memesan bubur
"Eh-iya Temanya Kia kan?" jawab Gus Kais tampa menoleh hanya sekilas saja.
"Iya-Gus. Zakianya dimana?" Melani celingukan mengira ada Zakia bersama Gus Kais.
"Di rumah loh, Zakia sakit."
"Sakit kenapa Gus? kau apakan dia sampai Dia sakit?" Logat batak Melani keluar sampai ponakan nya kaget. "Kau siksa dia yah Gus?" Melani mendelik membuat Gus Kais mengerutkan kening.
"Eh-ngak gitu, Zakia baru saja pulang dari Parang Tritis terus tiba-tiba tubuhnya demam." Ujar Gus Kais nadanya biasa saja, tidak segalak yang Zakia katakan hanya saja suaranya memang tegas.
"Kamu mainlah kalau ngak, tengok. teman mu, saya pulang dulu Ini bubur pesanan saya sudah jadi" ujar Gus Kais sambil menunjukkan bubur pesanannya.
Gus Kais berjalan menuju mobil, sekepergiannya Gus Kais. Melani memicingkan matanya. "Dasar Laki-laki ngak bisa di prediksi, rupanya kau sudah mulai mengagumi kecantikan dan kelembutan teman ku kan!" lirih Melani seperti hanya bicara pada dirinya sendiri.
Gus Kais tiba dirumah, satu tanganya menenteng bubur, satunya lagi membawa bungkus obat ia sengaja tidak membawa ponselnya karean malas harus terus menerus berdebat dengan Ayunda, bahkan memang akhir-akhir Ini setiap telfon mereka pasti akan ribut.
"Darimana Le?" Abah dan Umi yang kebetulan sedang berada di ruang tengah menegur Gus Kais.
"Ini habis beli bubur sama obat, Kais juga belikan bubur buat Abah dan Umi." Gus Kais menghampiri Abah dan Uminya sejenak menyerahkan dua Cup bubur yang terbungkus rapih.
Umi dan Abah mengerutkan keningnya, sekaligus berterimakasih karean Gus Kais sudah membelikannya bubur untuk yang pertama kalinya Gus Kais mau membelikan Umi dan Abah makanan.
"Siapa yang sakit Le, kok beli obat?" Umi mengangkat sebelah alisnya.
"Zakia demam Mi, mungkin karean kecapean. Mbak ndalem kapan kembalinya Umi?"
"Zakia sakit? kenapa ngak dibawa kedokter aja barangkali ia lagi ngisi Kais." Wajah Umi dan Abah seketika berbinar ada harapan di wajah mereka.
"Iya bawa aja kedokter, soalnya mbak ndalem juga baru kembali besok sore, katanya Mba Salma lagi ada urusan keluarga dan Mba Nadia juga adiknya sunat." Timpal Umi lagi.
Gus Kais hanya menganguk, namun darahnya seolah berdesir kuat, bagimana mungkin Umi dan Abah memvonis Zakia hamil sedangkan mereka tidak tahu kalau sampai sekarang dirinya belum melakukan itu, dikarenakan urusannya dengan Ayunda saja masih rued.
"Di Doain aja Umi, Abah, yah sudah Kais keatas dulu yah Kasian Zakia mungkin sudah menunggu." Gus Kais beranjak dari duduknya.
Umi dan Abah kembali salut dengan putranya karean perlahan ada perubahan.