Setelah kedua orang tuanya meninggal, Amy pindah ke Bordeaux -sebuah kota Indah di Prancis, dan berteman dengan Blanche Salvator yang ternyata merupakan anak dari seorang Mafia paling di takuti bernama Lucien Beaufort.
Dengan wajah yang karismatik, mata biru dan rambut pirang tergerai panjang, Lucien tampak masih sangat muda di usia 35 tahun. Dan dia langsung tertarik pada Amy yang polos. Dia mendekati, merayu dan menggoda tanpa ampun.
Sekarang Amy di hadapkan pilihan : lari dari pria berbahaya yang bisa memberinya segalanya, atau menyerah pada rasa yang terus mengusiknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lucien penasaran.
“Masih ada beberapa menit, aku mau ke asrama dulu. Kau mau ikut?” Tanya Amy pada Blanche. Dia membawa koper besar milik Amanda, karena pemiliknya entah kemana. Heran sekali, kenapa Amanda nggak mengambil barang-barangnya, sih? Membuat Amy repot saja.
“Aku ikut. Aku juga mau menemui Amanda! Aku mau tau sebenarnya dia punya niat apa, menjodohkan aku dengan Mateo, padahal mereka sangat dekat!” ucap Blanche dengan kesal.
Amy menghela napas, “tapi jangan berlebihan ya, kita tanya baik-baik saja, oke?”
Blanche mengerucutkan bibirnya tapi mengangguk –patuh.
Amy berjalan di depan Blanche, menuju asramanya yang berjarak cukup dekat dengan sekolah. Membuka pintu kamar asrama dan terkejut karena tak mendapati Amanda di sana.
“Mungkin dia sudah berangkat?” ucap Amy pada Blanche.
“Mungkin saja, tapi… kenapa kamar ini persis sama seperti dua hari yang lalu? Seperti nggak pernah di tempati. Berarti semalam Amanda nggak tidur di sini?” gumam Blanche sambil mengamati setiap sudut kamar asrama Amy dan Amanda.
Amy mengangkat bahu, lalu mendorong koper besar milik Amanda dan meletakkannya tepat didepan lemari milik Amanda. “Aku ganti baju dan menyiapkan buku sebentar ya? kamu duduklah dulu, Blanche,” ucap Amy sambil menarik kaos katunnya ke atas, lalu mengambil sweater turtleneck warna putih dan melengkapinya dengan long coat warna coklat tua.
Setelah selesai berganti baju, Amy mengambil beberapa buku, sketchbook dan alat tulisnya dan memasukkan semuanya ke dalam tas ransel mungilnya dan segera mengajak Blanche menuju kelas.
Sepanjang kelas berlasngsung, ponsel Amy terus berdering. Untunglah Amy sudah mengubahnya menjadi mode getar sehingga tak mengganggu dosennya saat mengajar di kelas. Tapi, Amy lama-lama kesal juga. Dengan sedikit emosi Amy melihat ponselnya dan muncullah nomer asing yang kemarin malam menelponnya. “Pasti ini Om Jo!” geram Amy lirih.
“Sst!” panggil Blanche lirih. “Siapa?’
Amy menggeleng –acuh. “Orang gila,” jawabnya asal, lalu mematikkan ponselnya selama jam pelajaran.
Bahkan saat jam makan siang, ketika Amy menyalakan ponselnya kembali, ponselnya langsung di berondongi notifikasi panggilan tak terjawab.
Amy mendesah kesal, lalu menekan tombol panggil pada nomer asing itu dan mendekatkan ponselnya di telinga.
“Heh! Tol*l! kalau aku telpon itu, langsung di angkat! Kau pikir aku pengangguran nggak ada kerjaan tinggal di Prancis lama-lama!” cerocos Jonathan dengan nada suara yang sangat marah.
“Siapa juga yang suruh nungguin aku! Aku ini lagi sekolah! Memangnya Om pikir aku pengangguran!” balas Amy tak kalah sengit. Dia menggigit potongan buah kiwi yang tersedia di nampan makan siangnya dan mengunyahnya keras-keras saking kesalnya.
“Wahh… mentang-mentang sudah tinggal di Prancis, kau berani melawan, ya? sudah nggak seperti bocah pendiam yang aku kenal di Jakarta! Hebat sekali kau!”
“Yeah, terima kasih untuk kalian berdua. Karena semua ini berkat kalian!” jawab Amy dengan sinis.
“Hahaha! Sekarang cepat keluar! Aku ada di taman dekat sekolahmu! Kita harus bicara!”
“Maaf, tapi aku masih ada kelas,” jawab Amy dengan cepat.
“Kau ingin aku membuat keributan di sekolahmu, Hah? Kau mau ku permalukan?!”
“Kalau Om melakukan itu, yang malu bukanlah aku, tapi Om sendiri. Kalau mau bicara, tunggu saja sampai sekolahku selesai. Sayang kan, uang lima persen pemberian kalian kalau tidak di pergunakan dengan baik.”
Jonathan tergelak dari sebrang telpon, “benar-benar luar biasa kau sekarang! Kita lihat saja, saat uang lima persenmu aku bekukan, mau apa kau disini? Jadi pengemis? Atau gelandangan? Hahaha!”
Amy menjauhkan ponselnya, menatap sinis layar yang masih menyala itu,lalu menekan ikon merah dengan cepat, membuat suara bising yang mengganggu itu langsung sirna.
“Hmm! Gini kan enak, kupingku adem!” gumam Amy sambil kembali melanjutkan makan.
“Kamu ngobrol dengan siapa?” Tanya Blanche yang sejak tadi memperhatikan Amy. Tentu saja Blanche tak mengerti apa yang di bicarakan Amy, karena Amy bicara menggunakan bahasa Indonesia yang tak Blanche pahami.
“Dengan orang gila,” jawab Amy cepat.
“Apakah itu mantan pacarmu di Jakarta?” selidik Blanche.
Amy menatap Blanche sambil mencibir, “mana ada, dia bukan pacarku! orang ini hanya kenalan –teman almarhum Papa ku,” jawab Amy sambil menusuk steik daging yang ada di nampannya.
“Sepertinya kalian ada masalah?”
Amy hanya tersenyum kecut, lalu melanjutkan makannya, enggan menceritakan masalah ini pada Blanche, karena menurut Amy sungguh kurang etis, dia menceritakan masalah pribadinya, lagi pula untuk apa Blanche tau.
Saat ini, yang harus Amy pikirkan adalah bertahan hidup. Sepertinya, uang bulanannya kemungkinan besar akan menghilang di rampas orang-orang serakah itu, jadi mau tidak mau, Amy tetap harus mencari pekerjaan paruh waktu. Jika bekerja di kebun anggur di hari sabtu dan minggu tidak cukup, dia harus mulai mencari pekerjaan part time lain, seperti pelayan trestoran atau kasir di supermarket.
Amy kembali menghela napas, dan teringat kedua orang tuanya. Papa dan Maman pasti sedih di atas sana, karena melihat Amy begitu menderita dan di perlakukan tidak adil oleh orang-orang kepercayaanya.
…
“Amy? Kau menginap di rumahku lagi, kan?” Tanya Blanche sambil berjalan keluar dari kelas, setelah kelas terakhir usai.
“Maaf Blanche, mungkin tidak bisa hari ini. Tapi aku janji, besok aku akan menginap di tempatmu. Tolong sampaikan terima kasih dan maaf ku pada Papa-mu, ya?” ucap Amy sambil tersenyum.
“Apa kau masih marah karena masalah tadi pagi?”
“Masalah apa?” bingung Amy.
“Masalah kau jadi istri Papaku! Memangnya kau mau? Dengan papaku?” Tanya Blanche dengan mata terbelalak tak percaya.
“Astaga!” Amy memutar bola matanya –jengah, “aku bahkan sudah melupakannya, Blanche.”
Blanche mendesah lega, “baguslah… tapi tetap ku pikir-pikir, Papaku terlalu berbahaya buatmu Amy. Kau harusnya mendapatkan kekasih yang tampan, baik dan menyayangimu. Papa ku terlalu punya banyak musuh, hidupmu nggak akan tenang nanti, percayalah.”
“Blanche! pulanglah,” kesal Amy sambil terkekeh, lalu dia mendorong punggung Blanche agar segera berjalan keluar gedung sekolahnya. Sedang Amy berbelok masuk kembali dan mengambil jalan lain menuju asramanya –lewat pintu belakang.
“Loh? Mana Amy?” Tanya Lucien yang kaget melihat anak gadisnya berjalan sendirian.
“Amy… sepertinya ada urusan. Dari tadi ada seorang pria yang terus menelponnya dan mengganggunya. Tapi kata Amy itu adalah teman orang tuanya. Tapi aneh sekali, ya Pa? untuk apa teman orang tua Amy terus menelpon? Aku yakin sekali, kalau orang itu adalah pacar Amy, atau mantan pacar Amy yang tidak ingin Amy temui,” cerocos Blanche panjang lebar.
Lucien terdiam sambil menatap asrama Amy yang berada tak jauh dari sekolah. “Ache, kau pulang dulu dengan mobil Papa!” Lucien menyerahkan kunci mobilnya pada Blanche.
“Lho? Papa mau ke mana?”
“Papa baru ingat kalau ada urusan di dekat sini. Papa nggak lama, setelah urusan Papa selesai, Papa akan pulang naik taksi.”
Blanche menatap Papanya dengan tatapan tak percaya, tapi ya sudahlah, akhirnya dia memutuskan untuk masuk ke mobil dan tancap gas meninggalkan Papanya di halaman kampus.
Setelah melihat Blanche pergi, Lucien segera berlari menuju asrama Amy. Lucien berada di jarak sekitar lima puluh meter ketika melihat Amy keluar dari asrama dan di dekati oleh lelaki paruh baya. Setelah itu mereka berdua berjalan menuju sebuah taman yang jaraknya tak jauh dari asrama Amy.
Lucien tergelak, “Amy… apa itu mantan pacarmu? Ternyata seleramu memang lelaki matang ya?” gumam Lucien sambl tersenyum miring. Lalu karena penasaran, Lucien pun mengikuti mereka berdua secara sembunyi-sembunyi.
🤔🤔🤔🤔🤔
Semua akan indah pada waktunya..
Karma tidak akan salah tempat..
❤️❤️❤️❤️❤️
Jangan beri kesempatan pada lintah penghisap darah!!!
💪💪💪💪💪❤️❤️❤️❤️❤️