Hidupku begitu hancur saat malam yang tak diiginkan menimpaku. Sayangku pada keluarga baru, telah menghancurkan cinta pada pria yang telah merenggut semangat hidupku.
Hidup yang selama ini terjaga telah hancur dalam sekejap mata, hanya keserakahan pria yang kucintai. Namun pada kenyataanya dia tak memilihku, akibat cintanya sudah terkunci untuk orang lain.
Apakah hidupku akan hancur akibat malam yang tak diiginkan itu? Atau akan bahagia saat kenyataan telah terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabur
# FlASHBACK OFF #
Mata mulai sayu-sayu terbuka, dengan kepala terasa agak pusing. Kuperhatikan perlahan-lahan ruangan yang sudah asing bagiku. Tangan sebelah kanan terasa perih dan berdenyut sakit, hingga pikiranpun mulai sadar atas apa yang tengah kulakukan tadi.
"Ternyata aku masih hidup, saat nyawa kuusahakan untuk mengakhirinya. Apakah masih ada orang-orang yang menyayangi dan peduli atas hidupku yang mulai berantakan? Apa aku harus hidup saat diri ini tak punya kekuatan lagi untuk menjalaninya? Oh Tuhan, aku harus bagaimana menjalani hidup ini, ketika aku tengah sendirian berjuang dalam menapaki jalan penuh liku-liku sekarang?" ujarku dalam hati sedang berpikir binggung.
"Karin ... Karin, kamu sudah bangun, nak? Ini mama," ujar beliau memanggil namaku saat mata sepenuhnya belum terbuka.
"Emm, iya ma!" jawabku lemah.
"Apakah kamu baik-baik saja? Mama takut sekali jika kehilangan kamu, nak. Dimana yang sakit? Biar mama panggilkan dokter untuk datang ke sini," ucap beliau sudah menangis tersedu-sedu akibat khawatir berlebihan.
"Ngak usah, ma. Aku baik-baik saja, tak payah memanggil dokter segala," tuturku mencegah.
"Heeh, baiklah kalau kamu baik-baik saja!" jawab beliau sambil mengusap pelan bahuku.
"Iya, ma. Makasih."
Tatapan mata terasa kosong sekali, dengan mulut malas untuk menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan mama Lidya. Dalam otak sekarang hanya ada pikiran bagaimama caranya aku keluar dari masalah ini. Lanjut tapi bakalan menghancurkan keluarga, tapi jika mundur bagaimana aku harus menjalani hidup ini. Sungguh rasanya kepala ingin pecah saja, saat jalan keluar untuk sekarang begitu buntu tak ada celah untuk menemukan solusi.
"Permisi!" ucap suara seorang perempuan ingin bertamu.
"Hai Karin, bagaimana keadaan kamu?" tanya kak Yona bersama kak Adrian yang sudah datang bersama.
"Aku baik," jawabku ketus.
"Kamu kenapa sih kok sampai bunuh diri segala? Kamu 'kan bisa curhat sama calon kaka ipar kamu ini. Benar 'kan Adrian?" ucap kak Yona berusaha baik, yang kini telah pamer kemesraan dengan cara memegang lengan kak adrian.
Tak ada jawaban sepatah katapun dari mulutku, dengan wajah sudah berpaling ke arah kiri, sebab rasanya aku muak sekali atas sikap mereka yang terasa membakar hati ini.
"Karin hanya ada masalah salah paham sedikit saja sama keluarga, jadi mungkin dia nekat melakukan tindakan itu," ucap mama Lidya mencoba membantu menjawab.
"Ooh, aku pikir kenapa, tante? 'Kan kasihan juga jika sampai ada tindak bunuh diri segala," celoteh kak Yona lagi yang sudah sok bersimpati.
Sebab tak ingin mendengar ocehan si Yona itu, kini badan kuusahakan berbenah secepatnya untuk tidur berpaling ke arah kiri, dengan muka segera kututup rapat menggunakan selimut.
"Karin kamu kok gitu, sih? Iiiih, susah-susah aku usahain datang kesini," keluh kak Yona tak suka atas sikapku.
"Biarkan saja Yona. Mungkin Karin lagi capek ingin istirahat, jadi kita keluar saja dari pada menganggunya," jelas kak Adrian.
"Iya, Yona. Lebih baik kita keluar saja, mungkin Karin untuk sementara ini tak ingin ada orang yang menganggunya. Ayo kita keluar sekarang saja," ajak mama Lidya.
"Baik, ma!" jawab suara kak Adrian.
"Kami tinggal kamu istirahat dulu, Karin!" pamit mama Lidya.
"Emm, ma!" jawabku sengau dalam selimut.
Entah mengapa sikap dan ucapan mereka terasa begitu menusuk dan membuat dada ini begitu panas, padahal mereka berdua tak pernah berbicara yang buruk tentangku.
"Apa artinya ini? Apakah aku telah jatuh cinta pada, kak Adrian? Aaah, tidak ... tidak mungkin. Aku tak mungkin mencintai pria br*ngs*k yang sudah menghancurkan hidupku. Yang jelas rasa benci ini begitu kuat dan kalau bisa membunuhnya sekarang, pasti akan kubunuh dia agar dosanya padaku bisa ditebus. Apakah arti rasa ini? Kenapa rasa benci ini begitu kuat, tapi aku berhaap dia bisa menyayangiku seperti layaknya dia menyayangi kak Yona? Aah, masa bodoh dengan semua itu, yang jelas aku tak mau lagi mengenal maupun mendengar suaranya lagi, sebab suara dan ucapannya kian lama kian perlahan-lahan terasa membunuhku," guman hati terus saja merancau tak tentu arah.
Semua orang sudah tak sudi lagi menjengukku, sebab ketika keluarga maupun teman datang mulut ini begitu terkunci dan tak mau menantap wajah mereka. Rasa benciku telah bisa hidup lagi, seakan-akan membuat hati ini terus saja merancau ingin menancapkan belati saja ke jantung segera
Hari terus saja menampakkan suara.
Hanya penuh dengan hembusan suara nafas.
Aku berusaha menutup mata agar menghilangkan dia dari pandangan, namun sulit sekali untuk menutup satu sama lain.
Aku sudah merasa kasihan sekali pada diriku sendiri.
Aku merasa terbakar dan aku memiliki nafas yang kini tercekik.
Aku haus, namun cangkir ini penuh oleh minuman aura penyiksaan.
Hingga aku tak tahu harus berbuat apa malam ini.
Setiap hari lebih tenang dalam kebisuan, hingga tiada yang terluka.
Namun sekarang hati begitu terbakar.
Dimanakah rasa tanggung jawab dan cintanya untukku?
Kututup rapat mata dan telinga agar tak bisa menatap maupun mendegarnya.
Aku sempat secara paksa berkeliaran mencari jawaban.
Namun terlalu banyak ego, hingga segelas gelas kosongpun terisi oleh minuman bekas orang lain.
Disaat orang-orang tengah tertidur, termasuk mama dan kak Adrian terlelap tidur dibangku tunggu, aku tak menyia-nyiakan kesempatan untuk kabur. Perlahan-lahan aku memasuki kamar mandi, untuk menganti pakaian dan secepatnya ingin keluar segera dari ruang mewah tempatku dirawat.
"Maafkan aku ma, kak Adrian! Aku pergi tanpa pamit dengan kalian. Biarkanlah aku yang menangung semua ini sendirian, tanpa menghancurkan keluarga bahagia kalian. Maafkan aku jika ada salah padamu, yang jelas aku tak mau membuat masalah atau jadi beban kalian. Biarkanlah anak yang kukandung kubawa pergi. Kamu sudah mendapatkan wanita yan kamu sayangi dan bakal menjadi istri yang bisa mendampingi kamu, kak! Jadi tak payah aku berada disini lagi. Selamat berbahagia, maafkan aku," ucapku dalam hati yang kini sudah berhasil keluar dari rumah sakit, yang terus saja berjalan lurus menjauhi tempat itu.
Orang-orang telah datang dan pergi sesuka hati.
Hanya aku dan kamu kini terhenti didunia ini.
Sungguh perasaan ini sangat membosankan, sebab engkau tak peka sekali terhadapku.
Dapatkah rasanya hatimu merasakan berantakan juga sepertiku?.
Aku dalam kebingungan oleh hati dan kamu telah berhasil mematikan itu semua.
Hingga benar-benar membuat hatiku ini hangus terbakar tak tersisa.
Rasa benci ini kian tak terkontrol, hingga jalan menghindarilah yang kuputuskan sekarang agar engkau bahagia.
Kau putuskan untuk menikah dengan dia dibelakangku, yang padahal aku berharap sekali padamu untuk jadi pelabuhan terakhir.
Kau tega melepaskan aku, hingga sampai aku jauh menatapmu.
Namun itu terlalu sia-sia, hingga imajinasiku terberai tak bisa memiliki seutuhnya.
Sekarang kaki terus saja menapaki jalan raya tanpa henti, yang tak tahu lagi entah dimana tempat ini, yang jelas jalanan sekarang terlihat sepi dipekatnya malam. Rasa haus tiba-tiba menyerang telah mengeringkan tenggorokan, hingga akupun harus mencari air segera untuk meredakan kehausan ini. Sudah berjalan sekian lama, namun aku tetap tak menemukan air setetespun, hingga akibat tak tahan akupun berhenti disebuah emperan rumah warga.
"Heeeh, begitu hausnya aku! Dimana aku bisa meneguk air setetes saja," keluhku dengan kepala sudah clingak clinguk melihat halaman rumah warga, agar bisa membantu menemukan air.
"Kenapa tak ada yang bisa kuminum. Heeeh, sabar ... sabar Karin," ucapku dalam hati yang teduduk lemas.
"Ya Allah, apa sikapku ini sudah benar atau salah? Aku tak ingin mereka kembali memasuki kehidupanku lagi, sebab hatiku dan orang lain yang kusayangi pasti akan terluka. Ya benar, mungkin jalan inilah yang harus kuambil agar semua tak menderita akibat diriku," guman hati yang sudah kelelahan.
Perlahan-lahan akupun ngantuk sekali, hingga tanpa sadar mata sayu-sayu mulai terpejam, akibat kelelahan berjalan dan rasa lapar mulai menyerang juga.