NovelToon NovelToon
Aku Bukan Mesin ATM Keluargamu Mas

Aku Bukan Mesin ATM Keluargamu Mas

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: Shaa_27

“Gajimu bulan ini mana, Ran? Orang tua butuh uang.”
“Adik butuh biaya kuliah.”
“Ponakan ulang tahun, jangan lupa kasih hadiah.”

Rani muak.
Suami yang harusnya jadi pelindung, malah menjadikannya mesin ATM keluarga.
Dari pagi hingga malam, ia bekerja keras hanya untuk membiayai hidup orang-orang yang bahkan tidak menghargainya.

Awalnya, Rani bertahan demi cinta. Ia menutup mata, menutup telinga, dan berusaha menjadi istri sempurna.
Namun semua runtuh ketika ia mengetahui satu hal yang paling menyakitkan: suaminya berselingkuh di belakangnya.

Kini, Rani harus memilih.
Tetap terjebak dalam pernikahan tanpa harga diri, atau berdiri melawan demi kebahagiaannya sendiri.

Karena cinta tanpa kesetiaan… hanya akan menjadi penjara yang membunuh perlahan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shaa_27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

menahan malu?

Malam semakin larut. Udara kian dingin. Suara jangkrik terdengar bersahutan dari kebun belakang rumah. Melati berjalan tertatih menyusuri gang sempit dengan mata sembab dan pipi basah oleh air mata. Tubuhnya lemas, langkahnya goyah—seakan semua tenaga telah terkuras bersama harapannya yang hancur.

Begitu sampai di depan rumah Bu Marni, pintu kayu itu langsung dibuka keras dari dalam. Bu Marni berdiri dengan wajah penuh amarah, tangan bertolak pinggang. “Kamu dari mana saja, hah!?” suaranya melengking menusuk telinga.

Melati terkejut dan terdiam di ambang pintu. “Aku… aku habis ketemu Pak Surya,” jawabnya pelan, suaranya bergetar.

“Ketemu Pak Surya?!” Bu Marni langsung maju dan mencengkeram lengan Melati kasar. “Terus? Mana uangnya!? Mana rumahnya!? Mana mobilnya!?”

Melati menggigit bibir, matanya berkaca-kaca. “Dia… dia ninggalin aku, Bu… dia milih istri-istrinya. Semua harta dialihin ke istri pertama. Aku nggak dapet apa-apa…”

Brakk! Tangan Bu Marni mendarat keras di pipi Melati. Gadis itu limbung, hampir jatuh. “Dasar perempuan nggak berguna!” bentak Bu Marni dengan mata melotot. “Udah kuperjuangin semua! Aku udah bikin Rani hancur, aku udah pasang rencana, tapi kamu malah pulang cuma bawa air mata?!”

Andi yang sedari tadi duduk di kursi bambu ikut berdiri. “Bu… udah, jangan marah-marah terus…” ucapnya lemah.

“Diam kamu, Andi!” Bu Marni melotot tajam pada anaknya sendiri. “Kalau bukan karena kebodohan Melati, kita semua udah hidup enak sekarang! Rumah baru! Mobil! Uang ratusan juta!”

Melati yang masih memegangi pipinya menahan tangis. “Bu… aku juga nggak mau kayak gini. Aku pikir Pak Surya bakal tanggung jawab sama aku dan anak ini…” ia mengelus perutnya yang mulai membuncit, suara gemetar dan putus asa.

Bu Marni malah menertawakan dengan nada sinis. “Tanggung jawab? Hah! Kamu pikir laki-laki kayak Pak Surya bakal buang harta buat cewek kampung kayak kamu? Dasar tolol!”

Para tetangga yang rumahnya berdekatan mulai mengintip dari jendela. Suara pertengkaran itu terlalu keras untuk diabaikan. Beberapa orang bahkan saling berbisik-bisik dengan wajah penuh cibiran.

“Udah lah Bu…” Andi akhirnya angkat suara. “Udah jelas Pak Surya nggak mau tanggung jawab. Kita juga nggak punya apa-apa lagi sekarang.”

“Dan itu semua gara-gara dia!” Bu Marni menunjuk Melati dengan kasar. “Perempuan ini cuma bisa bikin masalah!”

Melati akhirnya tak tahan lagi. Ia menatap Bu Marni dengan mata merah menyala. “Cukup, Bu! Aku bukan boneka yang bisa Ibu salahin terus! Aku juga korban!” teriaknya histeris.

Namun Bu Marni tak gentar. “Korban? Korban kepalamu! Kalau bukan kamu yang tidur sama Pak Surya, semua ini nggak akan kayak gini!”

Suasana rumah makin panas. Para tetangga makin banyak berkumpul di luar pagar, membicarakan aib keluarga itu seperti tontonan gratis.

Melati akhirnya berlari masuk ke kamarnya sambil menangis keras, membanting pintu dengan keras.

Sementara Bu Marni mengumpat panjang, tak sadar kalau malam itu jadi awal kehancuran keluarga mereka sendiri.

Andi hanya bisa berdiri terpaku, menyadari kalau semuanya benar-benar mulai runtuh.

Suasana malam itu begitu tegang—angin malam masuk lewat jendela yang terbuka setengah, tirai bergoyang pelan, tapi rumah Bu Marni dipenuhi suara bentakan dan teriakan yang membuat bulu kuduk merinding.

Bu Marni berdiri di ruang tengah, wajahnya memerah, urat leher menegang. Tangannya menunjuk tajam ke arah Andi yang hanya berdiri terpaku di depan pintu.

“ANDI!!” teriak Bu Marni dengan suara melengking. “Kamu ini laki-laki atau sampah?! Baru aja bikin malu keluarga gara-gara masalah Rani, sekarang kamu malah ngimpusin perempuan entah dari mana dan malah bikin dia hamil?! ASTAGAAA…!!”

Andi menunduk, keringat dingin membasahi pelipisnya.

“Bu, tolong jangan bicara kayak gitu—” ucap Andi dengan suara lirih.

“JANGAN PANGGIL AKU BU!!” potong Bu Marni garang. “Kamu bikin aku malu di depan kampung ini, Andi! Malu!! Perempuan itu—” matanya melirik tajam ke arah Maya yang berdiri tak jauh dari sofa —“bahkan bukan siapa-siapa! Kamu cuma nyeret aib ke rumah ini!”

Maya mendengus keras, matanya menatap tajam ke arah Bu Marni. “Hati-hati kalau bicara ya, Bu… Saya bukan sampah!”

“APA?!” Bu Marni melangkah maju, wajahnya semakin panas. “Kamu pikir kamu siapa berani ngomong begitu ke aku di rumah aku sendiri?!”

Maya tak mundur sedikit pun. Ia melangkah mendekat, menatap mata Bu Marni dengan penuh perlawanan. “Saya perempuan yang anak Ibu sendiri buat hamil! Kalau saya sampah, anak Ibu apa? Laki-laki brengsek yang nggak tahu tanggung jawab?!”

“Andi!!!” teriak Bu Marni makin histeris, menatap anaknya dengan mata melotot. “Kamu dengar itu? Perempuan ini kurang ajar!”

Andi hanya diam, tapi Maya menatapnya tajam. “Andi… aku capek! Kalau begini caranya, aku lebih baik pergi! Aku nggak mau terus dicaci maki, diinjak-injak sama ibumu!”

Suasana mendadak hening sesaat. Nafas semua orang terdengar berat. Bu Marni melotot kaget. “APA?!”

Andi spontan melangkah maju, menahan tangan Maya dengan cengkeraman kuat. “Nggak! Kamu nggak boleh pergi!” katanya tegas, suaranya bergetar tapi jelas. “Kamu bawa anakku, Maya! Aku nggak akan biarin kamu pergi seenaknya!”

Maya terperanjat, menatap Andi dengan mata membulat. “Lepasin aku, Andi! Aku nggak mau jadi beban hidup kamu!”

“Kamu bukan beban!” potong Andi keras. “Kamu ibu dari anakku!”

Bu Marni membeku di tempatnya. Seluruh tubuhnya seperti membatu mendengar ucapan anaknya itu. “Andi… apa kamu sadar apa yang kamu katakan?!” suaranya serak, seperti tak percaya.

Andi menatap ibunya dengan sorot mata penuh tekad. “Iya, Bu. Aku sadar. Maya bakal tetap di sini. Aku nggak akan biarin dia pergi.”

“GILA KAMU!” jerit Bu Marni, hampir terhuyung. “Perempuan ini bukan siapa-siapa! Kamu pilih perempuan murahan itu daripada ibumu sendiri?!”

“BU!” teriak Andi dengan nada tinggi untuk pertama kalinya. “Jangan hina Maya!”

Maya terdiam, dadanya naik turun menahan emosi, sementara Bu Marni makin tak terkendali. “Astaga… anak durhaka! Anak durhaka!!”

Tangis kesal bercampur amarah memenuhi ruang tengah. Maya berusaha melepaskan diri dari genggaman Andi, tapi Andi tak mau melepaskan. Para tetangga yang mendengar keributan mulai berdatangan, berkerumun di luar pagar rumah, berbisik-bisik.

“Wah… ini makin parah…”

“Itu anak Maya… katanya hamil ya?”

“Ibunya Andi pasti syok berat.”

Suasana menjadi semakin panas—teriakan, tangisan, dan bisik-bisik tetangga membaur menjadi satu.

★★★★

Di sebuah ruang keluarga yang hangat dan nyaman, aroma teh melati perlahan menguar dari cangkir-cangkir keramik di atas meja kayu. Lampu gantung yang redup tapi lembut membuat ruangan itu terasa tenang dan damai. Rani duduk di sofa empuk, sementara Nadia dan kedua orang tuanya duduk melingkar, menciptakan suasana seperti keluarga besar yang tengah merencanakan masa depan.

Papa Nadia tersenyum hangat, “Rani, tadi Nadia cerita soal rencanamu untuk buka usaha online shop. Bisa ceritakan lebih detail ke Papa dan Mama?”

Rani mengangguk pelan, matanya berbinar—ini pertama kalinya setelah sekian lama ia berbicara tentang mimpinya dengan tenang, tanpa caci maki atau tekanan.

“Saya ingin mulai dari usaha kecil dulu, Pa, Ma… mungkin fashion wanita atau skincare. Saya paham cara jualan online, cuma… saya butuh arahan dan dukungan untuk sistemnya. Saya juga ingin usaha ini berkembang pelan-pelan tapi pasti.”

Mama Nadia menatapnya dengan mata lembut, seolah Rani adalah anaknya sendiri. “Wah, itu ide bagus sekali, Nak. Sekarang semua orang belanja online. Kamu pintar memilih bidangnya.”

Nadia menepuk pelan tangan Rani, ikut antusias. “Iya, Ma, Pa. Rani ini orangnya telaten, dan cara komunikasinya bagus. Cocok banget untuk usaha online.”

Papa Nadia mengangguk setuju, lalu menyandarkan tubuhnya santai ke sandaran sofa. “Kalau begitu Papa dan Mama akan bantu. Kita mulai dari modal dan tempat. Kamu nggak usah khawatir, rumah ini juga bisa jadi tempat sementara untuk gudang atau pengemasan barang.”

Mata Rani memanas—bukan karena sedih, tapi haru. Ia tak pernah mendapatkan sambutan sehangat ini dari keluarga siapa pun. “Terima kasih banyak, Pa… Ma… saya sungguh nggak tahu harus ngomong apa lagi.”

Mama Nadia tersenyum tulus, lalu menggenggam tangan Rani. “Nak, mulai sekarang kamu jangan merasa sendiri. Anggap kami keluarga kamu. Kalau kamu punya impian, kami akan dukung selama itu baik.”

Suasana ruang tamu terasa semakin hangat. Tawa kecil terdengar saat Nadia mulai menggambar sketsa logo brand, sementara Papa Nadia mencatat beberapa ide untuk legalitas usaha.

“Nama tokonya apa, Ran?” tanya Nadia sambil mencorat-coret papan tulis kecil.

Rani tertawa pelan, pipinya sedikit memerah. “Belum kepikiran sih… tapi aku mau namanya sederhana dan punya arti perjuangan.”

Papa Nadia tertawa pelan. “Kalau begitu, kita pikirkan bersama. Malam ini… kita mulai mimpi kamu, Nak.”

Rani mengangguk, hatinya terasa ringan untuk pertama kalinya. Di rumah ini, tak ada teriakan, tak ada caci maki—yang ada hanya kehangatan, dukungan, dan secercah harapan baru.

1
Nur Hafidah
capek bgt punya suami dan mertua yang bisanya nuntut
Ayudya
semangat kak.cerita buat kita bisa belajar akan arti sebuah keluarga
penulis_pena: 🥹huaaa makasih kak 😍
total 1 replies
Ma Em
Semoga Rani semakin sukses serta Andi dan keluarga benalunya semakin terpuruk .
Ma Em
Bagus Rani kenapa tdk dari dulu kamu pergi dari Andi si mokondo dan keluarga benalu , semoga Rani bisa bertemu dgn lelaki yg baik yg tulus mencintai Rani bkn dijadikan ATM berjalan untuk suami dan keluarganya .
AlikaSyahrani
semoga memdapatkan jodo sang bisa menerima kamu apa adanya
bukan ada apanya🤲🤲🤲
Wanita Aries
Semangat membuka lembaran baru rani
AlikaSyahrani
semangat rani 🦾🦾🦾🦾🦾
AlikaSyahrani
dasar keras kepala kamu ran
apa dibilang temanmu n tetanggamu itu betul sekali sayangila dirimu sendiri
AlikaSyahrani
sadar rani sadar kamu itu cuma dimanfaatkat oleh kelurga suamimu
AlikaSyahrani
rani rani tinggalkan keluarga toxsis begitu
AlikaSyahrani
rani kamu emong boda
kamu itu kerja banting tulang kok gak perna dihargai sih
mendingan pisa ajah toh blm punya anak
Sulfia Nuriawati
nodoh keras kepala lg, g bs dengar pendpt y udah jd aja hamba cinta kamprett km Rani bego🐯🐯🐯🐯
Sulfia Nuriawati
jd cwek kok bodoh nya minta ampun, g nyadar cm jd ATM bkn cinta oon🐯🐯🐯
Sulfia Nuriawati
pny kerja ngapain bertahan dg suami yg kyk gt, mn mertua merongrong lg toxic bnget ni kluarga, cm org bodoh yg mw bertahan, cinta nlh bidoh jgn y dek
penulis_pena: jangan salah kak 🥹banyak banget di dunia nyata kayak Rani 🥹apalagi kakakku beh bodohnya ngalah ngalahin Rani udah dibilang juga masih ngeyel😭dan terbitlah kisah Rani dari kisah nyata kakakku😭
total 1 replies
Ma Em
Rani saja sdh tau kelakuan Andi dan bu Marni msh saja mau pulang kerumah Andi segitu cinta kah Rani pada Andi walau sdh dijual dan hampir dilecehkan bahkan sampai celaka msh saja mau pulang ke rumah Andi , Rani cuma omong doang yg besar tapi tetap saja msh mengharapkan pada Andi si laki mokondo .
Wanita Aries
Haha iya maya km menang tp siap2 aj menderita tinggal sama benalu
Ma Em
Apa hukuman yg akan diterima Surya, Andi dan Bu Marni jgn sampai bebas dari hukuman mereka bertiga apalagi keluarga benalu dan lelaki mokondo berikan dia hukuman yg berat yg akan Andi dan Bu Marni menyesal seumur hidupnya begitu juga dgn si Melati .
Wanita Aries
Rasakan nohh suryo
Nasibmu bakal tragis marni andi ma melati
Wanita Aries
Siap2 tdr di hotel prodeo si suryo marni sama andi
Wanita Aries
Mampuslah itu mereka masuk penjara
penulis_pena: 😭iya ih suka kesel bngt sama keluarga Bu marni
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!