NovelToon NovelToon
Kehidupan Kedua Si Pelatih Taekwondo

Kehidupan Kedua Si Pelatih Taekwondo

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Berondong / Time Travel / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Amanda Ricarlo

Dara sebagai pelatih Taekwondo yang hidupnya sial karena selalu diteror rentenir ulah Ayahnya yang selalu ngutang. Tiba-tiba Dara Akan berpindah jiwa raga ke Tubuh Gadis Remaja yang menjatuhkan dirinya di Atas Jembatan Jalan Raya dan menimpa Dara yang berusaha menyelamatkan Gadis itu dari bawah.

Bagaimana Kelanjutannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amanda Ricarlo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Evelyn VS Lesham

Pandangan mimpi itu terus saja menghantui pikiran Lesham, seakan-akan sosok dirinya yang sesungguhnya telah muncul dan berdiri tepat di hadapannya, menatap dengan mata yang tajam, lalu mengucapkan isi hati yang selama ini ia pendam, tentang dunia yang tidak pernah benar-benar berpihak padanya. Pantas saja anak itu, sosok dirinya yang lain, baru menampakkan diri setelah sekian lama, meski hanya di dalam mimpi.

Sejak saat itu, Lesham merasa semangat hidupnya seolah terkikis perlahan. Bahkan ketika Pak Arhan tengah berdiri di depan kelas menjelaskan materi fisika, Lesham hanya menatap lurus ke arah papan tulis tanpa benar-benar mendengarkan. Tangannya terlipat di meja, tatapannya kosong, seolah pikirannya melayang jauh entah ke mana. Baru kali ini, dalam hidupnya, ia merasa sebosan itu sampai kehilangan gairah untuk sekadar menjalani hari.

Satu jam penuh pelajaran berjalan tanpa benar-benar ia sadari, dan begitu Pak Arhan menutup materinya lalu meninggalkan kelas, suasana yang tadinya serius langsung berubah riuh. Teman-temannya kembali larut dalam tawa, obrolan, dan canda. Ada yang saling lempar cerita, ada yang sibuk bercanda sambil berlari-lari kecil di antara bangku, bahkan ada pula yang masih sempat-sempatnya mengganggu Lesham dengan panggilan-panggilan usil. Namun, semua itu sama sekali tidak ia tanggapi. Kepalanya perlahan ia sandarkan di atas meja, matanya mengarah ke jendela kelas, menatap langit biru luas dengan gumpalan awan putih yang begitu indah.

Sekilas, pemandangan itu menenangkan, tapi napas berat yang keluar dari mulutnya membuktikan bahwa hatinya sama sekali tidak tenang. Setiap kali ia mencoba menikmati keindahan langit, bayangan mimpi semalam kembali menyesakkan dadanya. Hingga tiba-tiba, suasana kelas yang riuh mendadak berubah drastis. Riuh rendah tawa berhenti, suara obrolan padam, dan digantikan dengan keheningan yang janggal. Lesham masih menunduk, tapi telinganya menangkap bisikan-bisikan samar yang terasa aneh, seolah ada sesuatu yang tidak wajar sedang terjadi.

Perlahan ia mengangkat kepala, menoleh ke sekeliling, dan mendapati dua pria asing berdiri tepat di sampingnya. Tatapan mata mereka datar, dingin, seolah mengandung niat membunuh.

“Kalian mau apa?” tanya Lesham dengan raut bingung, meski hatinya berdegup keras.

Tanpa menjawab, kedua pria itu langsung menarik tangannya dari kiri dan kanan.

“Eh? Maksud kalian apa? Kalian mau bawa aku ke mana? Hei! Apa yang sedang kalian lakukan?” bentak Lesham, berusaha melepaskan diri.

Namun, tak seorang pun dari teman sekelasnya bergerak untuk menolong. Mereka semua hanya berdiri mematung, menonton dalam diam, seakan sudah tahu apa yang akan terjadi pada Lesham.

‘Mereka berdua mau membawaku ke mana? Kenapa perasaanku begitu tidak enak,’ batin Lesham sambil terpaksa mengikuti tarikan kedua pria itu.

Langkah mereka cepat, tidak memberi ruang bagi Lesham untuk melawan. Hingga akhirnya, ia dibawa ke atap sekolah. Angin sore berhembus kencang, membawa aroma semen panas yang terbakar matahari. Di sana, tiga wanita sudah menunggu dengan duduk manis seakan sedang menyambut tamu. Dari salah satu wajah mereka, Lesham langsung mengenalinya.

Begitu sampai, tubuh Lesham dengan kasar dilempar hingga jatuh tepat di depan kaki mereka. Ia mencoba bangkit, tetapi salah satu dari mereka langsung menginjak punggungnya dengan keras, membuatnya sesak napas.

“Lepaskan kakimu… aku susah bernapas,” ucap Lesham dengan suara terputus-putus.

Wanita itu akhirnya melepaskan pijakannya, dan Lesham menghirup udara dalam-dalam dengan lega. Ia bangkit berdiri, menatap mereka berlima yang kini mengelilinginya dengan tatapan tajam seolah ingin menghancurkannya.

“Kau masih ingat aku?” ucap wanita itu dengan senyum manis, namun wajahnya tetap menampilkan aura berbahaya.

“Aku masih ingat. Kau Evelyn, kan?” jawab Lesham datar.

“Uhhh, aku sangat terharu. Ternyata kau masih mengingat namaku,” ucap Evelyn pura-pura sedih, suaranya terdengar menjijikkan di telinga Lesham.

“Ck, menjijikkan,” gumam Lesham sambil memutar bola matanya, muak dengan sandiwara yang dimainkan gadis itu. Ia melipat tangan di dada, lalu menatap Evelyn dengan pandangan menusuk. “Sebenarnya apa yang mau kau lakukan padaku? Apa aku pernah punya masalah denganmu?”

Senyum Evelyn perlahan lenyap, berganti dengan ekspresi dingin. Ia mendekat dengan langkah tenang, tatapannya kini seolah menganggap Lesham musuh bebuyutannya.

“Kau tahu apa kesalahanmu?” bisiknya pelan.

“Ck, jangan bertele-tele,” potong Lesham cepat, membuat salah satu bawahan Evelyn langsung hendak menamparnya. Namun gerakan itu segera dihentikan oleh Evelyn.

Tatapan Evelyn saja sudah cukup untuk membuat bawahannya membeku di tempat. Lesham melihat adegan itu sambil menghela napas panjang, wajahnya menunjukkan rasa malas.

“Astaga, anak-anak tengil ini benar-benar menyusahkan,” gumam Lesham, tanpa menyadari bahwa ucapannya cukup keras untuk terdengar oleh Evelyn.

Evelyn tiba-tiba saja mendorong Lesham ke belakang karena emosi, hampir saja dirinya terjatuh dari atap, untungnya Lesham refleks menahan tubuhnya. Namun, Evelyn justru memberi isyarat pada dua pria di belakangnya, dan dalam sekejap tangan Lesham ditahan kuat hingga ia hingga tak bisa memberontak.

“Apa sebenarnya maumu, Evelyn? Aku tidak pernah mengusik hidupmu,” ucap Lesham dengan lantang, berusaha melepaskan diri.

“Kau memang tidak mengusikku, tapi kau selalu saja mendekati kekasihku. Bahkan berani dekat dengan Mico!” teriak Evelyn dengan nada tinggi.

Lesham terkekeh kecil, senyum sinis terulas di bibirnya. ‘Ah, jadi hanya masalah cowok. Dari awal pun aku tak pernah tertarik pada berdua' batinnya.

“Baru jadi kekasihnya saja sudah bertingkah begini. Apalagi kalau kau sudah menikah. Tunggu sebentar… sebenarnya kau itu kekasih Zane atau Mico? Kenapa setiap aku dekat dengan Mico kau begitu cemburu? Jangan-jangan kau menyukai keduanya, hm?” ucap Lesham dengan senyum tipis, mengangkat sebelah alisnya, sengaja memancing amarah Evelyn.

Seketika tangan Evelyn melayang ke pipi kanannya, menampar dengan keras hingga Lesham meringis sebentar. Namun, ia tetap tersenyum tipis.

“Jaga ucapanmu, sialan! Kau tidak berhak bicara seperti itu padaku,” bentak Evelyn dengan emosi yang memuncak.

Tak puas, ia langsung menendang perut Lesham hingga tubuhnya terjatuh ke lantai semen yang keras.

‘Sial, dia bermain kasar. Haruskah aku membalasnya?’ batin Lesham, menahan sakit di perutnya.

Pelan-pelan ia bangkit dan menegakkan tubuhnya, melipat kedua tangan di dada lalu menatap Evelyn dengan ekspresi tengilnya. “Pukulan itu tidak seberapa bagiku, Evelyn.”

Ucapan itu membuat Evelyn semakin hilang kendali. Ia berjalan cepat seakan ingin memukul dirinya lagi, namun kali ini tangan Evelyn berhasil ditahan oleh Lesham. Dengan cepat ia menggeser kakinya, menyapu kaki Evelyn hingga gadis itu terjatuh ke lantai.

“Ups, tidak sengaja. Bokongmu pasti sakit, ya?” ucap Lesham pura-pura terkejut sambil menutup mulutnya, padahal ia nyaris tertawa.

Bawahan Evelyn panik ingin menyerang, tapi ditahan oleh Evelyn. Wajahnya kini benar-benar muram, matanya penuh dendam.

“Sepertinya kau mulai bisa melawanku, Lesham. Kau bahkan sudah membuat tubuhku lecet,” ucapnya dengan suara rendah.

“Kau yang memulai, kenapa aku yang disalahkan? Sudahlah, kalau tidak ada urusan lain, aku pergi saja ya. Bye,” Lesham melambaikan tangan seakan-akan mengejek mereka. Tetapi saat ingin pergi, Lesham mengatakan Ucapan terakhirnya padanya

"Oh iya, Hei kau... Dengarkan aku baik-baik, Aku sama sekali tidak selera dengan kekasihmu itu, apalagi dengan Mico. Jadi kuharap kau tidak melakukan hal bodoh seperti ini lagi. Jika kau melewati batas lagi, aku pun tidak segan-segan membalas dengan caraku" Ucap Lesham mencoba memperingati Evelyn. Merasa urusannya telah selesai, Lesham membalikkan tubuhnya dan perlahan pergi dari tempat itu.

Evelyn menatap penuh kebencian, lalu menahan anak buahnya agar tidak bertindak. “Jangan sekarang… aku punya rencana lain untuk membuat dirinya menyesal seumur hidupnya. Dia akan bertekuk lutut dihadapanku memohon ampunan padaku"

Sementara itu, Lesham menuruni tangga atap sambil memegangi pipinya yang memerah. “Ah, maafkan aku Lesham, wajahmu dan tubuhmu sedikit lecet, Maaf aku tidak menjaganya dengan baik" bisik Dara lirih, berbicara sendiri. menyesal karena tubuh yang sedang ia singgahi itu kini terluka.

Saat hendak masuk toilet, Alia tiba-tiba berlari kecil mendekatinya.

“Lesham!” serunya panik. “Kau tidak apa-apa? Aku dengar kau bertemu Evelyn. Astaga, pipimu merah sekali. Apa dia menamparmu sangat keras? Selain wajahmu, ada bagian lain yang terluka?” tanyanya cemas.

“Aku baik-baik saja. Luka ini tidak seberapa. Hanya saja dia memang keterlaluan,” jawab Lesham sambil tersenyum tipis, mencoba menenangkan.

“Kau membalasnya?” tanya Alia, ragu.

“Ya, dia menyerangku duluan, jadi aku membalasnya. Impas, kan?”

Alia menunduk dengan wajahnya yang murung. “Entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Aku takut mereka akan berbuat lebih parah lagi padamu.”

Mendengar itu, ekspresi Lesham berubah datar. Ia tahu, cepat atau lambat, geng iblis itu tak akan berhenti sampai benar-benar menghancurkannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!