Sebagai seorang putra mahkota Kekaisaran Tang, sudah selayaknya Tang Xie Fu meneruskan estafet kepemimpinan dari ibunya, Ratu Tang Xie Juan.
Namun takdir tidak berpihak kepadanya. Pada hari ulang tahun dan penobatannya sebagai seorang kaisar, terjadi kudeta yang dipimpin oleh seorang jenderal istana. Keluarga besarnya tewas, ibunya dieksekusi mati, dan kultivasinya dihancurkan.
Dengan cara apa Tang Xie Fu membalaskan dendamnya?
Ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muzu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tabib Chu
Kencangnya angin yang berembus mempercepat laju api menjalar ke seluruh kawasan hutan. Bahkan, area yang ditempati Xie Fu tak luput dari jilatan si jago merah. Maka dari itu, tidak ada waktu untuknya bersantai di tengah kobaran api yang semakin cepat menjalar ke arahnya. Dan secepatnya pula ia panggul kembali tubuh Ji Ruyan ke atas pundaknya meskipun dalam kondisi tak berbusana.
Area hutan yang luas dan rapatnya pepohonan besar di dalam hutan sedikit menyulitkan langkahnya. Xie Fu berlari di belakang kobaran api yang seolah sedang mengejarnya. Dengan terpaksa, beberapa pohon yang menghalanginya dihantam keras hingga bertumbangan. Aksinya itu cukup efektif memperlambat laju api melahap pepohonan. Suhu panas yang dirasakannya mulai berkurang seiring langkahnya yang semakin jauh.
Matahari mulai condong ke arah barat ketika Xie Fu melihat area luas yang menjadi batas kawasan hutan. Hingga beberapa langkah berikutnya, sampailah ia di tepi hutan yang ternyata merupakan sebuah tebing yang sangat terjal. Hutan yang dilaluinya merupakan area tinggi. Seketika ia menoleh ke belakang dan melihat kepulan asap hitam membumbung ke langit, menandakan api berangsur padam.
“Syukurlah,” ucapnya seraya membaringkan tubuh Ji Ruyan di atas tanah.
“Gadis ini membuatku tidak nyaman. Aku harus membuatkannya pakaian dari sumber daya yang ada,” imbuhnya.
Tanpa membuang waktu lagi, Xie Fu segera menggerakkan jemari tangannya membentuk pola rumit dan seketika itu aura dari dalam tubuhnya memancar. Seketika itu pula unsur kayu dari sebuah pohon membentuk gaun seperti yang terpola dalam pikirannya. Beberapa saat kemudian, terciptalah sebuah gaun indah yang terbuat dari unsur kayu.
Meski tampak risih karena harus melihat kemulusan tubuh Ji Ruyan, dengan cekatan Xie Fu memakaikannya. Setelah itu, ia harus memikirkan cara untuk dapat menuruni tebing yang teramat terjal di hadapannya.
Dari kejauhan ia melihat keberadaan kota yang arsitektur bangunannya terlihat begitu mewah seperti dalam dunia dongeng, meski areanya tidak seluas kota-kota besar, tetapi kota itu tampak begitu menakjubkan.
“Itukah Kota Kuno?” Xie Fu terus memandanginya. Sebuah kota yang tidak pernah redup dan menjadi persinggahan terakhir bagi para kultivator maupun para prajurit kekaisaran sebelum melanjutkan perjalanan ke luar dari wilayah Kekaisaran Fei.
Berikutnya, Xie Fu mengalihkan pandangan dari Kota Kuno ke tepian tebing untuk mencari jalan. Tatapannya kemudian terhenti pada seutas tali yang memanjang ke bawah. Ia pun kembali memanggul Ji Ruyan ke atas pundaknya dan segera menghampiri tali itu. Benar saja, tali yang terikat pada batang pohon besar itu merupakan pegangan yang digunakan untuk menuruni tebing. Tampak ada susunan batu yang dijadikan pijakan untuk turun ke bawah. Tanpa ragu, Xie Fu mulai menjejakkan kakinya pada susunan batu seraya menggenggam tali dan melangkah turun.
Hampir seribu batu yang dijejaki, Xie Fu akhirnya sampai di bawah kaki tebing. Sejenak ia menoleh ke atas tebing yang tampak diselimuti awan, lalu melanjutkan langkah menuju Kota Kuno yang menyisakan jarak sekitar seribu tombak dari posisinya berjalan.
Sekilas sang pemuda yang berjalan sambil memanggul tubuh itu seperti seorang pendekar kelana yang menjelajahi seisi bumi. Tubuhnya yang tinggi kurus hanya diterangi cahaya senja yang sebentar lagi tenggelam di ufuk barat.
Langit senja berganti malam begitu Xie Fu sampai di Kota Kuno yang terlihat masih sibuk dengan berbagai aktivitas warganya. Banyak pandang mata yang tertuju ke arahnya, tetapi tak sekalipun Xie Fu menolehkan pandangan selain tetap lurus ke depan seraya memperhatikan papan nama yang tertera di atas pintu tiap bangunan.
Jauh langkah kakinya berjalan, Xie Fu tak kunjung menemukan kediaman seorang tabib. Ia kemudian mengadang langkah seorang pria paruh baya dan bertanya, “Maaf, Tuan. Di manakah aku bisa menemui seorang tabib? Aku harus secepatnya membawa temanku berobat.”
Pria di hadapannya itu menyipitkan mata mengamatinya dari atas ke bawah dan memiringkan kepala untuk dapat melihat wajah gadis yang bersandar di punggung Xie Fu. Samar-samar wajahnya menyeringai dan kembali menatap Xie Fu yang berharap mendapat petunjuk.
“Kau bisa menemui Tabib Chu di bangunan kecil ujung jalan sana,” katanya seraya menunjuk ke arah sebuah rumah yang bentuknya paling mini di antara bangunan lain.
“Oh, di sana!” Ekor mata Xie Fu mengikuti arah telunjuk si pria lalu mengangguk. “Terima kasih, Tuan,” imbuhnya, ia menjura dan melanjutkan langkah.
Setibanya di depan pintu, kening Xie Fu mengernyit memperhatikan banyaknya debu yang menumpuk pada daun pintu. Tampaknya rumah di hadapannya ini sudah lama ditinggalkan oleh sang pemilik, tetapi kenapa pria paruh baya tadi memintanya untuk datang ke tempat yang tidak berpenghuni ini?
Xie Fu kemudian menoleh ke kiri dan ke kanan, tetapi tidak ada seorang pun yang memperhatikannya. Mereka seolah tidak melihat keberadaan dirinya. Sungkan juga ia bertanya kepada orang-orang tentang si pemilik rumah.
Sempat diliputi keraguan, Xie Fu yang penasaran akhirnya memutuskan untuk memasukinya. Pelan-pelan ia dorong pintu di depannya. Tidak terkunci. Tatapannya tertuju ke area dalam. Sangat kotor dan begitu kumuh. Tidak mungkin ada orang di dalam rumah yang berdebu. Xie Fu urung memasukinya, tetapi sebelum ia berbalik, terdengar suara parau seorang pria dari dalam.
“Masuklah! Kondisi gadis api itu sangat kritis.”
Suara yang terdengar jelas itu membuat satu garis panjang terukir di kening Xie Fu. Sebelum memutuskan masuk, terlebih dahulu ia tajamkan pendengarannya. Tidak ada suatu apa pun yang terdengar selain dari suara orang-orang yang berlalu lalang di belakang punggungnya.
Mengingat kondisi Ji Ruyan yang harus segera ditangani, Xie Fu segera memasuki rumah seraya memperhatikan setiap sudut rumah yang terbilang cukup luas dari yang ditampakkan di luar.
“Geser plat hijau di samping kananmu, lalu cepatlah masuk!”
Seketika Xie Fu menolehkan pandangan ke sisi kanannya lalu menggeser sebuah plat baja berwarna hijau yang tertempel di dinding. Sejurus kemudian, dinding berdebu di hadapannya berubah menjadi sebuah lorong kecil. Dan tanpa ragu lagi, ia pun melangkah masuk.
Alangkah terkejutnya Xie Fu begitu melihat seorang pria paruh baya yang duduk dalam posisi lotus itu merupakan orang yang sama yang menunjukkan rumah kepadanya.
“Tabib Chu?” kata Xie Fu memastikan.
“Ya,” sahut sang tabib singkat. “Baringkan gadis api itu!” titahnya kemudian.
Xie Fu segera menurunkan tubuh Ji Ruyan dan membaringkannya di hadapan Tabib Chu. Berikutnya, Tabib Chu mengambil alih dengan melakukan pemindaian ke tubuh Ji Ruyan. Terjadi lonjakan energi begitu energi spiritual yang dikerahkannya terpental dari tubuh si gadis. Ia kemudian menancapkan banyak jarum akupuntur di hampir seluruh titik meridian. Tidak berlangsung lama, ia menariknya kembali. Tampak pada bagian ujung jarum itu meneteskan cairan hitam yang begitu pekat.
“Cairan apa itu, Tabib Chu? Apakah itu darah yang diracuni?” tanya Xie Fu dengan tatapan tak berkedip memperhatikannya.
Tabib Chu memasukkan kembali jarum-jarum itu ke dalam wadah dan meletakkannya di atas meja kecil di sampingnya. Ia tersenyum simpul sebelum berkata, “Sekilas terlihat seperti darah, tetapi ini adalah esensi dari tubuh api miliknya. Sebagian kecil dari kekuatan dalam dirinya yang keluar karena benturan dua kutub energi.”
Sejenak Xie Fu mengalihkan pandangan ke tubuh Ji Ruyan yang terbaring. Wajah gadis itu pucat dan pada bagian pori-pori kulitnya tampak masih mengeluarkan asap yang samar terlihat.
“Apa yang sebenarnya terjadi dengannya?” Xie Fu kembali melanjutkan tanya.
“Gadis ini mengalami penyimpangan kultivasi.”
“Penyimpangan?” Alis Xie Fu berkerut. “Maksudnya?”
“Seorang kultivator jalur iblis atau bisa saja iblis itu sendiri telah melakukan kultivasi ganda dengannya.”
“Apa dampaknya?” Xie Fu semakin antusias untuk mengetahui lebih dalam dengan apa yang terjadi pada diri Ji Ruyan.
Terlihat wajah Tabib Chu menyimpan kekhawatiran yang dalam. Sebelum menjawab, sang tabib menghirup napas panjang dan mengembuskannya. “Jika dibiarkan, dia akan berubah menjadi makhluk haus darah. Lebih lagi, ia akan kehilangan jiwa sebagai seorang manusia.”
“Lalu, bagaimana mengatasinya?” Kekhawatiran Tabib Chu kini menularinya.
“Ada satu cara yang paling efektif,” kata Tabib Chu dengan pandangan yang serius. “Musnahkan kultivasinya.”
Xie Fu langsung menggelengkan kepala. Ia yakin ada cara lain selain memusnahkan kultivasi.
“Sebenarnya ada cara lain,” kata Tabib Chu sedikit ragu mengatakannya.
“Katakan saja, selama hal itu tidak menghilangkan kultivasinya.” Xie Fu berkata demikian karena dirinya pernah kehilangan kultivasi dan itu sangat menjatuhkan harga dirinya. Andai saja dirinya tidak kuat menahan berbagai cibiran, mungkin saja dia sudah bunuh diri.
“Membunuhnya,” kata Tabib Chu dengan enteng.
jawab gitu si Fan ini tambah ngamuk/Facepalm/