Aku seorang gelandangan dan sebatang kara, yang hidupnya terlunta-lunta di jalanan, setelah ibuku meninggal, hidup yang penuh dengan kehinaan ini aku nikmati setiap hari, terkadang aku mengkhayalkan diriku yang tiba-tiba menjadi orang kaya, namun kenyataan selalu menyadarkanku, bahwa memang aku hanya bisa bermimpi untuk hidup yang layak.
Namun di suatu siang bolong, saat aku hendak menata bantal kusam ku, untuk bermimpi indah tiba-tiba, ada segerombolan pria berpakaian rapi, mereka menyeretku paksa, tentu saja hal seperti ini sudah biasa, aku kira aku kena razia lagi.
Dan ternyata aku salah, aku dibawa ke rumah yang megah dan di dudukan di sofa mewah berlapis emas, karena terlalu fokus pada kemewahan rumah itu.
Tiba-tiba saja aku adalah anaknya, dan besok aku harus menikah dengan duda beranak satu yang tak bisa bicara, untuk menggantikan kakakku yang kabur.
Ayo baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vie Alfredo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Suami sukses
Charles langsung menepuk jidatnya, sementara Lenard tampak biasa saja karena dia sudah tahu jika mamanya itu tahu papahnya bisa bicara.
" Kau?, kau bisa bicara?" Meskipun Vania tahu, ini pertama kalinya Vania mendengarkan jelas suara Divon yang ternyata sangat serak dan tegas.
" Maafkan aku ..." Kini justru Divon yang meminta maaf pada Vania karena ketahuan berbohong.
Divon kebingungan untuk menjelaskan semuanya pada Vania, namun di sisi lain dia juga merasa kenapa dirinya harus minta maaf, itu sangat membingungkan untuk Divon.
Begitu juga dengan Charles dan Lenard mereka terlihat bengong saat Divon meminta maaf, karena dua orang itu mengira Divon akan mengancam Vania agar tutup mulut.
"Tidak jangan minta maaf, kau tak ada kewajiban untuk minta maaf, sejak awal pernikahan kita adalah pernikahan yang dijodohkan ini hanya pernikahan bisnis, meski aku ini tidak berpendidikan, aku mengerti kau memiliki alasan untuk berbohong dengan keadaanmu, aku hanya ingin menjelaskan aku tidak akan mengkhianatimu meskipun pernikahan ini hanya kesepakatan di atas kertas, aku akan menjaga nama baikmu selama aku menjadi istrimu, ya tuan Luis adalah orang yang menolongku ketika aku hampir mati, dia juga selalu membantuku dan juga anak-anak di pemukiman kumuh, aku hanya membalas sedikit kebaikan dia, maafkan aku jika hal seperti ini membuatmu kesal, karena aku tidak menjaga pandangan dan penilaian orang." Ujar Vania menunduk, Vania tampak merasa bersalah.
" Tidak, tunggu..." Divon bingung harus bagaimana menjelaskannya.
" Dan ini sebagai permintaan maafmu, aku pikir ini mungkin tidak berguna lagi, karena kau rupanya sudah bisa bicara." Ujar Vania
Vania memberikan papan digital untuk Divon, sehingga dia tidak perlu menyobek-nyobek kertas lagi untuk berkomunikasi, meskipun Vania tahu keadaan yang sesungguhnya, Vania tetap membelikan itu untuk Divon, karena Divon masih akan berpura-pura bisu entah sampai kapan, yang jelas Vania tidak akan menyusahkan Divon dan dia juga akan berpura-pura tidak tahu tentang hal itu, sampai Divon sendiri yang memberitahunya.
" Baik, ...aku sudah selesai dengan urusanku, aku berjanji akan menyembunyikan apa yang aku tahu." Ujar Vania segera berbalik pergi.
" Mama ..." panggil Lenard.
" Putraku, mama pulang dulu ya, mama menunggumu di rumah." Ujar Vania tersenyum dan pergi, Vania juga berpamitan dengan Charles.
" Uncle,..." Lenard tampak berkaca-kaca.
Charles langsung menggendong keponakannya itu dan membawanya keluar, Charles tahu Divon juga butuh waktu untuk berpikir jernih.
" Uncle, apa mama papa tidak bisa baikan lagi, hik hik hik. Lenard menangis sesenggukan.
" Apa yang kau bicarakan, kedua orang dewasa itu tidak sedang menyadari perasaan satu sama lain." ujar Charles.
" Apa maksudmu uncle?" Lenard tidak begitu paham urusan orang dewasa yang seperti itu.
" Entahlah yang satu ketinggian gengsi, sampai tidak tahu kenapa dia harus marah dengan istrinya karena bertemu pria lain, menurutmu apa itu Lenard?" tanya Charles.
" Cemburu?, papa cemburu?" ujar Lenard semangat.
" Mungkin ya, dan yang satu lagi sangat polos, kenapa dia harus mengejar papahmu sampai sejauh ini dan menjelaskan semuanya, entahlah mereka sangat tidak dewasa, yang satu gengsian, yang satu kepolosan, kombinasi yang unik sekali ya." Ujar Charles.
" Lalu kita harus bagaimana uncle?" tanya Lenard.
" Kenapa kau tidak menganggapku ayahmu, aku akan menghargai mamamu lebih baik dari pada papamu." Ujar Charles.
" Jangan harap!" tegas Lenard.
" Hahahaha, bapak dan anak sama-sama gila." ujar Charles.
" Hem ... " Lenarde berpikir.
" Kita biarkan saja dulu mereka tenang, nanti jika sudah tenang kita akan melanjutkan misi kita." Ujar Charles.
" Baiklah ..." Lenard baru memeluk Charles, meskipun unclenya itu sangat jail dan playboy , namun sejak kecil hanya Charles lah yang selalu berdiri di depannya untuk melindunginya.
" Haduh ponakanku manisnya." ujar Charles mencium pipi Lenard meskipun setelah itu pipinya dilap oleh lenard.
" Kita tinggalkan papahmu, dan temui mamamu." ujar Charles.
Lenard pun mengangguk.
Charles mengantar keponakannya itu pulang ke kediaman Sandreas.
" Uncle langsung pulang dulu ya Lenard, kau bisa membujuk mamamu dulu kalau nanti sudah tenang ya." ujar Charles mengantar sampai ruang tamu, kemuadian Charles pulang.
"Tuan muda, kenapa baru pulang?" tanya Bella.
" Apa urusannya denganmu?" jawab Lenard kasar.
" Tuan muda kenapa anda tidak mau menerima saya?, bahkan anda tahu jika saya itu bibi anda." ujar Bella terus membujuk Lenard.
" Aku tidak punya bibi!" sahut Lenard segera masuk ke dalam kamarnya.
" Huft, sabar Bella kau harus bersabar sampai bisa mendapatkan hati anak itu dan menyelesaikan misimu." Gumam Bella.
Bella pun segera kembali ke kamarnya, tak lama Lenard membuka kamarnya sedikit mengintip keluar, melihat Bella tidak ada Lenard langsung berlari menuju kamar Vania.
Tok tok tok ...
" Ma ... " panggil Lenard.
" Iya anakku." Vania seakan sudah menunggu putranya pulang dan segera membuka pintu.
" Mama, maaf ..." Lenard langsung memeluk Vania dan menangis.
" Oh, kenapa putraku tertampan ini menangis?" Vania menggendong dan mendudukannya di ranjang.
" Ma, Maaf ya ... Lenard tidak bisa membuat papa dan mama baikan." ujar Lenard menangis.
" Aduh kok menangis, ini bukan salah Lenard, anakku kau tidak bersalah, nanti kalau suasana hati mama sudah enakkan mama akan mencoba berbicara lagi dengan papa ya." Ujar Vania sambil mengusap punggung putranya.
" Sungguh?, mama janji ya, mama harus berbaikan dengan papa agar Lenard tidak sedih, rasanya dada Lenard sesak saat melihat mama dan papa tadi berselisih." ujar Lenard.
Anak itu sudah mulai mengutarakan apa yang dia rasakan.
" Oh ya, maafkan papa mama ya Lenard, kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untuk Lenard." ujar Vania merasa bersalah, dia terlalu menganggap Lenard anak-anak, padahal anak itu sangat pandai dan selalu bisa memahami situasi.
" Ma, Lenard lelah ... rasanya sangat melelahkan sekali." Lenard meminta mamanya untuk memeluknya saat tidur.
Vania mulai berpikir untuk lebih memikirkan perasaan putranya, nanti kalau sudah tenang dia akan mulai membuat perjanjian dengan Divon untuk masalah Lenard.
Vania juga sangat kelelahan dan ikut memejamkan matanya.
Keesokan paginya seperti biasa Vania mengantarkan Lenard ke taman kanak-kanak,
lalu pergi ke tempat spa untuk merilekskan tubuhnya yang sangat kelelahan agar fresh.
" Nyonya, katanya anda punya anak, tapi kenapa tubuh anda masih kencang semua ya, kayak masih bersegel." ujar tukang spa, bernama Melani.
Karena Vania sudah akrab jadi perbincangan mereka semakin tanpa batas.
" Hahahah, emang bisa kelihatan ya Mel?" tanya Vania.
" Iya, kan saya sudah biasa pegang banyak body orang nyonya hehehe." ujar Melani terkekeh.
" Ya, aku menganggapnya pujian lo Mel." Ujar Vania, Vania tidak mau meluruskannya, karena bagi Vania lenard itu seperti anak yang dia lahirkan sendiri, ingin mengatakan Lenard anak tiri, rasanya hatinya tak sampai.
" Itu tandanya suami anda benar-benar meratukan anda ya nyonya, dia sukses merawat istrinya." Ujar Melani.
Vania hanya terkekeh, ya memang benar suaminya memanjakannya masalah keuangan, tempat tinggal dan makan, kehidupan Vania sangat terjamin sekali, tentu saja itu adalah perkataan yang benar.