Tangan kanan kelvin kemudian masuk ke dalam Dress ,dan mulai membelai lembut.
"Mhhh," Tubuh brianna menggeliat ke kanan kiri, tiap kali merasakan tekanan pada area sensitif nya .
"Heh, apa itu nikmat," Ledek kelvin sembari menghentikan permainan tangan nya, membuat Brianna benar benar malu sekaligus Geram .
"Fuck you bastard," Umpat nya .
Kelvin hanya tersenyum kemudian bangkit dan mencuci tangan nya di westafel.
Membuat Brianna benar benar tersiksa antara ingin dan malu .
Kelvin kemudian menghampiri brianna yang kacau di sofa.
"Kamu butuh aku Marya,"
"Cih jangan merasa bangga bung, aku bahkan bisa melakukan nya sendiri untuk ku,"
"Oh ya,"
"Ya,"
"Baiklah ...kalau begitu lakukan sendiri sisanya," Kelvin kemudian bangkit dan keluar dari hotel Brianna,
Brianna benar benar geram dan mengutuk nya dengan sumpah serapah. Kemudian ia bangkit mengunci pintu nya dan masuk ke kamar menuntaskan hasrat nya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nickname_12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Felix
Ronald yang ditugaskan oleh Kelvin untuk mencari tahu tentang sosok serta latar belakang kehidupan Felix segera melaksanakan tugasnya. Bukan perkara sulit baginya untuk mencari informasi mengenai seseorang, karena ia memiliki anak buah bak mata elang. Ia pun kemudian segera mengirimkan email informasi mengenai Felix kepada Kelvin. Felix ternyata adalah anak tunggal dari seorang pengusaha batu bara, dan pernah beberapa kali berurusan dengan hukum karena perkelahian di jalan. Ia terkenal dengan hobinya yang senang balap kendaraan roda empat maupun dua. Ternyata hubungannya dengan Renata sudah berjalan cukup lama, Felix sering meminta tambahan uang pada Renata untuk membeli keperluan balapnya. Felix meminta bukan karena ia tidak memiliki uang, namun ia sengaja agar kekasihnya itu merasa terlihat bodoh dan segera meninggalkannya, ia sudah begitu bosan berpacaran dengan Renata, karena hubungan mereka sudah tidak sehat lagi.,pasal nya hubungan mereka sudah berjalan hampir tiga Tahun .
Kelvin menelpon Ronald meminta agar Ronald memperketat penjagaan terhadap Brianna dan mengawasi setiap gerak gerik Felix.
Saat baru selesai rapat ia kemudian meminta pada carel menyediakan kopi untuk nya.
"Carel tolong buat kan kopi dan taruh di meja kerja,"
"Baik pak," Carel membalas dengan senyum merekah. Ia pun segera pergi ke dapur untuk membuat kan kopi atasan tampan nya itu.
Setiap kali Carel memandang Kelvin, bayangan-bayangan liar selalu menyergap pikirannya. Carel membayangkan atasan itu menggenggam tangannya dan membawanya ke meja kerja, menciptakan fantasi yang begitu menggoda dan tak terkendali. Perasaannya bergolak, seolah-olah ombak hasrat yang tak bisa dikendalikan. Namun, dengan cepat, Carel mencoba mengusir bayangan itu dari kepalanya dan kembali pada kenyataan. Dia mengambil langkah menuju ruang kerja atasan dengan membawa cangkir kopi sesuai permintaan Kelvin. Namun, ketika memasuki ruang tersebut, Carel mendapati ruangan itu kosong. Hati Carel sejenak terasa hampa. Carel menaruh kopi di atas meja, memandang sekeliling ruangan yang sepi, lalu dengan cepat dia kembali ke meja kerjanya untuk menuntaskan tugas-tugas yang menumpuk.
***
Felix berjalan menuju kediaman Renata, setelah dipaksa gadis itu untuk berkunjung. Begitu mengetuk pintu, seorang asisten rumah tangga yang muda dan mempesona menyambutnya dengan senyum manis. "Nona Renata sudah menunggu Anda di atas, Tuan," ucap gadis itu dengan nada lembut. Felix tak bisa mengalihkan pandangannya, dia terpesona oleh lekuk tubuh yang begitu sempurna, kulitnya kuning langsat, dan senyumnya memperlihatkan deretan gigi yang sangat rapi. Keindahan tubuh yang sempurna, bahkan mungkin mengungguli Renata yang lebih kurus. Sementara ia masih asyik tenggelam dalam pandangan takjub itu, tiba-tiba suara Renata memecahkan lamunan, memanggilnya dari lantai atas. Felix terkejut, namun langkah kakinya tetap melaju memenuhi panggilan hati yang paling dalam.
"Fel buruan naik keatas," Renata meminta Felix untuk menuju ke kamar nya. Felix segera pergi ke lantai atas menemui Renata.
Sesampainya di atas, Renata langsung menghambur ke pelukan Felix, namun sikap Felix begitu datar terhadapnya. Ia bahkan lebih tertarik pada pembantu Renata dibanding kekasihnya sendiri. Tak lama kemudian, pembantu Renata datang membawa dua gelas jus jeruk dan cemilan. Saat si pembantu tengah menunduk meletakkan jus, Felix memperhatikan bagian dada pembantu Renata yang menyembul nampak begitu menggoda "Ini, Non, jusnya." "Iya, Mbak, makasih ya." "Saya permisi, Non." Pembantu tersebut pun kemudian keluar dari dalam kamar.
"Orang baru?" Tanya Felix kemudian.
"Ia nama nya Tari, dia sementara menggantikan ibu nya karna ibu nya tengah sakit,"
"Oh begitu," ucap Felix dengan nada yang sedikit memelas, "tolong ambilkan tas gue di mobil, Nat." Raut wajahnya seakan menyimpan rahasia saat ia meminta tolong dengan tatapan merayu."Kenapa gak dibawa sekalian tadi?" rengek Renata seraya bangkit, perlahan menghela napas berat. Ia melangkah turun, meninggalkan Felix di atas.Dalam sepi yang tercipta, Felix beraksi licik. Dia diam-diam meneteskan obat ke dalam gelas minuman Renata, lalu mengaduknya pelan dengan ujung jari, memastikan tidak ada jejak yang tertinggal. Ia menyeruput minuman miliknya dengan cepat, sengaja meninggalkan gelas Renata hampir penuh.Setelah berpura-pura berbaring, menanti kepulangan Renata, Renata yang terengah-engah menaiki tangga, langsung merebut gelas minuman di hadapannya dan meneguknya begitu sampai, kehausan menyiksa kerongkongannya. "Makasih, Nat..." ucap Felix, membalas dengan tatapan yang berusaha terlihat tulus."Iya, Fel..." sahut Renata. Ia terduduk lelah di samping Felix, memeluknya mencari kenyamanan. Felix membalas pelukan itu dengan sebuah senyuman sinis yang tersembunyi, hatinya dingin menantikan efek obat yang sebentar lagi akan bekerja."Fel..." suara Renata mulai terdengar lesu, matanya terasa berat."Iya, sayang?" Felix merespons dengan suara lembut penuh sandiwara."Mata gue berat banget, Fel... hoaaaam," Renata menguap panjang, kelelahan menguasai seluruh tubuhnya."Yaudah, lo tidur aja, Ren. Sini, gue peluk." Felix berbisik, sembari memperketat pelukannya, menyelimuti hatinya yang beku dengan kehangatan palsu, sementara racun kejahatan mulai tersebar melalui urat-urat Renata yang tidak curiga.
Renata merasakan kelelahan yang mendadak menjalar di seluruh tubuhnya, mungkin kehadiran Felix disisinya memberikan rasa nyaman yang terlampau, sehingga membuat matanya terasa berat. Dengan cepat, ia menutup matanya, menyerah pada kantuk yang membelenggu. Di sisi lain, senyum licik terukir di wajah Felix