SEAN DAN SAFIRA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tiga puluh lima
haiiii .... maaf menghilang, aku lagi cari inspirasi nih wkwkwk
happy reading yayy!!!
****
Bagi Safira dan Sean, berurusan dengan papa Bagaskara artinya itu dalam bahaya, apa lagi kalau lelaki paruh baya itu menginginkan pertemuan mereka terjadi di dalam ruang kerjanya—bukan di meja makan sambil menyantap makanan.
Ini artinya sudah siaga satu.
Maka, di sini lah mereka sekarang, duduk bersisihan dengan papa Bagaskara di depan mereka. Lelaki tua itu menyoroti wajah mereka dengan sorot mata tajam, seolah ia sedang menguliti tubuh mereka satu persatu.
Sementara itu Sean dan Safira hanya mampu menunduk dalam sambil sesekali melirik ke arahnya. Safira bahkan memilin ujung blazernya hingga kusut karena terlalu takut dengan tatapan mertuanya itu.
"Malu-maluin." Adalah kalimat pertama yang papa Bagaskara ucapkan setelah keheningan mencekam terjadi di antara mereka. Namun tidak mengurangi kemistikan di sana. "Bagaimana bisa pimpinan sebuah perusahaan besar membawa-bawa masalah rumah tangga di dalam rapat mereka?!"
Sean medesis sekaligus mengumpat pelan. Bukan kepada papanya, tapi lebih kepada Yudha yang tidak bisa sedikit saja menjaga mulutnya.
"Yan!"
Merasa namanya dipanggil, Sean kemudian mengangkat wajahnya perlaha.
"Papa gak ngerti kenapa kamu bisa sebodoh ini—"
Dia memang bodoh. Celetuk Safira dalam hati.
"—di depan bawahan kamu! Mereka menyaksikan seperti apa kalian bertengkar tadi."
"Maaf, pa." Tentu saja itu bukan suara Sean— mana mau ia meminta maaf— tapi itu adalah suara Safira. "Fira bener-bener minta maaf, Fira gak maksud bertengkar sama Sean seperti itu."
Sean meliriknya sinis. Ngapain minta maaf sih!
"Kalian ada masalah apa?" Papa Bagaskara bertanya, tapi tidak pada anaknya. "Apa yang membuat kamu sampai seperti itu, Fir? Papa tahu kamu tidak akan mempermalukan diri kamu di depan semua orang seperti tadi."
Papa Bagaskara memang benar. Seorang Safira yang pendiam, baik, polos, dan jauh dari kata buruk bisa-bisanya berteriak seperti itu. Tentu saja karena ia terpancing dengan manusia keparat di sebelahnya ini.
"Sekali lagi Fira minta maaf, pa."
"Nggak, papa gak butuh kamu minta maaf. Coba jelaskan kenapa kamu bisa seperti itu." desak papa Bagaskara.
"I—itu ...."
Duh. Kalau di desak seperti ini, Safira mungkin bisa membongkar rahasia mereka, maka secepat kilat Sean menyambar agar tidak ada kekacauan lagi di antara mereka.
"Ini salah aku, pa." sela Sean, sontak membuat Safira menolehkan wajahnya ke arah lelaki itu. "Sean masih belum mau punya anak, tapi Safira gak terima, terus kita ada cekcok kecil tadi pagi, dan kebawa-bawa sampai ke ruang rapat."
Melongo takjub, Safira bahkan tidak bisa menahan rahangnya yang terbuka lebar.
Apa katanya barusan?
Apa yang sudah keparat itu katakan?
Punya anak?
Oh My God. Otak Sean itu ada di mana sih sampai bisa mengatakan hal konyol seperti itu.
Papa Bagaskara berdehem di tempatnya, sebelum melemparkan pertanyaan pada Safira, papa Bagaskara menghela napasnya pelan. "Bener, Fir?"
"Bener, pa."
"Papa gak tanya kamu, Sean, papa tanya Fira." Lagi, papa Bagaskara menatapnya dengan pertanyaan mendesak. "Bener, Fir? Ini karena Sean belum mau memiliki anak?"
Safira mengerjap beberapa, menatap Sean dan papa Bagaskara bergantian. "I—itu ... em ... iya. Fira mau punya anak, pa. Maksudnya, Fira mau kasih papa dan ayah cucu." jawabnya tergagap.
Sean brengsek! Sebenarnya mereka masih punya alasan lain. Kenapa juga harus membawa-bawa anak di antara mereka.
"Tapi kita udah baikan kok, pa. Fira bisa terima kalo Sean belum mau punya anak, karena memang lebih baik di tunda dulu. Jadi gak masalah."
"Nggak-nggak ...," papa Bagaskara menggeleng tidak terima. "Kalian memang harus punya anak. Percaya kan, anak itu penguat rumah tangga, papa rasa kalian memang butuh itu. Agar ikatan kalian semakin kuat."
"Apa???" Sean berteriak histeris.
Mam—pus! Kenapa jadi senjata makan tuan gini sih?
"Gak pa, gak apa-apa, kita tunda dulu gak masalah kok." Safira menyela cepat. Gawat, kenapa jadi gini?
"Gak, Fir. Kamu memang benar kok. Papa mama sama ayahnya Fira sudah tua, jadi kami memang harus segera memiliki cucu."
Ini gimana maksudnya?
Memiliki cucu? Cucu asli maksudnya?
Tuh kan, usulan Sean itu memang tidak pernah berjalan baik.
"Pa, tapi aku sama Fira masih mau menikmati masa-masa pernikahan kita, jadi punya anak kayaknya nanti dulu deh."
"Enggak, Yan ... Fira benar, papa memang butuh cucu, papa udah tua, udah waktunya papa punya mainan baru." Papa Bagaskara berucap dengan binar di mata.
Di usianya yang sudah tua memang lebih baik bermain bersama cucu dan melupakan semua urusan perusahaan.
"Pa, tapi—"
"Kalo kamu gak mau, papa terpaksa batal mengangkat kamu jadi CEO yang baru."
Damn! Apa apan ini? Kenapa jadi ancaman seperti ini yang papa Bagaskara lemparkan. Sial, Sean memang sial.
"Pa, gak bisa gitu dong. Papa katanya mau pensiun, terus siapa yang gantiin papa kalo bukan aku." sahut Sean masih dengan penolakannya.
Safira sudah menatap ke arahnya dengan tampang menyeramkan. Perempuan itu memberikan death glare, seolah ia tidak akan melepaskan Sean setelah ini.
"Papa gak jadi pensiun,"
"Pa."
"Papa nanti aja pensiunnya, kalo kamu udah kasih cucu. Jadi kalo kamu mau jabatan kamu aman, kamu harus kasih papa cucu. Itu aja. Lagian ya, Yan, apa salahnya sih punya anak. Kalian udah nikah, udah sah. Gak ada salahnya punya anak. Kasian Fira dong yang udah kepengin banget punya anak."
Enggak ... sumpah demi apa pun Safira tidak tertarik memiliki anak dari Sean! Ia juga tidak kepengin kalau bibit Sean bersarang di rahimnya.
"Pa, tapi Fira gak masalah kok." Kali ini Fira mencoba menjelaskan. Bagaimana pun, ia tidak mungkin memiliki anak dari Sean, pernikahan mereka tidak sebaik itu untuk memiliki keturunan. "Fira ngerti sama jalan pikirannya Sean. Mungkin Sean masih mau nunda punya anak, karena mereasa belum siap."
"Mau sampai kapan kalian siap? Udah deh, kamu gak usah mikirin Sean, Fir. Punya anak itu gak ada salahnya."
Safira semakin blingsatan. Tidak! Tidak akan ia memiliki anak dari lelaki itu.
"Se ...," ia menoleh. "Aku gak masalah kok nunda, coba kamu jelasin sama papa."
Sean gelagapan macam manusia tololl yang tersesat di tengah-tengah keramaian. Apa lagi, Safira seolah sedang memaksanya untuk menjelaskan semuanya pada papa.
Dasar mulut sialan.
"Pa ... sebenernya—"
"Udah, pokoknya keputusan papa udah bulat, kalo kamu mau naik jabatan, ya kamu harus kasih papa cucu."
Setelah mengatakan itu, Bagaskara segera keluar dari ruang kerjanya, meninggalkan sepasang suami istri yang terlihat sangat kacau.
"SEAN!!!!!!!" teriak Safira seraya menerjang Sean.
"Aduh, Fir, sorry—aww sakit."
Safira menjenggut rambut Sean, memukul dadanya berulang-ulang.
"Ngapain sih kamu ngomong gitu! Kamu gak perlu ngomong apa-apa harusnya, aku punya alasan lebih baik dari kamu!"
"Itu yang ada di kepala gue, Fir. Aduh—ini KDRT Fir namanya. Sakit."
"Bodo ya, Sean, bodo. Aku kesel banget sama kamu!"
"Iya-iya, sorry."
Safira terus memukuli dada Sean, sambil sesekali menarik rambutnya hingga terlepas dari kulit kepala. "Gara-gara mulut sialan kamu aku jadi terjebak kayak gini!" keluhnya berulang-ulang seperti itu.
Hingga kemudian Sean menahan pergelangan tangannya, membuat jarak mereka kian dekat. Dan saat itu juga mata mereka saling bersitatap, saling mengunci, dan sengatan panas kembali mengalir di dalam tubuh Sean.
Tubuh Safira yang tadinya berontak, kini terdiam kaku. Mendadak rasa kesalnya teredam di balik sentuhan itu, menenangkan, sampai rasa canggung hinggap di antara mereka.
Sean perlahan melepas cengkraman tangannya, memberi jarak sedikit sebelum kegilaannya merenggut sebagian kewarasaannya. Ia berdehem sejenak, lalu mengalihkan pandangannya.
"Kita omongin lagi nanti aja, ya. Dada gue berdebar setiap deket-deket sama lo, Fir."
Kalimat konyol itu sontak membuat kening Safira mengernyit. Katakan saja kalau perempuan itu memang tidak mengerti tentang romansa, tapi Safira benar-benar tidak mengerti maksud ucapan Sean barusan.
****
terima kasih sudah menyukai, jangan lupa like, komen, share ke semua orang, dan vote menggunakan poin.
i love you, genks!
udah dihapus ya thor?
dimana kalau mau baca kisah mereka lagi...🥺
tp masih ada yg belum diubah itu thor.
hmmm fir fir.. mending kamu biarin jona sm diana. Klo sama medusa, Ga berasa canggung apa ya jdi satu keluarga sm mantan tmn tidur suami? 🙄
lagian knp jd ngurusin dia
otak dipke dong
Ga ada alesan bantuin atau apapun itu. Ingat sdh berumah tangga.
Lemah bgt jd cow, gmn mau ngelindungin anak istri
Bukan kyk sean yg plin plan
Dia begitu krn obsesinya sendiri.