roni, seorang pemuda tampan dari desa terpencil memutuskan untuk merantau ke kota besar demi melanjutkan pendidikannya.
dengan semangat dan tekat yang kuat iya menjelajahi kota yang sama sekali asing baginya untuk mencari tempat tinggal yang sesuai. setelah berbagai usaha dia menemukan sebuah kos sederhana yang di kelola oleh seorang janda muda.
sang pemilik kos seorang wanita penuh pesona dengan keanggunan yang memancar, dia mulai tertarik terhadap roni dari pesona dan keramahan alaminya, kehidupan di kos itupun lebih dari sekedar rutinitas, ketika hubungan mereka perlahan berkembang di luar batasan antara pemilik dan penyewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aak ganz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Miya langsung melajukan mobilnya ke rumah Mbak Maya dengan penuh amarah. Ia memarkir mobilnya sembarangan, tepat di tengah jalan, tanpa memedulikan jika itu menghalangi penghuni kos yang ingin lewat.
Ia turun dari mobil dengan langkah tergesa-gesa, raut wajahnya jelas menunjukkan kemarahan yang menggelegak.
Tok… tok… "Maya! Keluar! Maya!" teriak Miya dari luar saat mendapati pintu rumah Mbak Maya terkunci.
Di dalam rumah, Maya dan Roni terkejut mendengar teriakan dari luar. Mereka tengah menikmati waktu berdua, tetapi suasana langsung terganggu.
"Sebentar, Roni… aku akan melihat siapa itu," ujar Maya sambil turun dari tubuh Roni dan mengenakan pakaiannya dengan tergesa-gesa.
Maya berjalan menuju pintu depan dan membukanya. Namun, begitu pintu terbuka, Miya langsung menampar wajah Maya dengan keras. Maya tersentak, terkejut sekaligus kesakitan.
"Kenapa kamu tiba-tiba menamparku? Apa aku pernah menyinggungmu?" tanya Maya dengan nada bingung, sambil memegangi pipinya.
"Masih bertanya, hah?! Setelah apa yang kau lakukan! Berani sekali kamu memanfaatkan Roni dan menikah diam-diam di belakangku! Dasar wanita tidak tahu malu!" bentak Miya dengan suara tinggi, lalu menarik rambut Maya dengan penuh tenaga.
"Miya… bukan seperti yang kamu pikirkan. Dengarkan aku dulu, aku bisa menjelaskan semuanya!" ucap Maya mencoba meredakan amarah Miya sambil menahan sakit akibat jambakan rambut itu.
"Apa lagi yang perlu dijelaskan?! Aku akan membunuhmu, dasar sialan!" teriak Miya sambil terus menarik rambut Maya, membuat para penghuni kos keluar karena penasaran dengan keributan itu.
Bayu datang melihat keributan tersebut dengan terkejut. Ia segera berlari untuk melerai.
"Mbak, tolong lepaskan! Kalian bisa bicara baik-baik. Malu dilihat orang!" ucap Bayu sambil mencoba melepaskan tangan Miya dari rambut Maya.
"Diam! Jangan ikut campur! Aku akan membunuh wanita ini!" teriak Miya, suaranya semakin keras.
"Mbak Miya, Anda salah paham. Mbak Maya tidak seperti itu! Dia melakukan ini karena terpaksa," ucap Bayu mencoba menjelaskan, sambil menduga pasti ini semua karena Miya mengetahui tentang pernikahan Maya dan Roni.
Setelah cukup lama mencoba, Bayu akhirnya berhasil melepaskan tangan Miya dari rambut Maya. Maya segera merapikan pakaian yang kusut, terutama karena ia tadi tidak sempat mengenakan pakaian dalam dengan benar saat terburu-buru.
"Mbak, saya akan menjelaskan semuanya. Anda tenang dulu, oke?" kata Bayu sambil menenangkan Miya dan meminta para penghuni kos untuk membubarkan diri.
Setelah para penghuni pergi, Bayu kembali membuka suara. "Mbak Miya, ini tidak seperti yang Anda kira. Mbak Maya menikah karena ini adalah permintaan Roni sendiri. Memang Roni sedang tidak mengingat siapa dirinya sekarang, tapi Mbak Maya tidak bisa menolak permintaannya. Memang ini salah Mbak Maya yang mengaku sebagai calon istrinya, tapi itu semua dia lakukan agar Roni mempercayainya untuk merawatnya. Bukannya karena dia ingin memanfaatkan situasi."
Miya tetap memandang Maya dengan tajam, penuh amarah dan luka hati.
"Maya… kau tahu aku sedang kehilangan Mama. Kau malah memberiku kabar seperti ini. Kau lupa aku juga mencintai Roni, aku pacarnya! Seharusnya kau bicara denganku, tidak seperti ini. Kau tidak mengerti posisiku. Aku cukup kehilangan Mama, aku tidak mau kehilangan Roni. Kalau sampai itu terjadi, aku sendiri tidak tahu bagaimana harus melanjutkan hidupku," ucap Miya sambil menangis.
Mendengar itu, Maya merasa sangat bersalah. Ia ikut menangis, merasa telah merusak hubungan Miya dan Roni. Namun, ia pun tidak bisa memungkiri bahwa ia sangat mencintai Roni.
"Miya, aku minta maaf. Aku sungguh tidak menyangka semua akan jadi seperti ini. Aku tidak bermaksud menyakitimu atau memanfaatkan kondisi Roni untuk menikah dengannya. Aku berjanji, setelah Roni mengingat semuanya, aku akan bercerai dengannya dan menyerahkannya sepenuhnya padamu," ucap Maya penuh penyesalan.
"Maya… tapi semua ini sudah terlanjur. Kalau Roni mengingat pernikahan kalian, apakah dia masih mau menceraikanmu? Apakah aku masih punya kesempatan untuk menikah dengannya?" tanya Miya dengan suara bergetar.
"Tenang saja, Miya. Aku yang akan pergi meninggalkan kalian. Aku berjanji, setelah Roni sembuh, aku akan menghilang dari hadapan kalian. Tapi tolong, untuk sementara, biarkan aku merawatnya. Aku juga mencintainya. Aku tidak sanggup jika dia dalam keadaan seperti ini. Dia lumpuh, dan dia tidak punya siapa-siapa untuk merawatnya. Kamu sendiri sedang berduka, Miya. Aku mohon…" kata Maya dengan nada tulus.
Tiba-tiba, terdengar suara teriakan dari dalam rumah.
"Ahh… sakit…!"
Mereka bertiga terkejut dan segera berlari ke dalam rumah dengan raut wajah panik.
"Roni!" teriak Maya dan Miya bersamaan.
Di dalam, mereka melihat Roni memegangi kepalanya sambil berteriak kesakitan. Miya langsung menghampirinya tanpa sadar bahwa Roni tidak mengenakan baju, dengan leher yang penuh tanda merah.
"Roni, kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Maya cemas. Namun, Roni tidak menjawab. Ia terus merasakan sakit hingga akhirnya pingsan.
Miya, yang mulai menyadari situasi, langsung bertanya kepada Maya. "Apa kalian habis melakukan sesuatu?"
Maya terdiam. Ia hanya menundukkan kepala, membenarkan dugaan Miya tanpa berkata sepatah kata pun.
"Kamu tahu kan kondisi tubuhnya seperti apa? Kamu kan dokter, pasti lebih tahu daripada aku. Tapi kenapa kamu malah melakukannya dengannya? Dia seperti ini sudah pasti karena kamu! Aku tahu kamu mencintainya juga, tapi bisakah kamu menahannya demi kebaikan dia?" kata Miya, kembali marah.
"Maaf… tapi dia yang memaksa aku. Aku sudah memberitahunya, dan lain kali aku tidak akan melakukannya lagi. Aku sungguh menyesal. Iya, mungkin ini memang salahku," kata Maya sambil mengaku dan menyesal.
"Mulai sekarang, aku akan tetap di sini juga. Lagipula, kamu sudah berjanji akan pergi meninggalkan dia setelah dia sadar," kata Miya tegas. Maya hanya diam, tak mampu membalas ucapan Miya.
Beberapa saat kemudian, Roni mulai sadar. Ia menatap ke arah Maya dan melihat wajah Maya memerah.
"Sayang, kamu kenapa? Ada apa dengan wajahmu? Coba sini, aku lihat," ujar Roni penuh perhatian.
"Tidak apa-apa, ini hanya karena tadi aku salah memakai bedak," jawab Maya, berbohong sambil melirik ke arah Miya yang terus menatapnya dengan tajam.
"Sini, aku lihat," pinta Roni. Maya mendekat dengan perasaan canggung, sesekali melirik Miya.
Roni membelai wajah Maya dan berkata, "Astaga, ini pasti sakit ya? Seperti bekas tamparan. Benar ini cuma salah bedak?" tanyanya tidak percaya.
"Iya, benar kok, aku tidak bohong," ucap Maya lagi, namun Roni justru mencium pipi Maya yang memerah itu.
Miya yang melihatnya merasa hatinya semakin sesak. Melihat kemesraan mereka membuatnya cemburu dan kesal, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menahan rasa sakit di dadanya.
"Wah, kamu wanita waktu itu kan, yang di rumah sakit?" kata Roni, tiba-tiba menyadari keberadaan Miya.
"Iya, saya waktu itu. Saya ke sini hanya untuk menengok kondisi kamu saja," jawab Miya sambil tersenyum, berharap Roni bisa mengingatnya kembali.
"Mbak, Roni, saya permisi dulu. Ada sesuatu yang harus saya kerjakan," kata Bayu yang sedari tadi berdiri di sana. Ia tidak mau ikut campur lebih jauh karena situasi sudah tidak lagi seburuk sebelumnya.
"Kalian sangat dekat ya. Astaga, boleh tahu siapa namamu? Sayang, kenapa kamu tidak memperkenalkan dia kepadaku?" ucap Roni kepada Maya.
"Saya Miya. Saya pa… ee, teman Mbak Maya. Ya, teman Mbak Maya. Saya datang juga karena pernikahan kalian," ujar Miya, hampir saja mengatakan bahwa ia adalah pacar Roni.
"Begitu ya? Hehe, maaf, kami memang tidak mengadakan pesta pernikahan. Rencananya sih nanti setelah saya sembuh," kata Roni.
Percakapan pun terus berlanjut. Miya bahkan meminta untuk menginap di sana, dan Maya tidak berani melarangnya.
Maya merasa sangat bersalah atas pernikahan ini. Ia tahu dirinya telah melukai Miya. Inilah yang selama ini ia takutkan, karena ia tahu dirinya hanya seorang wanita yang tahu diri.
Beberapa hari kemudian, Roni semakin sering merasakan sakit di kepalanya. Miya semakin khawatir, sedangkan Maya mulai menyadari bahwa ini tanda-tanda Roni akan segera mengingat kembali ingatannya. Maya pun sadar bahwa saat itu tiba, ia harus pergi meninggalkan mereka.
Namun, tiba-tiba Maya merasa mual. Ia berlari ke kamar mandi, bingung dengan apa yang terjadi pada tubuhnya.
"Ada apa dengan tubuhku? Kenapa aku sering merasa mual? Apa jangan-jangan…?" pikir Maya, teringat bahwa hari itu ia tidak sempat meminum pil karena kedatangan Miya yang tiba-tiba.
Maya pun memutuskan untuk membeli test pack demi memastikan. Setelah mengeceknya, ia melihat hasilnya. Positif.
"Astaga, aku benar-benar hamil…" gumamnya sambil memegangi keningnya.
"Kenapa ini terjadi sekarang?" katanya sambil bingung, tidak tahu harus berbuat apa.
"Kamu kenapa? Aku lihat kamu mondar-mandir terus ke kamar mandi dari tadi. Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Miya, yang memperhatikan gelagat Maya yang aneh.
"Tidak… tidak apa-apa. Aku hanya merasa perutku mules," jawab Maya, berbohong karena tidak ingin Miya mengetahui soal kehamilannya.
Hari itu tiba, saat Roni menunjukkan tanda-tanda bahwa ingatannya akan kembali. Ia merasakan sakit luar biasa di kepalanya, hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Miya panik melihat kondisinya, berbeda dengan Maya yang justru terlihat sedih. Sebagai dokter, Maya tahu persis bahwa ini adalah tanda-tanda Roni akan segera mengingat segalanya, dan itu berarti sudah waktunya bagi Maya untuk pergi meninggalkannya.
"Miya... waktunya sudah tiba. Setelah Roni sadar, dia pasti akan mengingat semuanya. Jadi, aku harus pergi. Aku punya pesan untukmu: jagalah dia demi cintaku. Aku melakukan ini demi dia juga. Jadi, tolong rawat dia sebaik mungkin. Dia belum sepenuhnya pulih secara fisik, tapi sekarang aku merasa aku tidak punya hak lagi untuk merawatnya. Aku menyerahkan dia kepadamu. Dia tidak punya siapa-siapa di sini. Aku yakin kalian akan saling mencintai," ujar Maya, berpamitan kepada Miya.
Maya melanjutkan, "Kalau dia mencariku, bilang padanya aku sudah kembali ke kampung halamanku. Satu lagi, tolong sampaikan padanya bahwa aku menitipkan rumah dan kos-kosanku untuk dia jaga dan tempati."
"Baiklah, aku akan menyampaikan itu. Berhati-hatilah," jawab Miya singkat. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Maya pun pergi dari rumah sakit untuk mengemasi barang-barangnya.
Andaikan kau tidak mencintai Roni dan merebutnya dariku, aku pasti akan sangat senang bersahabat denganmu, Maya. Aku tahu kau orang baik, tapi aku tidak mau kehilangan Roni. Roni adalah hidupku sekarang. Tanpanya, aku merasa kehilangan segalanya, pikir Miya dalam hati.
Beberapa jam kemudian, Roni membuka matanya. Ia melihat sekeliling, menyadari bahwa ia sedang berada di kamar rawat rumah sakit. Ia langsung menoleh ke arah Miya yang tersenyum ke arahnya.
"Ah… ribut sekali," ujar Roni sambil memegangi kepalanya.
"Roni, kamu sudah sadar?" tanya Miya dengan penuh kekhawatiran.
"Aku di mana?" tanya Roni bingung.
"Kamu di rumah sakit. Apa kamu sudah mengingat semuanya?" Miya balik bertanya.
"Apa yang terjadi denganku? Kenapa kamu bertanya seperti itu, Miya?" ucap Roni sambil menatap Miya setelah rasa sakit di kepalanya mereda.
"Tidak apa-apa. Hanya saja, kamu sempat kehilangan ingatan. Syukurlah kalau sekarang kamu sudah kembali mengingat semuanya. Oya, beberapa hari ini aku sangat merindukanmu," ujar Miya lembut.
"Maafkan aku, sudah merepotkanmu. Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi denganku. Yang aku ingat, terakhir kali aku merasakan sakit luar biasa di tubuhku. Astaga… kenapa tubuhku tidak bisa digerakkan?" ujar Roni terkejut saat menyadari tubuhnya lumpuh.
"Jangan bergerak dulu. Kata dokter, tubuhmu akan kembali pulih beberapa hari lagi. Kamu hanya butuh waktu dan istirahat," ujar Miya meyakinkan.
"Baiklah, terima kasih. Tapi aku ingin pulang. Aku tidak tahan dengan bau obat di sini," kata Roni meminta untuk pulang.
"Baiklah, kita akan pulang nanti. Kamu tunggu di sini, aku akan mengurus semuanya dulu," ucap Miya, lalu keluar dari kamar Roni.
Apakah aku sudah terlalu lama tidur? Astaga, sebenarnya ada apa dengan diriku? gumam Roni sambil merenung.
Setelah semua urusan selesai, Miya membantu Roni naik ke kursi roda dan bersiap membawanya pulang ke rumahnya.
Namun, saat mereka keluar dari rumah sakit, Jack tiba-tiba menghadang mereka. Jack, yang beberapa hari terakhir tidak muncul, kini hadir di saat yang tidak tepat.
"Kau lagi, kamu lagi! Kenapa sih selalu muncul di depanku?" kata Miya kesal.
"Tunggu dulu sebentar. Bukankah dia lumpuh? Astaga, yang benar saja sampai memakai kursi roda. Ini benar-benar lucu," ujar Jack sambil mengejek Roni.
"Jack, bukankah kamu sudah berjanji untuk tidak mengganggu Miya lagi? Kenapa sekarang kamu malah datang lagi?" ujar Roni dengan nada tegas.
"Aku mencintai Miya dengan tulus, tidak sepertimu yang berani bermain di belakangnya. Jadi, buat apa aku menepati janji itu?" balas Jack dengan nada mengejek.
"Apa maksudmu bermain di belakang? Aku sama sekali tidak mengerti," ucap Roni, bingung karena ia tidak mengingat apapun selain malam itu.
"Haha… tuh kan? Sudah jelas-jelas aku melihatmu, tapi kamu masih saja mengelak. Dasar pemuda kampung tidak tahu diri!" ejek Jack lagi.
Miya, yang tidak mau memperburuk keadaan, segera mendorong kursi roda Roni menuju mobilnya yang terparkir, meninggalkan Jack di belakang.
"Miya, masih saja kau membela dia. Padahal, jelas-jelas dia menikah di belakangmu!" teriak Jack.
"Diam, sialan! Bukan urusanmu!" balas Miya dengan marah.
Roni, yang mendengar ucapan Jack, bertanya, "Miya, apa maksudnya aku menikah di belakangmu? Bisa kamu jelaskan?"
"Jangan dengarkan dia. Dia hanya mengada-ada untuk membuat masalah. Kamu tahu sendiri kan, dia seperti apa?" jawab Miya, berusaha mengalihkan pembicaraan agar Roni tidak mengetahui yang sebenarnya.