NovelToon NovelToon
Masa Lalu Pilihan Mertua

Masa Lalu Pilihan Mertua

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Poligami / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami
Popularitas:12.6k
Nilai: 5
Nama Author: Thida_Rak

Aku, Diva, seorang ibu rumah tangga yang telah menikah selama tujuh tahun dengan suamiku, Arman, seorang pegawai negeri di kota kecil. Pernikahan kami seharusnya menjadi tempat aku menemukan kebahagiaan, tetapi bayang-bayang ketidaksetujuan mertua selalu menghantui.

Sejak awal, ibu mertua tidak pernah menerimaku. Baginya, aku bukan menantu idaman, bukan perempuan yang ia pilih untuk anaknya. Setiap hari, sikap dinginnya terasa seperti tembok tinggi yang memisahkanku dari keluarga suamiku.

Aku juga memiliki seorang ipar perempuan, Rina, yang sedang berkuliah di luar kota. Hubunganku dengannya tak seburuk hubunganku dengan mertuaku, tapi jarak membuat kami tak terlalu dekat.

Ketidakberadaan seorang anak dalam rumah tanggaku menjadi bahan perbincangan yang tak pernah habis. Mertuaku selalu mengungkitnya, seakan-akan aku satu-satunya yang harus disalahkan. Aku mulai bertanya-tanya, apakah ini takdirku? Apakah aku harus terus bertahan dalam perni

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Thida_Rak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26 Masa Lalu Pilihan Mertua

Ibu Susan yang mulai panik dengan kemungkinan Arman kehilangan pekerjaannya segera bertindak. “Man, kamu harus segera hubungi Diva… sebelum dia tahu semuanya dari orang lain. Bikin dia luluh, bujuk dia pulang. Jangan sampai dia makin keras kepala.”

Arman yang bingung dan tertekan akhirnya mengangguk, lalu membuka ponsel dan mulai mengetik pesan.

“Sayang, jangan begini ya… Pulang, ya? Besok aku jemput. Ibu juga rindu banget sama kamu…”

Pesan itu pun terkirim.

Raya yang sejak tadi memperhatikan, langsung berubah ekspresi. Matanya menajam, rahangnya mengeras. “Jadi kamu masih sayang sama dia, Bang?” tanyanya dengan nada penuh amarah dan kekecewaan.

Arman terdiam, tak tahu harus menjawab apa.

Namun Bu Susan cepat-cepat mengambil alih. Ia mendekat, memeluk Raya pelan sambil mengelus rambutnya. “Gak begitu, Raya sayang… Ini cuma demi pekerjaan suamimu, supaya gak ada masalah. Kalau Diva tenang, kantor juga gak akan cari gara-gara,” ujarnya dengan suara lembut tapi penuh perhitungan.

Raya hanya diam. Dalam hatinya, mulai tumbuh rasa was-was. Ternyata, menjadi istri kedua bukan sekadar menang… tapi juga harus siap menghadapi bayang-bayang istri pertama yang belum sepenuhnya pergi.

Diva yang sedang menikmati ketenangan dengan membaca buku di ruang tamu terkejut saat ponselnya bergetar. Notifikasi pesan masuk. Ia membuka layar dan membaca nama pengirimnya Arman.

“Sayang, jangan begini ya… Pulang, ya? Besok aku jemput. Ibu juga rindu banget sama kamu…”

Diva hanya tersenyum miris. Pasti sudah mulai goyah karena dipanggil atasannya, batinnya. Ia langsung membalas pesan itu tanpa ragu.

“Kalau aku pulang, di mana nanti tinggal istrimu, Man? Ibu juga tak pernah mengharapkan aku. Aku hanya ingin satu cerai darimu.”

Pesan itu langsung ia tekan kirim.

Arman yang sedang duduk di sofa, refleks berdiri begitu membaca balasan itu. Wajahnya tegang. “Ibu… dia tahu semua,” ucapnya dengan nada panik.

Bu Susan yang ikut membaca dari bahu Arman, mencak-mencak, “Wah! Sok banget istri kamu itu, Man. Minta cerai, emangnya dia punya duit? Baru juga tinggal di rumah kakaknya udah minta cerai. Huh!”

Terpancing emosi, Arman langsung membalas pesan Diva:

“Gak usah aneh-aneh, Div. Sekarang kamu sudah tahu, ya udah, terima aja. Ngapain minta cerai? Kamu pikir kamu mampu? Gak punya penghasilan, kamu nanti jadi gembel! Karena kakak dan abangmu itu susah Div”

Diva yang membaca pesan itu, hanya menatap layar ponsel dengan tenang. Tapi matanya tajam.

“Bagus, Man… akhirnya keluar juga aslimu.”

Dan saat itu, Diva semakin yakin keputusan meninggalkan rumah itu, adalah langkah terbaik dalam hidupnya.

Diva kembali menunduk pada buku yang tengah ia baca. Meski hatinya remuk, ia tetap berusaha tenang. Luka itu terlalu dalam, tapi ia tahu ia harus kuat, harus tetap berdiri di atas luka-luka yang ditinggalkan.

Sementara itu, di rumah Arman, suasana dipenuhi kegelisahan. Arman mondar-mandir dengan wajah murung.

“Bu… bagaimana ini? Karier saya bisa habis…” ucapnya pelan, nyaris putus asa.

Raya yang duduk di sampingnya menimpali dengan nada tinggi, “Sayang, kamu jangan menyalahkan diri sendiri. Ini semua karena Diva! Dia yang nggak bisa ngasih kamu keturunan!”

Bu Susan, yang mendengar ucapan menantu kesayangannya itu, mengangguk mantap.

“Betul, Man. Dengerin kata Raya. Lagipula, kamu jangan sampai menggugat duluan. Biar Diva yang ajukan cerai. Kita lihat nanti, dari mana dia bisa urus semuanya. Orang susah aja belagu,” ucap Bu Susan dengan penuh sindiran.

Arman hanya terdiam. Dalam hati, ia mengiyakan kata-kata ibunya, meski wajahnya tak menyembunyikan kekhawatiran yang kian menguat.

Di rumah Kak Dira

Malam itu, usai makan malam, Diva akhirnya mengungkapkan segala hal kepada kakak dan abang iparnya. Ia menceritakan semuanya tanpa menyisakan satupun tentang pernikahan kedua Arman, tentang sikap ibu mertuanya, dan juga soal pengaduannya ke atasan Arman.

Reza, abang iparnya, menatap adik iparnya dengan sorot iba. "Div, abang cuma bisa bilang, selesaikan dulu semuanya dengan tenang. Nanti setelah itu, baru mulai usaha baru. Jangan sampai ada yang bikin kamu rugi, baik hati maupun materi."

Diva mengangguk pelan, suaranya tenang tapi penuh ketegasan. "Iya, Bang. Aku juga udah mikir matang-matang. Aku nggak akan minta apapun, biar cepat selesai aja. Aku capek terus-terusan jadi korban."

Kakaknya yang duduk di sebelah Diva menggenggam tangannya. Terlihat jelas rasa prihatin dan sayang dalam sorot matanya. Ia tahu betapa keras kepala adiknya menahan luka, dan malam ini adalah bukti bahwa Diva memang sedang berjuang untuk bangkit, meski dunia seakan runtuh di sekelilingnya.

Di rumah Arman

Pagi masih dingin saat Raya sudah terjaga. Meski hatinya masih dipenuhi kekesalan, ia tetap menjalankan rutinitas seperti biasa. Dalam benaknya, ia bergumam, "Tunggu saja, begitu semua gaji Arman sudah di tanganku, aku tak akan lagi capek-capek begini."

Pelan-pelan ia bangkit dari tempat tidur, melirik suaminya yang masih terlelap. Dengan langkah pelan, ia menuju dapur, mengambil bahan makanan dan mulai memasak nasi. Setelah itu, ia memindahkan cucian ke mesin cuci, lalu menyapu dan mengepel rumah hingga bersih. Semua itu ia selesaikan kurang dari tiga puluh menit. Setelah menjemur cucian, Raya kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan sekaligus makan siang untuk ibu mertuanya.

Setelah pekerjaan rumah selesai, Raya segera mandi dan berdandan, bersiap untuk berangkat kerja. Saat sedang merapikan riasan di depan cermin, Arman akhirnya terbangun.

"Sayang, kamu udah siap ya?" ucap Arman sambil menguap.

"Iya, sayang. Kamu buruan mandi, nanti bisa telat," jawab Raya dengan senyum tipis.

Saat Arman keluar kamar, Bu Susan yang sedang berjalan menuju dapur pun menyapanya.

"Udah bangun kamu, Man?" katanya tanpa menoleh.

"Iya, Bu, udah," jawab Arman singkat sambil mengusap wajahnya yang masih mengantuk.

Saat sarapan pagi itu, Arman, Raya, dan Bu Susan duduk bersama di meja makan. Seperti biasa, Bu Susan tak henti-hentinya melontarkan pujian untuk menantu kesayangannya.

"Masakanmu enak banget, Raya. Rajin, bersih, pintar kerja pula. Beruntung banget kamu, Man," ucap Bu Susan sambil tersenyum lebar.

Raya hanya tersenyum manis, sesekali melirik Arman dengan tatapan penuh arti. Arman, yang mendengar semua pujian itu, hanya mengangguk pelan. Dalam hati ia membatin, "Mungkin aku nggak salah ambil keputusan. Dua istri, dua kebahagiaan."

Tiba-tiba, Arman membuka pembicaraan.

"Bu, nanti sepulang kerja Arman mau jemput Diva ya. Biar di rumah ada yang bantuin Ibu juga."

Raya yang awalnya sudah bersiap marah, justru menyunggingkan senyum licik ada ide yang muncul dalam benaknya.

Bu Susan langsung menanggapi dengan nada sinis, "Iya, bawa aja pulang istri durhaka itu. Masih punya suami, kelakuannya kayak orang yang udah janda. Biar kamu sama Raya bisa fokus kasih ibu cucu, ya. Ibu ini udah lama nunggu cucu, Man."

Sarapan pun berakhir, dan anak serta menantunya berangkat menjalani aktivitas masing-masing. Bu Susan pun bersantai di ruang tamu, membayangkan jika dua menantunya Diva dan Raya tinggal bersama di rumah itu. Sebuah bayangan yang membuatnya merasa berada di atas angin.

1
Uli Mafrudoh
amit2 punya mertua kaya gitu
Thida_Rak: rata2 mertua kan begini kak😊
total 1 replies
Lin
ceritanya bagus lanjut Thor
Thida_Rak: baik kak
total 1 replies
Lin
Luar biasa
Thida_Rak: terima kasih kak
total 1 replies
Sun Flower
senang kalau Arman anak Mama di pecat😊
lanjut author..💪💪
Thida_Rak: di tunggu ya kak🙏🏻
total 1 replies
Pudji hegawan
cerita yg bagus
Thida_Rak: Terima kasih kak🙏🏻🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!