Mengandung Benih Presdir Dingin

“Ingat kata dokter tadi, bukan? Kamu harus menjaga bayi kita dengan baik!” ucap Sagara dengan fokus tetap tertuju ke depan sambil menyetir.

Alika yang duduk di sampingnya, hanya bisa melirik diam-diam.

Kata-kata bayi kita, terus terngiang-ngiang di telinganya. Sekilas, dadanya menghangat. Tapi kemudian logika kembali mengambil alih.

“Ada apa?” tanya Sagara heran, melihat Alika tak merespons.

“Tidak ada,” jawab Alika cepat, lalu mengalihkan pandangan ke jendela.

“Tahan, Alika, tahan. Jangan geer. Dia bilang bayi kita cuma karena dia merasa bertanggung jawab, bukan karena perasaan.” batinnya mengingatkan keras-keras.

Mobil mereka berhenti di ujung gang rumah Alika.

“Saya turun di sini saja, Tuan,” ucap Alika sambil menatap lurus ke depan.

“Hmm,” balas Sagara datar.

Setelah berpamitan singkat, Alika turun dari mobil, sementara Sagara langsung pergi.

Mereka akan menikah besok pagi. Semua karena tekanan dari kakek Hermawan yang tak henti-hentinya mendesak.

Namun baru saja melangkah beberapa meter, seseorang memanggil Alika.

“Wah, wah… banyak kemajuan kamu, ya?” Maya berdiri di ambang pintu rumah dengan tatapan tajam mengarah ke mobil mewah yang baru saja pergi.

Raut wajah Maya seketika berubah masam.

“Sekarang kamu pulang diantar pria kaya? Kamu akan menikah malam ini, tapi masih berkeliaran dengan laki-laki lain?” sindir nya tajam.

“Malam ini?” Alika menoleh cepat, jantungnya nyaris berhenti berdetak.

“Ya, malam ini!” Maya menyilangkan tangan di dada. “Kenapa? Mau nolak?”

“Aku nggak mau!” Alika menatap ibunya.

“Pokoknya kamu akan menikah dengan Juragan Bondan malam ini. Semua sudah diatur!”

“Tapi aku sedang hamil! Dan dia bukan ayah dari bayi ini!” ucap Alika.

“Dan kamu pikir aku peduli?” Maya mendekat, menatap putrinya penuh tekanan. “Dia sudah setuju. Dan aku tidak mau dengar alasan apapun dari mulutmu!”

Air mata Alika mendesak keluar, tapi ia menahannya mati-matian. Bagaimana bisa ibunya tega menjual dirinya pada pria yang sudah beristri tiga?

“Aku nggak bisa, Bu. Aku mencintai ayah dari bayi ini.” Kebohongan terpaksa itu Alika ucapkan, berharap sang ibu tersentuh.

Tapi Maya hanya menatapnya dingin.

“Cinta nggak bisa buat kamu kenyang! Juragan Bondan bisa menjamin masa depanmu dan keluarga kita!” tegas Maya, lalu membalikkan badan san masuk ke dalam rumah, meninggalkan Alika berdiri lemas dengan dada sesak.

“Egois!”

**

**

Sementara itu di mansion keluarga Hermawan.

“Apa kamu sudah mempersiapkan pernikahan kalian?” tanya kakek Hermawan sembari menyeruput kopi.

“Belum,” jawab Sagara santai, lalu duduk di meja makan.

Baru saja ia sampai setelah selesai mengantar Alika pulang. Dan kakek tua ini menegurnya dengan pertanyaan yang paling Sagara tidak sukai. Menikah!

“Kenapa belum? Perut Alika makin membesar. Apa kamu mau semua tetangganya tahu dia hamil di luar nikah?”

Sagara menghela napas, lalu menatap kakeknya. “Apa Kakek pikir menikah itu semudah beli cilok?”

“Kamu—”

“Tahan emosi kakek. Jangan sampai darah tinggi kakek kambuh,” potong Sagara. “Aku akan menikahinya, hanya menunggu waktu yang tepat.”

Sebenarnya, Sagara telah mengatur semuanya diam-diam. Ia sudah meminta Lee mengatur pernikahan itu dengan detail.

Namun kakek Hermawan masih ngotot.

“Kalau saja aku bisa, aku ingin memasukkan kamu ke perut ibumu lagi!”

Kalimat itu memicu ledakan amarah dalam diri Sagara.

“Wanita itu bukan ibuku!” hardiknya. Tangan mengepal, rahang mengeras.

“Terserah. Sampai kapan pun dia tetap putriku, darah dagingku!” ucap sang kakek tak mau kalah.

Sagara menggebrak meja, wajahnya merah karena amarah.

“Aku sudah kenyang! Selamat malam!” Ia meninggalkan meja makan dan langsung menuju mobil.

“Tua bangka sialan!” gerutunya begitu membuka pintu dan melihat Lee sudah menunggu.

“Tuan,” panggil Lee ragu.

“Apa?!”

Lee menelan ludah. “Nona Alika, dia akan menikah malam ini.”

“Bukan besok?! Kenapa kamu seenaknya majukan pernikahan kami tanpa izin dariku, hah?!”

“Bukan soal itu, Tuan.”

“Lalu apa?”

“Saya pikir yang akan menikah dengan Nona Alika adalah Anda. Tapi ternyata, bukan.”

“Maksudmu?” Sagara mengernyit.

“Sepertinya terjadi mister komunikasi diantara kita,” jawab Lee. “Yang akan menikahi Nona Alika malam ini adalah pria lain. Seorang juragan yang sudah beristri tiga.”

Uhuk!

Sagara tersedak. “Apa?!”

“Saya dengar warga setempat sudah mulai kumpul-kumpul. Katanya, pernikahannya akan digelar malam ini.”

“Beraninya mereka menikahkan gadis yang mengandung bayiku dengan pada pria lain!” Sagara mengeraskan rahangnya.

Ia meminta Lee pindah posisi dan mengambil alih kemudi. Lee bahkan belum sempat duduk ketika mobil melaju kencang menuju rumah Alika.

Dan kali ini, Sagara tidak akan datang sebagai tamu. Melainkan calon pengantin pria.

“Ya tuhan, aku belum ingin mati. Aku belum menikah dan menikmati indahnya malam pertama.” gumam Lee sambil berpegangan erat.