NovelToon NovelToon
Keluargamu Toxic, Mas!

Keluargamu Toxic, Mas!

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Herliana

Annisa jatuh cinta pada Iman, seorang montir mobil di bengkel langganan keluarganya.
Sang Papa menolak, Nisa membangkang demi cinta. Apakah kemiskinan akan membuatnya sadar? atau Nisa akan tetap cinta?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Herliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Suasana romantis tiba - tiba hadir. Dipagutnya bibir Nisa yang penuh dan menantang. Nisa membalasnya dengan tak kalah hangatnya.

Iman mengeluh. Tangannya mulai mengembara ke bukit kembar milik Nisa.

"Mmhh.." Nisa ganti mengeluh saat Iman mulai meremasnya..

"Aw!" Iman mengaduh karena Nisa tiba - tiba menggigit bibirnya dengan gemas.

"Mah?!" protes Iman. Ia mengusap bibirnya.

"Untung saja tidak sampai berdarah!" gerutunya. Nisa menggigitnya cukup

keras. Keromantisan yang baru terasa langsung bubar jalan.

"Ini masih pagi, Pah. Aku belum selesai bebenah! Kamu juga belum mandi. Badan Kamu bau ikan!" Nisa bergegas bangun untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.

Iman menggaruk kepalanya. Kelelakiannya sudah terlanjur menegang, bagaimana melemaskannya lagi?

"Aaaahh..!!" gerutunya lagi. Ia langsung masuk ke kamar mandi untuk mengguyur kepalanya.

Nisa sibuk sepagian ini. Semua pekerjaan rumah ia yang mengerjakannya setelah Wiwi kembali bekerja. Rifki ia bawa untuk dititipkan di rumah ibunya saat ia bekerja dan mengambilnya lagi saat ia pulang. Ia tidak mau meninggalkannya bersama Nisa.

"Kasian Mamah nanti kerepotan." begitu katanya. Memang akan seperti itu.

"Mah, Papah mau ke rumah Anto, ya?" Iman sudah mandi dengan rambut yang basah.

"Mau ngapain?"

"Ya kali aja ada kerjaan."

'Alhamdulillah.' gumam Nisa dalam hati. Setidaknya Iman sudah berusaha.

"Ya." Nisa mengangguk dan tersenyum manis.

"Ntar malam, ya?" bisik Iman nakal sebelum ia beranjak keluar.

Nisa tersenyum dan kembali melanjutkan menyetrikanya.

Tok! Tok! Tok!

"Nisaa!" terdengar sayup sayup suara Yanah dari depan pintu.

"Iyaaa..! Sebentaar..!" Nisa menunggingkan posisi setrikaannya. Lalu bergegas ke pintu depan.

"Lama amat, sih?!" kerucut bibir Yanah menyambutnya saat Nisa membuka pintu.

"Ada apa, Teh?"

"Ikut Teteh, yuk?"

"Kemana?"

'Tumben,' bisik hati Nisa.

"Ke acara maulid di Desa sebelah. Kita naik mobilku."

"Nisa mau, Teh. Tapi.."

Nisa senang bila di ajak ke pengajian - pengajian seperti ini. Tapi biasanya Yanah tidak pernah mengajaknya.

"Ikut, ya? Katanya yang datang di kasih kupon, lho. Buat ditebus di sana. Isinya ada minyak, mie, gula.."

"Kapan?" Nisa semakin tertarik.

"Sekarang!" Sekarang? Nisa baru menyadari kalau Yanah sudah rapi dengan busana muslim yang cukup 'wah'.

"Tapi Nisa lagi nyetrika, Teh." Nisa mulai ragu - ragu.

"Tunda aja dulu. Ada doorprizenya juga, lho. Mau nggak, sih?"

"Tapi Nisa belum mandi jugaa.."

"Ya udah cepetan mandi! Teteh tungguin, ya!" Yanah langsung berjalan untuk duduk di depan rumahnya. Ia sama sekali tidak menunggu persetujuan Nisa.

Nisa berlari ke belakang untuk mencabut kontak setrikaannya lalu berjalan cepat ke kamarnya. Ia memilih gamis yang menurutnya nyaman. Mengambil jilbab instan yang senada. Lalu mandi dengan keecepatan kilat.

"Nisaa!"

"Iyaa Teeh..!" Nisa berteriak seraya menyapukan bedak milik Rifki di wajahnya. Mengoles tipis - tipis lipstik warna nude satu - satunya miliknya.

Nisa keluar dengan tergesa - gesa. Ternyata Yanah tidak hanya mengajaknya. Di depan sudah ada Yanti dan Sari.

"Ayok! Lama banget, sih!" dumel Yanti. Sari diam - diam menatap Nisa yang terlihat manis dengan gamis polos warna salem yang dikenakannya.

"Kalian juga ikut, ya?" Nisa tersenyum lega. Setidaknya dia tidak harus berdua saja dengan Yanah. Entah kenapa ia selalu merasa canggung.

"Ya iya lah! Emang Kamu doang yang pengen dapet doorprize?" sudah ketahuan niat orang - orang yang akan pergi ke pengajian ini.

Yanti yang cuek malah hanya mengenakan Kaos lengan panjang dan celana panjang. Kepalanya juga hanya ditutupi pasmina yang asal menempel.

Mereka lalu menaiki mobil milik Yanah. Mobil yang mereka beli saat menjual tanah dulu.

Di sana sudah ada Ijay yang siap mengantar mereka.

******

Yanah duduk di depan, di samping suaminya.

"Nanti patungan beli bensin, ya!" ujar Ijay sambil melirik Nisa dari kaca spion.

'Nisa, Kamu selalu cantik!'

Mereka yang dibelakang tersentak.

"Papah, ih!" Yanah mencubit suaminya seraya menoleh ke belakang.

"Bohong! Jangan didengerin!" katanya.

"Emang Abang kerjaannya bikin orang sport jantung mulu, nih!" teriak Yanti kesal. Ijay tertawa.

"Lagian kalian ini mau dengerin ceramah apa mau minta kupon?"

'Dua - duanya.' bisik hati Nisa.

"Yang utama mah kuponnya dulu. Dengerin ceramah itu bonus!" Yanti tertawa lepas.

"Astaghfirullaah." gumam Sari dan Nisa bersamaan.

"Kebalik Teh, bukan begitu. Kita dengerin ceramah, bonusnya kupon itu!" bantah Sari.

" Jangan pada munafik, deh!" gerutu Yanti. Yanah hanya tertawa mendengar perdebatan mereka. Yanti statusnya paling tua karena ia menikah dengan Mumu, jadi masih kakak ipar Yanah juga tapi usianya paling muda diantara mereka.

"Lagian Kamu, Yanti! Mau ke pengajian apa mau ke pasar? Dandannya kayak preman gitu! Lihat dong, Nisa! Begitu tuh kalau jadi cewek, dandan nggak usah tebel - tebel juga oke!" cicit Ijay.

'Lagi - lagi Nisa.' serempak kalimat ini terucap di hati Yanah dan Yanti.

Nisa sendiri jadi merasa tidak enak hati. Sari meliriknya. Ia iba melihat Nisa seperti serba salah.

Akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Mereka berjalan dalam kerumunan banyak orang. Sari memegang lengan Nisa erat - erat. Nisa mengikuti langkah Yanti yang menggandeng Yanah.

Mereka mengambil kupon yang bernomor.

"Simpan buat nanti ditukar paket sembakonya ya, Bu."

"Mudah - mudahan dapat doorprize nya juga." panitia yang satu lagi menunjuk nomor kupon.

"Makasih, Mbak." angguk Nisa.

"Naik aja, Bu! Yang di bawah sudah penuh!" teriak panitia.

"Penceramahnya juga ada di atas." terangnya lagi.

Yanah melepaskan genggaman tangan Yanti.

"Aku mau ambil masker dulu. Kalian jalan aja dulu." Yanah mulai mengaduk aduk tasnya.

"Kita tunggu aja." kata Yanti.

"Nggak usah! Jalan aja duluan!" Yanah terlihat gusar.

"Ayo!" ajak Yanti. Ia mulai menaiki tangga. Nisa dan Sari berjalan mengikutinya.

Sesampainya di atas Yanti mengedarkan pandangannya mencari tempat kosong.

"Kesana, yuk." ajaknya. Sari dan Nisa menurut.

Mereka menyisakan 1 tempat untuk Yanah.

"Kok Teh Yanah lama banget, ya?" mereka mulai harap - harap cemas.

Yanah akhirnya naik juga. Mereka semua berdiri dan melambai - lambaikan tangannya.

"Teteh! Sini!"

"Teh Yanah!"

"Teteeehh!"

Suara mereka ditelan kebisingan suara di sekitar mereka.

Yanah seharusnya melihat mereka bertiga karena ia menoleh saat di panggil namanya. Tapi ia kembali memalingkan wajahnya sebelum berjalan ke arah sisi podium bersama seorang perempuan tidak di kenal. Sepertinya seorang panitia.

"Teh Yanah sama siapa, tuh?" dengus Yanti. Sari juga kesal melihat Yanah akhirnya duduk di dekat podium.

"Kenapa Dia nggak ngajak - ngajak Kita ke situ, sih?"

"Kayaknya Dia nggak ngelihat Kita." Nisa berusaha berbaik sangka.

"Nggak mungkin, lah! Tadi Dia nengok ke sini, 'kan?"

"Apa Dia ngajak Kita ke sini cuma mau pamer sama Kita kalau Dia itu jadi tamu penting jadi bisa duduk di sana?" dengus Yanti lagi.

"Nggak papa, Teh. Dari sini Kita juga bisa dengerin ceramahnya." bujuk Nisa.

Yanti dan Sari akhirnya diam meski dengan hati yang kesal.

*********

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!