Apa reaksimu ketika tiba-tiba saja seorang gadis cantik dari planet lain masuk ke kamarmu?
Terkejut? Kaget? Ya, begitu juga dengan Nero. Hanya beberapa jam setelah ia ditolak dengan kejam oleh siswi sekelas yang disukainya, ia bertemu dengan seorang gadis mempesona yang masuk melalui lorong spasial di kamarnya.
Dari saat itulah Nero yang selama ini polos dan lemah perlahan berubah menjadi pribadi yang kuat dan menarik. Lalu membalikkan anggapan orang-orang yang selama ini telah menghina dan menyepelekannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J.Kyora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Di tempat yang sepi Nero memasukkan tasnya ke cincin penyimpanan, lalu terus berjalan.
Melangkahkan kakinya di trotoar, ia bahkan tidak mengeluarkan sepedanya, tidak dipedulikannya terik matahari menghujam tubuhnya, rasa menyakitkan di dalam hatinya jauh lebih kuat.
Sebuah minivan berjalan lambat mengikutinya dari belakang. Ketika mobil itu sejajar dengannya, pintu kaca jendela depan terbuka. Kepala seorang anak laki-laki berambut cepak terjulur.
Nero berhenti berjalan, minivan itu juga berhenti, lalu pintu samping belakang bergeser membuka, empat anak laki-laki berambut cepak lainnya turun dari mobil, lalu menghampiri Nero.
"Ikut dengan kami," hardik salah satunya, ia menarik tangan Nero.
Nero memandangi mereka, lalu membiarkan dirinya ditarik masuk ke dalam mobil, dan minivan itu meraung melaju meninggalkan debu dan asap hitam di belakangnya.
Ada tujuh orang di dalam mobil termasuk sopir. Di dalam minivan tidak ada bangku sama sekali, kecuali dua di depan, untuk sopir dan satu lagi di sebelahnya. Mereka semua memakai celana seragam SMA, namun atasannya bukan pakaian seragam, tetapi memakai kaos dan kemeja biasa.
Mudah ditebak, mereka anak SMK Armada, Nero tertawa dalam hati.
"Namamu Nero?" tanya salah satunya, ia memandang Nero dengan tajam.
"Ya, saya Nero," jawabnya.
Bughhh!!
Tiba-tiba sebuah pukulan mendarat di pipinya, anak laki-laki yang bertanya barusan memukulnya.
"Kamu tahu kenapa kami membawamu?" ia bertanya lagi.
"Iseng mungkin?" jawab Nero sama sekali acuh tak acuh. Ia meraba pipinya, dan sedikit meregangkan mulut, lalu menggelengkan kepalanya, terdengar suara kretek.
Plakkk!
Sebuah tamparan lagi mengenai belakang kepalanya, Nero melihat ke belakang, ia rasanya kenal anak itu, seseorang di perlombaan.
"Hahaha... rasanya enak sekali," kata Nero, di wajahnya sama sekali tidak ada rasa takut.
Semua anak anak itu terkejut, bahkan orang ini masih bisa tertawa? Apa ia tidak tahu yang sedang dihadapinya? Mereka saling pandang.
"Kalian akan membawaku ke mana?" tanya Nero.
"Untuk apa kau mau tahu?" jawab salah seorang.
"Baiklah, terserah kalian," kata Nero.
Tidak lama kemudian minivan itu berbelok, lalu berhenti di depan sebuah rumah.
Rumah itu cukup besar dan letaknya lebih tinggi dari jalan, dengan pagar semak perdu di depannya membuat bagian depan rumah tidak terlihat dari jalan.
Mereka menggiring Nero masuk ke dalam rumah, tidak ada perabotan di dalamnya, ada beberapa jendela kaca dengan pagar teralis besi, untuk mencegah pencuri masuk melalui jendela. Dari arah belakang rumah terdengar suara langkah kaki beberapa orang berjalan ke depan.
"Bang Jendral, kami mendapatkannya," kata anak yang memukul Nero di mobil sebelumnya.
Jendral, ketua geng anak kelas 1 SMK Armada, wajahnya tegas dan matanya seperti elang, berdiri dengan kaki sedikit terbuka, kedua tangannya berada di belakang punggungnya. Ia yang menunggu didalam rumah.
"Kamu tahu kenapa kami membawamu?"
Nero memandangnya, ada sebelas orang di dalam ruangan, tujuh yang menculiknya, empat orang tambahan didalam rumah.
"Karena perlombaan kemaren?" jawab Nero tenang, "Apa yang kalian inginkan?" tanya Nero lagi.
Jendral agak terkejut melihat ketenangan Nero, ia bahkan tidak menyangka anak ini bahkan tidak menunjukan rasa takut sedikit pun, meskipun sebelas orang mengelilinginya. Agak samar ia merasakan perasaan yang tidak enak.
"Tidak seorang pun boleh mempermainkan sekolah kami, atau akan mendapatkan konsekuensinya. Apa yang akan kami lakukan? Bagaimana menurutmu kalau kami mematahkan satu kaki dan satu tanganmu? Dan itu yang akan kami lakukan," wajah Jendral terangkat dengan rahang terkatup.
Nero balas memandang dengan sama kejam, bibirnya melengkung dengan sebuah senyuman dingin. "Baiklah, maka aku akan mematahkan tangan kalian semuanya," jawab Nero tanpa takut. " Bukankah kalian harus mengunci pintunya?" lanjut Nero mengingatkan. Darahnya mendidih, orang-orang ini mengganggunya di saat yang sangat tepat.
Alis Jendral mengernyit. Bocah ini gila atau stres? Jika orang lain, maka sudah sejak lama mereka bersujud untuk meminta ampun.
Jendral memberikan isyarat, lalu serentak kesepuluh orang itu mendekati Nero.
Bughhhh!
Plakkk!
Duuakkk!
Pukulan dan tendangan merangsek menghujani tubuh Nero, ia tidak menghindarinya sama sekali.
Seseorang datang dan menendang pinggangnya dari belakang, Nero terlempar dan terbaring dilantai.
Jendral berjalan dan mengunci pintu.
Baju Nero terkoyak di sana sini, jejak sepatu dicap di mana-mana di seluruh tubuhnya, ia telungkup dilantai dengan napas tersengal.
"Hahahahaha...!" tiba-tiba ia tertawa, wajahnya penuh kegilaan yang membuat semua orang diruangan itu bergidik.
Semua orang saling pandang, kengerian tumbuh di wajah mereka. Merasa harus menghabisi anak itu sesegera mungkin lalu sekali lagi mereka beramai-ramai menendang dan memukuli Nero.
Sumpah serapah dan kata-kata kotor tersembur dari mulut mereka.
Mati kau!
Bangsat!
Setelah cukup lama mereka mundur mengitari Nero, Nero nampak tidak bergerak, hanya napasnya terlihat turun naik, menandakan ia belum mati.
"Kalian sudah puas?" tiba-tiba suara Nero terdengar lagi. Semua orang menjadi pucat pasi.
Orang ini masih bisa bicara?
Nero duduk, kemudian berdiri, semua orang mundur kebelakang, mereka tidak percaya bahkan anak itu masih bisa berdiri.
Ia menatap Jendral, ketua geng itu, "Aku sudah katakan akan mematahkan tangan kalian semua," tiba-tiba wajah Nero menjadi gelap, kebiadaban muncul secara mengerikan dengan rambut yang acak-acakan, pakaiannya robek di mana-mana. Ia seperti Asura yang berdiri dengan gagah namun penuh kegilaan, rambutnya terurai di bagian atas wajahnya yang gelap. Mulutnya menyeringai dengan ganas.
Satu gerakan ia menangkap tangan Jendral lalu membantingnya tubuh anak laki-laki itu kelantai.
Suara berdebum disertai retak tulang lengannya terdengar.
Kachaaa!!
Jendral menjerit dengan raungan memilukan.
Barulah ia merasa sadar, anak ini bukan seseorang yang bisa mereka ganggu sama sekali.
Nero mengambil kunci di tangan Jendral, lalu berbalik ke arah sepuluh orang lainnya. Mereka semua ketakutan, beberapa mencoba kabur, namun ketika sampai di jendela mereka putus asa, karena jendelanya ada pagar teralis yang menahan pelarian mereka.
Kachaa!
Satu lagi tangan seseorang patah, jerit memekakkan telinga kembali terdengar.
Kachaa!
"Ampun, ampunn kami mengaku salah!
aghhhh!"
Kaacchaaaa!
Nero menjadi gila, ia bahkan tidak mempedulikan teriakan mereka. Dengan brutal ia mengamuk melampiaskan rasa penuh di dalam hatinya.
Pikiran seharian ini membutakannya, rasa sesak dihatinya, rasa sedih, rasa terkucil tumpah menjadi kemarahan, matanya merah membara, tubuhnya terasa panas dan keinginan bertarung meluap-luap, ia mengamuk dan berlarian menghajar mereka semua.
Berdiri dengan wajah gelap, tangannya terkepal dan bergetar, ia melihat semua anak-anak itu terbaring dan mengerang. Anak-anak ini sama sekali tidak memuaskan hasratnya untuk bertarung, mereka terlalu lemah, sesal Nero.
Nero mengangkat kerah baju Jendral, lalu mendudukkannya ke dinding, "Aku bertanya, apa dimasa depan kalian akan mencari ku lagi?" Nero bertanya dengan wajah dingin, matanya penuh ancaman.
"Tidak, sumpah..., kami tidak akan lagi... Maafkan kami," beberapa anak bahkan menangis.
"Jika ada yang mencari ku lagi, berikutnya kaki kalian akan kukatakan," sergah Nero.
"Kalian dengar!"
"Iya, ampun ... tidak akan lagi... ampuni kami."
Ada yang sampai terkencing di celana.
Andai saja dari awal mereka tahu yang mereka culik adalah monster, tentu saja mereka tidak akan begitu bodoh mencari penyakit untuk diri mereka sendiri. Sayangnya, sesal itu tidak lagi ada gunanya.
"Keluarkan uang kalian semua, baju, celana dan sepatuku rusak, kalian harus membayar kerugian ku," perintah Nero.
Mereka semua buru-buru merogoh saku dan mengeluarkan uang mereka, Nero mengumpulkannya, ada sekitar dua juta.
Lalu ia berjalan ke belakang memeriksa rumah, ia melihat beberapa buah botol dengan pipet yang dirancang sedemikian rupa. ia pernah mendengar alat itu digunakan untuk apa.
Oh, jadi ternyata begini, gumam Nero. Ia memeriksa pintu belakang dan terkunci, kemudian mengambil kunci di sakunya. Ia membuka pintu tersebut, mengawasi sekitar dan kembali menutupnya, kemudian menguncinya lagi.
Kembali ke depan, Nero mengambil ponsel salah satu mereka, menyuruh orang itu membuka kuncinya, lalu menekan sebuah nomor.
Tiba-tiba semua orang menggigil ketika tahu Nero menelpon siapa, "Bang, tolong, jangan lapor polisi," mereka sangat ketakutan, mereka semua memohon-mohon sambil menangis.
Nero tidak peduli dengan mereka, mereka pemakai narkoba, harus cepat cepat direhabilitasi, atau lama-lama akan menjadi penyakit masyarakat.
Nero keluar dari rumah tersebut, mengunci pintu, lalu ia menyalakan GPS agar polisi yang di telepon nya tadi bisa melacak, kemudian menggosok bersih ponsel itu dengan bajunya dan meletakkannya di tempat tersembunyi.
Berjalan keluar ia melihat minivan terparkir di luar, dengan beberapa pukulan ia memecahkan kaca depan mobil itu.
Melambaikan tangannya, Nero mengeluarkan sepedanya, lalu tancap gas di jalan raya.
Ia memejamkan mata, merasakan angin meniup tubuhnya. Amarahnya perlahan mereda, namun seiring itu, kesedihan kembali naik menguasai dirinya.
...
pantesan sepi peminat kalau mau rame peminat mcnya harus pintar,jenius ,hebat ,kuat lugas dan tegas
contohnya seperti dewa bagi yg membutuhkan pertolongan dan kejam seperti iblis bagi musuh