Seorang wanita bernama Tania dijodohkan dengan teman masa kecilnya bernama Ikrar Abraham. Mereka berdua sama - sama saling mencintai. Namun, mereka mulai terpisah saat Ikrar melanjutkan pendidikannya di luar negri.
Saudara tiri Tania yang menginginkan semua milik Tania termasuk Ikrar, lelaki yang dijodohkan Tania, berusaha memisahkan mereka berdua. Bahkan demi melancarkan niat jahatnya itu. Ia dan ibunya mengusir Tania dari Rumah besarnya.
Saat Ikrar kembali untuk menikahi Tania, ia sudah tidak mendapatkan Tania di rumah besar keluarga Tania. Demi perjodohan antar keluarga, Ikrar harus bertunangan dengan Belinda, saudara tiri Tania.
Sementara Tania kini hidup sebagai wanita miskin yang tidak punya apa - apa.
Untuk mendapatkan uang biaya hidupnya, ia harus bekerja apa saja bahkan ia rela mengubah penampilannya menjadi wanita culun saat mulai bekerja sebagai asisten Ikrar. Tidak sampai disitu saja, Ikrar bahkan sering menghina dirinya sebagai wanita bodoh, pengganggu dan wanita penggoda.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Tania sampai ia harus menyembunyikan jati dirinya dari semua orang?
Apa yang akan dilakukan Ikrar saat ia tahu kalau wanita yang sering ia hina adalah wanita yang sangat ia cintai?
Simak yuk.
IG: @dewimutiawitular922
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Mutia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 26 Pertemuan Ikrar dan Tania
Terlihat sebuah mobil hitam terparkir di dekat rumah kontrakan yang baru di tempati Tania.
Mobil itu milik Ikrar yang sejak tadi terparkir di sana. Ikrar duduk di dalam mobil menunggu kedatangan Tania. Informasi yang Ikrar dapatkan dari bawahannya kalau saat ini Tania masih sibuk bekerja. Dengan terpaksa Ikrar harus menunggu Tania di dalam mobilnya.
Ia sudah menunggu di sana selama dua jam lamanya, namun ia sama sekali tidak pernah bosan, hanya ada kegelisahan dan ketidak sabaran yang ia tunjukkan ketika menunggu Tania.
Dan selama dua jam itu, akhirnya Tania sudah kembali. Tania terlihat mengendarai sepeda melewati mobil milik Ikrar yang terparkir tidak jauh dari rumahnya.
Saat itu, Ikrar melihat Tania dengan kedua bola matanya mengikuti Tania yang mengendarai sepedanya.
Ikrar terdiam sejenak memandang Tania dari dalam mobilnya yang kini turun dari sepedanya. Ia memandang Tania dari ujung kaki sampai ujung kepala. Sebuah senyuman yang terukir di wajahnya ketika ia melihat Tania. Ia benar – benar tidak menyangka kalau wanita yang ia lihat di depannya adalah Tania, tunangannya.
Ikrar pun tersadar ketika Tania berjalan untuk masuk ke dalam rumahnya. Ikrar segera turun dari mobilnya dan berlari menghampiri Tania.
“Tania!” teriak Ikrar yang membuat Tania langsung menoleh melihat Ikrar.
Tania syok melihat kedatangan Ikrar di rumah barunya itu. “Kak Ikrar!” Suaranya terdengar pelan menyebut nama Ikrar yang membuat Ikrar sama sekali tidak mendengarnya.
Ikrar berjalan pelan sambil memandang wajah Tania dengan jelas, dengan ekspresi bahagia yang ia tunjukkan. Itu benar – benar Tania, kekasih masa kecilnya. Wanita yang sangat ia cintai. Jantungnya bahkan berdetak cepat melihat Tania berdiri di depannya.
Ia berjalan beberapa langkah memandang Tania sambil memanggil kembali nama Tania dengan suara pelan dan lembutnya.
"Tania!" Senyum manis terus ia tunjukkan di depan Tania dengan wajah merona bahagia.
Ikrar yang tidak sabar memeluk Tania mempercepat langkahnya, kemudian langsung memeluk tubuh Tania dengan erat. Tidak ada yang bisa mengungkapkan rasa bahagianya saat ini, saat ia memeluk Tania, saat ia melihat Tania berdiri di hadapannya.
“Tania, kau masih hidup!” kata Ikrar yang sangat bahagia.
Tania ikut membalas pelukan Ikrar, mengobati rasa rindunya yang memang selama ini ia rasakan. Matanya terlihat berkaca – kaca ingin menangis, namun ia berusaha untuk menahan air matanya agar tidak jatuh.
Ikrar semakin memeluk Tania dengan erat ketika merasakan Tania membalas pelukannya.
Namun tiba – tiba Tania mengingat semua kejadian tentang peenghinaan Ikrar padanya yang membuat ia melepaskan kedua tangannya, kemudian berusaha mendorong tubuh Ikrar darinya.
“Tania!” Terdengar suara Ikrar pelan, dengan ekspresi kaget melihat Tania mendorongnya.
“Kenapa Tuan Muda ada disini?” tanya Tania menatap serius lelaki tampan di hadapannya itu.
Ikrar tercengan mendengar Tania bicara formal padanya seakan menganggap dirinya orang lain.
Ikrar kembali maju, memegang tangan Tania, kemudian berkata: “Aku mencari – carimu kemana – mana. Kenapa kau menyembunyikan dirimu selama ini, Tania?” Terlihat wajah Ikrar yang masih sangat bahagia melihat Tania berdiri di hadapannya. Wajahnya yang tercengan tadi berubah tersenyum menatap dalam – dalam mata Tania.
Tania menghempaskan tangannya dari Ikrar, kemudian membalikkan badannya membelakangi Ikrar.
Wajah Ikrar seketika berubah sedih ketika Tania melepaskan tangannya dengan kasar, bahkan membelakangi dirinya.
“Apa kau marah padaku?” tanya Ikrar.
“Pergilah. Tuan Muda tidak pantas berada di sini!” kata Tania yang tiba – tiba saja meneteskan air matanya.
Ia sedih karena mengusir Ikrar dari rumahnya. Sebenarnya, ia tidak sanggup mengatakan itu pada Ikrar, namun perlakukan Ikrar kemarin membuatnya seperti itu.
Tania pun kembali melangkah untuk masuk ke dalam rumahnya.
“An an, maafkan aku!” kata Ikrar yang membuat Tania menghentikan langkahnya. “Aku salah karena tidak bisa mengenalimu dengan baik. Maafkan aku An an, aku selalu membentakmu, memarahimu, menganggapmu bodoh, menganggapmu sebagai wanita penggoda. Aku sungguh menyesal melakukan itu semua!” Ikrar terlihat sedih melihat Tania yang seakan tidak peduli dengannya. Ia tahu kalau Tania sangat marah padanya sekarang karena perlakuannya pada Tania selama bekerja menjadi asistennya.
Saat Ikrar meminta maaf padanya, Tania diam sejenak sambil meneteskan air matanya, merasa sedih jika mengingat semuanya. Tania pun menghela nafasnya dengan kasar, menghapus air matanya, kemudian berbalik berhadapan dengan Ikrar.
“Aku bukan An an. Aku juga bukan Tania Gunawan, tapi Tania Salsabila. Aku tidak punya hubungan lagi dengan keluarga Gunawan, dan aku juga bukan siapa – siapa Anda lagi. Jadi tolong jangan memanggilku dengan nama itu!” tegas Tania menatap serius Ikrar.
Ikrar kembali kaget ketika Tania terus bicara formal padanya. Ia menatap Tania dengan mengerutkan keningnya. Ia tiba – tiba mengingat ucapan Nyonya Maya tentang Tania dan lelaki yang tinggal bersamanya.
“Apa kau begini karena seseorang?”tanya Ikrar.
“Apa maksud Anda?” tanya Tania yang tidak mengerti dengan pertanyaan Ikrar.
“Tania, berhentilah bicara formal padaku. Apa kau tidak bisa memanggilku seperti dulu?” tanya Ikrar.
“Aku sudah bilang. Kalau aku tidak ada hubungan lagi dengan kalian!” jawab Tania.
Ikrar kembali memeluk Tania dengan erat, kemudian berkata: “Tidak, kau tidak boleh mengatakan itu. Kau adalah An an, dan akan selamanya seperti itu!”
Galang yang sejak tadi menunggu Tania pulang, tiba – tiba keluar dari rumahnya dan melihat Ikrar tengah berpelukan dengan Tania.
“Tania!” panggil Galang yang membuat Tania langsung tersadar dan mendorong kembali tubuh Ikrar menjauh darinya.
“Kak Galang!” balas Tania melihat kakak angkatnya dengan ekspresi kaget.
Galang melihat Ikrar dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan pandangan tajam, begitu juga dengan Ikrar yang seketika berubah dingin menatap Galang.
“Dia siapa?” tanya Galang melihat Tania.
“Dia bos tampatku bekerja dulu!” jawab Tania.
“Tania ... apa kau tinggal bersamanya selama ini?” sahut Ikrar melihat Tania dengan serius.
“Iya,” balas Tania.
“Jadi benar. Selama ini kau menyembunyikan dirimu dariku karena pria ini. Dan kau tinggal bersamanya disini. Tania, kenapa kau melakukan ini padaku?” kata Ikrar yang menatap Tania dengan tatapan marah.
“Pergilah. Aku tidak mau membahas ini!” balas Tania yang sudah tidak mau berdebat dengan Ikrar. Ia membalikkan badannya kembali. “Ayo kakak. Kita masuk!” lanjut Tania mengajak Galang masuk.
Galang pun ikut membalikkan tubuhnya untuk masuk ke dalam rumahnya bersama Tania.
“Tania ... apa kau tidak waras? Kau meninggalkanku dan tinggal bersama pria asing selama bertahun – tahun!” teriak Ikrar dengan wajahnya yang marah.
Tania menghentikan langkahnya, menoleh melihat Ikrar, kemudian berkata: “Itu tidak ada urusannya denganmu lagi!”
“Itu adalah urusanku. Pria yang bersamamu itu bukan siapa – siapa bagimu. Dia adalah orang lain. Apa kau tidak punya harga diri tinggal bersamanya?” kata Ikrar marah.
“Pria yang kau katakan itu adalah orang baik yang selama ini merawatku saat kau tidak ada. Dia bukan orang lain bagiku, tapi keluargaku!” balas Tania dengan tegas.
.
.
.