Yang kemarin nungguin Gilang, ada di sini tempatnya. 🥰🥰
♥️♥️♥️
Banyak wanita yang menginginkannya. Tapi mengapa harus jatuh pada Belva yang masih belia?
Usianya dua puluh sembilan tahun dan berstatus duda. Tapi memiliki seorang istri yang usianya sepuluh tahun lebih muda darinya.
Gadis yang belum lama lulus sekolah menengah atas. Dia lebih memilih menjadi seorang istri ketimbang mengenyam pendidikan lebih tinggi lagi.
Redynka Belva Inara.
Gadis cantik keturunan Belanda itu lebih memilih menikah daripada harus bermain-main seperti kebanyakan gadis seusianya.
Namun sayang, cintanya ditolak oleh Gilang. Tapi Belva tak berhenti untuk berjuang agar dirinya bisa dinikahi oleh Gilang.
Sayangnya, Gilang yang masih sulit untuk membuka hati untuk orang lain hanya memberikan status istri saja untuk Belva tanpa menjadikan Belva istri yang seutuhnya. Memperistri Belva pun sebenarnya tak akan Gilang lakukan jika tidak dalam keadaan terpaksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhessy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
"Bel, kata Mama kamu, kamu lagi di Jakarta, ya? Kok, nggak ke sini, sayang? Apa belum sampai?"
Belva memejamkan matanya. Menghirup dalam-dalam udara di sekitarnya karena dadanya terasa begitu sesak mengingat Gilang dan Jihan tertawa bersama.
Gilang seperti sudah lupa akan masalahnya bersama Belva. Atau memang lupa kalau sudah punya istri?
"Baru sampai, Ma," ucap Belva berbohong. Padahal dia sudah memesan tiket untuk kembali ke Surabaya nanti malam.
Saat ini Belva sendiri tengah berada di hotel terdekat dari bandara.
"Kebetulan sekali, sayang. Gilang juga baru saja pulang dari Vietnam. Tadinya Mama pengen kamu ikut, tapi kata Gilang kamunya sibuk kuliah."
Benar dugaan Belva, Gilang dan Jihan baru pulang liburan bersama.
"Iya, Ma. Aku sibuk kuliah."
"Ya sudah. Mama minta sopir untuk jemput kamu, ya. Atau Gilang aja yang jemput?"
"Eng-enggak usah, Ma. Aku bisa naik taksi. Kak Gilang, kan, baru pulang juga. Pasti dia capek."
"Beneran nggak usah nih?"
"Iya, Ma. Biar kak Gilang istirahat."
"Ya sudah. Hati-hati ya, Bel. Kami menunggumu."
'Tunggu saja, Ma. Aku tidak akan pernah datang lagi,' ucap Belva dalam hati setelah panggilannya dengan Mama mertua terputus.
Belva menatap langit Tangerang yang begitu cerah. Matahari sedang panas-panasnya. Deru suara pesawat begitu memekakkan telinga.
Dia berharap waktu segera berputar dengan cepat. Belva ingin segera kembali ke Surabaya dan mulai menjalani hidupnya tanpa ada Gilang lagi nantinya.
🌻🌻🌻
"Ini sudah malam loh, Lang. Kok, istrimu belum juga datang, sih?" tanya Anton menambah kepanikan Yunita dan Gilang.
"Dia nggak ada telepon kamu apa gimana?" sambung Yunita.
Gilang menggelengkan kepalanya. Nomor Gilang saja sudah diblokir oleh Belva. Padahal kemarin saja dia masih bisa melihat status Belva yang sedang online.
"Kamu lagi ada masalah sama Belva?" tebak Anton sepenuhnya benar.
Namun Gilang tak ingin menambah beban pikiran kedua orangtuanya karena Gilang dan Belva tengah bertengkar.
Apalagi jika nanti mereka tau apa alasannya. Bisa-bisa Gilang dihabisi oleh papanya saat itu juga.
Gilang menggelengkan kepalanya. "Enggak ada masalah apapun, Pa. Cuma memang handphonenya tidak bisa dihubungi dari tadi."
Gilang beralasan. Tapi kebetulan sekali Yunita mengangguk membenarkan. Dia juga sudah mencoba menghubungi Belva berulangkali. Tapi tetap saja tidak tersambung.
"Cari, deh, Lang. Kalau Belva sampai hilang gimana? Bisa marah besar si Vita sama Darmawan. Malam ini harus sudah ada kabar dari Belva." Yunita memberikan perintah.
Anak baik di mata Yunita itu harus dalam keadaan baik-baik saja.
***
Gilang sendiri tidak tahu kemana harus mencari Belva. Jakarta itu luas. Tidak mungkin Gilang akan menyusuri satu persatu dari ujung sampai ke ujung lagi dalam waktu satu malam.
Nomornya yang diblokir pun semakin menyulitkan usaha pencariannya. "Kamu kemana, gadis kecil? Jangan bikin saya pusing dengan sikap kamu," gumam Gilang tanpa menyadari bahwa semua berawal dari ulahnya sendiri.
Rasanya ingin menghubungi kedua mertuanya. Tapi yang ada nantinya malah menambah masalah. Mereka di sana pasti khawatir kalau anaknya yang pergi ke Jakarta sampai sekarang tidak ada kabarnya.
🌻🌻🌻
"Mama..."
"Bel? Ya ampun..."
Vita begitu panik melihat anaknya datang dengan menangis sesenggukan. Tadi pagi berpamitan pergi ke Jakarta. Tapi malam ini sudah kembali pulang dalam keadaan yang memprihatinkan.
Belva segera memeluk Vita dengan erat. Menangis sepuasnya di pelukan wanita hebat yang telah melahirkan dirinya ke dunia.
Vita tak banyak bicara selain mengajak Belva untuk masuk ke dalam rumah dan beristirahat.
Vita dan Darmawan juga tak banyak bertanya kenapa pada Belva. Keduanya membiarkan Belva tidur dengan Vita yang menemaninya di kamar Belva.
"Ini anak pasti ada masalah sama Gilang, Pa."
"Papa juga mikir gitu, Ma. Kayaknya udah lama mereka ada masalah. Gilang juga udah jarang ke sini."
"Duh, Pa. Kalau mereka sampai cerai gimana? Masa anak kita masih muda udah jadi janda aja."
"Jangan ngomong kayak gitu, Ma. Ucapan itu adalah doa. Bicara yang baik-baik untuk anak kita."
Vita mengangguk mengerti.
"Apa kita telepon Gilang aja, Pa?"
"Jangan dulu, Ma. Biar Belva cerita dulu apa masalah dia. Kita jangan terlalu ikut campur urusan mereka. Kalau Belva merasa butuh bantuan kita, ya kita bantu nanti."
Lagi-lagi Vita menganggukkan kepalanya. Meskipun rasanya gemas ingin memarahi Gilang karena telah membuat Belva menjadi seperti ini, tapi Vita juga tidak bisa membantah ucapan suaminya.
***
"Aku mau cerai dari Kak Gilang, Ma, Pa."
Vita dan Darmawan saling berpandangan. Apa yang Vita takutkan semalam akhirnya terjadi juga. Belva akan menjadi janda di usianya yang masih sangat muda jika dia benar-benar menggugat cerai Gilang.
"Kenapa?" tanya Darmawan pelan. "Bukankah setiap permasalahan masih bisa diselesaikan secara baik-baik, Bel? Jangan gegabah."
Belva menggelengkan kepalanya. Air matanya kembali menetes mengingat semua yang telah Gilang lakukan kepada dirinya.
Membohongi dirinya demi Mikha. Pergi ke luar negeri tanpa pamit. Bahkan pergi berdua dengan mantan tunangannya.
"Keputusan aku udah bulat. Tolong jangan tanya kenapa. Aku nggak mau kalian membenci Kak Gilang. Anggap aja ini hukuman buat aku, Pa, Ma. Hukuman karena aku udah merusak pertunangan Kak Gilang kemarin."
"Bel..."
Vita segera memeluk Belva dengan erat. Hatinya ikut sakit melihat rasa sakit yang Belva rasakan. Semua terlihat begitu menyakitkan jika dilihat dari semua yang diucapkan Belva.
"Anak Mama harus bahagia. Apapun yang membuat Belva bahagia, pasti Mama dan Papa akan mendukung, Sayang. Kamu harus bahagia."
Keduanya berpelukan erat. Darmawan yang menyaksikannya pun tak dapat menyembunyikan kesedihannya. Diusapnya ujung matanya yang mulai berair.
🌻🌻🌻
"Mbak Yun, aku nggak tau, ya, mereka berdua ada masalah apa. Tapi_" Vita merasa ragu untuk melanjutkan ucapannya.
"Tapi apa, Vit?"
"Semalam dia pulang nangis-nangis sampai tertidur. Pagi masih nangis juga. Bahkan Belva sampai bilang kalau dia pengen cerai dari Gilang loh, Mbak."
"Ya ampun. Bikin ulah apalagi si Gilang sama Belva. Saya bersyukur Belva baik-baik saja sampai ke Surabaya, Vit. Tapi kenapa sampai minta cerai seperti itu?"
"Nggak tau aku, Mbak. Belva juga nggak bilang apa-apa. Intinya minta cerai gitu."
"Ya sudah, Vit. Kamu tenangin Belva, ya. Gilang baru siap-siap mau ke Surabaya. Habis ini tak tanya ke dia dulu lah dia berulah apa lagi sampai Belva minta cerai begitu."
"Baik, Mbak. Saya tutup dulu teleponnya."
"Iya."
Yunita merasa geram dengan sikap Gilang. Ini bukan yang pertama kalinya Gilang menikah. Harusnya yang pertama dulu bisa dijadikan pelajaran agar tak terulang lagi.
Tapi ini apa? Baru juga dua bulan menikah. Tapi Belva sudah minta cerai.
"Ma, aku berangkat dulu, ya."
Yunita menoleh. Menatap tajam Gilang yang berdiri di ujung tangga. Yunita mendekati Gilang. Lalu menampar pipi Gilang sampai bunyinya terdengar begitu nyaring di rumah mereka yang sedang sepi.
"Mama kenapa nampar Gilang?"
"Kamu masih bisa tanya kenapa, Lang?"
"Ya aku nggak ngerti kenapa mama nampar aku seperti ini."
"Bikin ulah apa lagi kamu sampai Belva minta cerai sama kamu, hah? Makin tua bukannya makin dewasa malah makin menjadi. Sadar diri, Lang! Kamu itu panutan bagi Belva. Kalau Belva sampai minta cerai seperti ini, berarti ada yang salah dalam diri kamu. Mama capek ya, Lang, dengan segala ulah kamu yang selalu buat Mama emosi. Mama capek! Sampai kapan kamu bakalan terus kayak gini, hah? Nggak capek kamu sama hidup kamu yang gini-gini aja? Mama yang cuma lihat aja capek, Lang."
Gilang membuang muka. Andai mamanya tahu kalau Belva juga melakukan kesalahan fatal sampai membuat Gilang membatalkan pertunangannya dengan Jihan, pasti mamanya tidak akan semarah ini pada dirinya.
Tapi Gilang tetap tidak bisa membantah sedikitpun. Jika berhadapan dengan Mamanya, Gilang selalu salah meskipun aslinya Gilang berada di posisi yang benar.
🌻🌻🌻
piyeee. piyeee... 😴
membohongi belva..
LDR-an ujung"a bnyk pelkor dan pebinor,,apalagi pernikahan belva-gilang msh disembunyikan