NovelToon NovelToon
Dibayar Oleh CEO Kejam

Dibayar Oleh CEO Kejam

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:335
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

CERITA UNTUK ***++
Velove, perempuan muda yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang dimana dia bisa mengeluarkan ASl. Awalnya dia tidak ingin memberitahu hal ini pada siapapun, tapi ternyata Dimas yang tidak lain adalah atasannya di kantor mengetahuinya.
Atasannya itu memberikan tawaran yang menarik untuk Velove asalkan perempuan itu mau menuruti keinginan Dimas. Velove yang sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan sang Ibu di kampung akhirnya menerima penawaran dari sang atasan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Setelah selesai dengan meeting, Dimas langsung menyeret Velove untuk ikut dengannya makan siang di luar. Tidak peduli sekeras apapun Velove berusaha untuk menolak, lelaki itu tetap memaksanya untuk ikut.

Dan disinilah mereka berdua berada sekarang, di salah satu meja yang ada di dalam sebuah restoran ala Italia. Dimas dan Velove sudah memesan menu untuk makan siang mereka dan tinggal menunggu pesanan milik mereka diantar.

“Hari ini pulang ke apartemen saya.” Ucap Dimas memecah keheningan yang ada di sana.

“Nggak mau.” Balas Velove yang matanya kini menatap ke luar jendela, perempuan itu masih enggan untuk menatap ke arah Dimas yang ada di depannya.

“Kenapa?”

“Ya nggak mau aja.” Perempuan itu berucap dengan malas.

“Kamu masih marah sama saya?”

“Emangnya siapa yang marah sama Pak Dimas? Orang saya nggak marah kok.”

“Terus kenapa kamu nggak mau pulang ke apartemen saya?” Lelaki itu kembali bertanya pada sang sekretaris soal alasan kenapa perempuan itu tidak ingin pulang ke apartemennya.

“Baju saya udah abis di apartemen Bapak.” Balas Velove yang tidak sepenuhnya berbohong karena memang baju miliknya di apartemen Dimas sudah harus dilaundry semua.

“Ya udah pulang dari kantor kita ke Mall dulu, kita beli baju-baju buat kamu.” Ucap Dimas dengan tampang santainya.

“Nggak mau, baju-baju saya masih banyak di kostan.” Velove masih tidak ingin mengalah.

“Tidak ada penolakan, pulang dari kantor, kamu ikut saya ke Mall.”

“Nanti yang ada malah saya ditinggal lagi kayak kemaren.” Velove bergumam kecil yang mana hal itu masih bisa didengar oleh Dimas yang ada di depannya.

Perempuan itu kembali mengungkit soal kejadian beberapa hari yang lalu, dimana Dimas melupakannya begitu saja dan malah asik bersama dengan perempuan lain yang namanya sudah Velove ketahui yaitu Bella.

“Kenapa hari itu kamu nggak coba buat telepon—“

“Permisi.” Ucapan Dimas terpotong karena pelayan restoran yang mengantarkan pesanan mereka sudah datang.

Pelayan restoran tersebut segera memindahkan pesanan yang dipesan oleh Dimas dan juga Velove dari nampan ke atas meja dan kemudian setelah itu selesai pelayan tersebut segera pergi dari sana setelah mengatakan kalimat, “selamat menikmati.”

Yang dibalas oleh Velove dengan senyuman tipis sebelum kemudian perempuan itu memakan makanannya yang sudah dia pesan tadi, mengabaikan Dimas yang masih terdiam di depannya tapi kemudian lelaki itu kembali berbicara.

“Kenapa kamu gak telepon say—“

“Kalo lagi makan nggak boleh ngomong.” Kali ini Velove yang memotong ucapan Dimas.

Lelaki itu kemudian menatap dengan tatapan tajam perempuan yang dengan santai makan di depannya saat ini. “Berani-benarinya kamu motong ucapan saya?”

“Kalo Pak Dimas masih mau lanjut ngomong, saya balik lagi ke kantor sekarang naik taksi.”

Lihat, sekarang bahkan Velove sudah berani untuk mengancam sang atasan, hal itu membuat Dimas menatap dengan tatapan tidak percaya pada Velove yang masih melanjutkan kegiatannya makannya tanpa terlihat terganggu sedikitpun.

Pada akhirnya Dimas juga ikut menghabiskan makanan miliknya seperti apa yang dilakukan oleh Velove saat ini, lelaki itu menyadari jika berbicara dengan Velove tidak bisa membuat dirinya kenyang.

Begitu selesai makan siang, kedua orang itu langsung kembali ke kantor karena setelah ini mereka harus kembali mengadakan meeting di sana.

Di dalam mobil itu hanya diisi dengan keheningan selama perjalanan menuju kantor, untung saja jarak kantor dan restoran tempat mereka makan siang tadi tidak terlalu jauh, jadi mereka berdua tidak perlu berlama-lama terjebak di dalam situasi hening itu.

Setelah mobil hitam Dimas berhasil terparkir di parkiran kantor, Velove segera melepas sabuk pengamannya begitu juga dengan Dimas yang melakukan hal yang sama. Lalu setelahnya, Velove lantas segera keluar dari dalam mobil itu.

“Makan siang diluar, Vel?” Pertanyaan itu datang dari Naomi saat Velove baru saja mendudukan dirinya pada kursi kerja miliknya.

“Iya, tadi Pak Dimas minta ditemenin.”

Naomi lantas mengangguk-anggukkan kepalanya. “Ohh gitu, nanti ada meeting lagi ya?”

Kini Velove yang menganggukkan kepalanya. “Iya, nih bentar lagi. Aku cuma mau nyiapin berkas sama ngecek materi meetingnya dulu.”

“Nanti sore kita makan sushi yuk? Ganti yang waktu hari itu.” Ucap Naomi.

“Kamu emang nggak bosen makan sushi terus? Bukannya baru beberapa hari lalu kamu makan sushi?” Velove bertanya seraya menghidupkan laptopnya untuk mengecek materi meeting.

“Loh? Kok kamu tahu kalo pas hari itu aku jadi makan sushi? Aku kan belum ada bilang apa-apa sama kamu.”

“O—oh itu, eum Mas Dewa yang kasih tau. Kalian makan sushi bareng kan?” Ah, Velove sepertinya semakin jago untuk berbohong dan semoga saja Naomi tidak bertanya pada Dewa soal kebenerannya.

“Iya, pas itu sama Mas Dewa juga sih makan sushi-nya.”

Lalu kemudian dua perempuan itu kembali pada kerjaannya masing-masing, tapi tidak lama dari itu Velove beranjak dari tempat duduknya dan mulai berjalan menuju ruangan sang atasan karena sebentar lagi mereka akan meeting.

“Masuk.” Ucap Dimas dari dalam ruangan setelah mendengar pintu yang diketuk oleh Velove dari luar.

“Kita harus ke ruang meeting sekarang Pak, bentar lagi meetingnya bakalan dimulai.” Ucap Velove seraya menatap Dimas yang sedang duduk di kursi kerjanya.

Lelaki itu menganggukan kepalanya sekilas sebelum kemudian Dimas beranjak dari sana, berjalan melewati Velove menuju pintu yang diikuti dari belakang oleh perempuan itu.

***

Perintah dari Dimas memang tidak bisa ditolak oleh Velove, maka saat ini keduanya sedang berada di dalam pusat perbelanjaan karena perkataan lelaki itu tadi siang memang tidak main-main. Begitu jam pulang kantor tiba, Dimas sudah mengubungi Velove beberapa kali sampai membuat perempuan itu jengah.

“Saya kan udah bilang nggak usah, baju saya di kostan masih banyak.”

“Nggak usah nolak, saya lagi pengen beliin kamu baju.” Balas Dimas seraya masuk ke dalam sebuah toko pakaian perempuan.

“Buat apa? Pak Dimas nggak usah repot-repot.” Perempuan itu masih saja berusaha untuk menolak.

“Pilih baju mana yang kamu mau.”

Perempuan itu hanya menghela napasnya pelan, atasannya itu benar-benar tidak bisa digoyahkan keinginannya. Karena tidak ingin menghabiskan waktu berlama-lama di dalam pusat perbelanjaan, maka mau tidak mau Velove mulai memilih baju yang cocok dengannya yang ada di dalam toko itu.

Tidak butuh waktu lama untuk perempuan itu memutuskan pilihnya, saat ini di tangan Velove sudah terdapat satu kemeja dan juga satu blouse. Lantas perempuan itu menghampiri Dimas yang sedang duduk di sofa tempat menunggu di dalam toko itu.

Dimas yang melihat Velove berjalan ke arahnya dengan membawa baju yang ada di tangannya, tapi kemudian dahi lelaki itu mengernyit karena Velove hanya membawa dua baju saja. “Kamu cuma ambil dua baju?”

Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Dimas lantas membuat Velove menganggukkan kepalanya. “Iya.”

“Nggak mau tambah lagi mumpung sekalian kita masih disini?”

“Nggak, ini udah cukup.”

“Kamu tinggal di apartemen saya masih tiga minggu lagi, yakin segitu cukup?”

“Saya kan bisa ambil baju saya di kostan Pak, lagipula saya nggak mungkin pake baju sekali pakai terus dibuang.” Ucap Velove seraya beranjak dari sana menuju tempat kasir yang diikuti oleh Dimas di belakangnya.

Lelaki itu menyerahkan kartu ATM-nya pada kasir di toko itu untuk membayar dua baju yang dipilih oleh sekretarisnya itu, setelah selesai membayar dan juga menerima baju Velove yang sudah dimasukkan ke dalam paperbag, mereka berdua langsung berjalan keluar dari dalam toko tersebut.

“Kamu mau mampir kemana lagi?” Tanya Dimas saat keduanya sudah keluar dari dalam toko tadi.

“Langsung pulang aja.” Balas Velove seadanya karena memang hanya itu yang dia inginkan saat ini, dia hanya ingin merebahkan tubuhnya yang lelah di kasur yang empuk.

“Mumpung lagi di sini, kita makan malam di luar aja.”

“Nanti kita pesen online aja Pak di apartemen.”

“Saya maunya makan di sini.” Ucap lelaki itu tidak terbantahkan dan Dimas langsung menyeret tangan Velove menuju sebuah restoran yang ada disana.

Velove yang terkejut dengan perlakuan Dimas membuatnya terkesiap sesaat seraya menatap ke arah tangannya yang sedang digenggam oleh sang atasan, sebelum kemudian perempuan itu segera tersadar dan berusaha melepaskan diri dari lelaki itu. “Lepasin Pak, saya bisa jalan sendiri.”

“Yang ada nanti kamu malah kabur.” Balas Dimas yang masih tidak ingin melepaskan tangan perempuan itu.

Perempuan itu mendengus kesal mendengar perkataan Dimas barusan, ah rasanya Velove sudah seperti menjadi tawanan lelaki itu saja.

Dimas membawanya untuk duduk di salah satu kursi yang ada di dalam restoran itu, lalu lelaki itu memanggil pelayan restoran untuk memesan makanan. Pelayan yang Dimas panggil tadi datang dan memberikan buku menu pada lelaki itu.

“Kamu mau pesen apa?” Tanya Dimas seraya menatap ke depan dimana perempuan itu duduk berhadapan dengannya.

“Samain aja.”

Mendengar balasan singkat dari sekretarisnya itu membuat Dimas hanya bisa menghela napasnya, tapi kemudian lelaki itu menyebutkan apa saja yang dia pesan pada pelayan tadi.

“Baik, bisa ditunggu sebentar.” Ucap pelayan tadi sebelum kemudian pergi dari sana.

Setelah pelayan restoran itu pergi, mereka berdua dilingkupi oleh keheningan. Velove mulai menyalakan ponsel miliknya untuk menggulir halaman sosial media, mengabaikan Dimas yang kini masih setia menatapnya.

Merasa tidak nyaman dengan tatapan yang diberikan oleh lelaki itu, Velove kini mengalihkan pandangannya ke arah Dimas dengan disertai helaan napas jengah. “Pak Dimas ngapain lihatin saya terus?”

“Emangnya kenapa kalo saya lihatin kamu?”

“Ganggu tahu nggak.”

“Perasaan mata saya nggak kemana-mana, nggak ganggu kamu juga.” Ucap Dimas dengan tampang tidak bersalahnya.

“Yaa maksudnya Pak Dimas bikin saya nggak nyaman.” Velove kembali membalas.

“Kamu masih marah sama saya?”

“Kenapa saya harus marah sama Bapak?”

“Mungkin soal kemarin yang saya tiba-tiba ngilang pas mau meeting?” Nada bicara lelaki itu seperti sedang bertanya pada Velove.

“Kalo udah tahu, kenapa coba masih nanya.” Gumam perempuan itu seraya kembali mengalihkan perhatiannya pada ponsel miliknya, mengabaikan Dimas yang ada di depannya.

Suasana hening kembali menyerang di sekitar mereka, sebelum kemudian lelaki itu kembali berucap. “Saya minta maaf.”

Hah? Apa katanya? Minta maaf? Apa Velove tidak salah dengar kalau Dimas saat ini tengah meminta maaf padanya?

“Saya minta maaf sama aku, kemarin saya lupa.”

“Ck,” perempuan itu berdecak pelan dan kemudian menatap ke arah Dimas. “Bapak tahu gak kalo saya kemarin kena marah gara-gara Pak Dimas yang tiba-tiba nggak ada padahal meeting udah mau dimulai?”

“Siapa yang marahin kamu?”

“Pak Dimas nggak perlu tahu, yang perlu Pak Dimas tahu itu soal ngatur waktu dan bedain mana urusan pribadi dan soal pekerjaan? Kemarin tuh Bapak bener-bener nggak profesional, ya walaupun emang itu kantornya Pak Dimas, tapi Bapak nggak bisa seenaknya kayak gitu.” Pada akhirnya perempuan itu mengeluarkan semua uneg-unegnya yang dari kemarin sudah dia tahan di hadapan Dimas.

Velove terlihat menarik napasnya dalam-dalam sebelum kemudian perempuan itu kembali berbicara. “Ya mungkin kalo soal yang tempo hari pas di Mall Pak Dimas lupa sama saya itu saya nggak bakalan peduli karena udah diluar jam kantor, tapi kalo soal kemarin saya bener-bener kesel sama Pak Dimas karena ngilang gitu aja tanpa kabar di jam kerja, apalagi terakhir kali saya lihat Bapak perginya sama perempuan yang sama kayak waktu di Mall.”

Mendengar kalimat panjang yang diucapkan oleh sang sekretaris di depannya saat ini membuat Dimas terkesiap, sebelumnya dia tidak pernah melihat Velove yang seperti ini padanya.

Jangankan berbicara panjang lebar seperti ini padanya, sebelumnya bahkan perempuan itu tidak berani untuk menatap pada dirinya. Bukannya merasa marah terhadap tingkah laku Velove saat ini, anehnya Dimas malah merasa senang karena perempuan itu bisa bersikap santai padanya.

“Ada lagi uneg-uneg yang mau kamu keluarin buat saya?” Tanya lelaki itu saat melihat Velove berhenti berbicara.

“Nggak, percuma juga saya ngeluarin semua uneg-uneg saya, soalnya Pak Dimas pasti nggak bakalan peduli dan bakalan kayak gitu lagi.” Balas Velove dengan malas dan kembali menatap layar ponselnya.

Terdengar helaan napas pelan yang keluar dari mulut lelaki itu. “Saya bener-bener minta maaf sama kamu, kemarin saya beneran lupa dan gak sempet buat hubungin kamu.” Permintaan maaf Dimas memang terdengar tulus, tapi Velove tidak boleh semudah itu memaafkan atasannya.

Perempuan itu tidak membalas perkataan Dimas barusan, untungnya saja pesanan mereka sudah datang dan dihidangkan oleh pelayan restoran, dimana hal itu Velove gunakan untuk menghindar dari permintaan maaf atasannya itu.

Biarkan saja Dimas tahu rasa.

Lagian lelaki itu terlalu berperilaku seenaknya, seperti kantor itu milinya saja. Padahal emang iya.

_________________________________________

Semoga kalian suka sama ceritanya! Makasih banyak udah baca, tolong bantu promosiin di bincang buku juga yaa!

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!