Tidak pernah terbayang jika malam yang dia habiskan bersama pria asing yang memberinya uang 1M akan menumbuhkan janin didalam rahimnya.
Salsabila, gadis cantik berusia 26 tahun itu memutuskan merawat calon anaknya seorang diri. Selain tidak mengenal ayah dari calon anaknya. Rupanya pria itu sudah memiliki tunangan dan akan segera menikah.
Mampukah Salsabila menghadapi kerasnya hidup saat dia hamil tanpa suami?. Apalagi dia hamil diluar nikah!.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AfkaRista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengulang Kesalahan Yang Sama
"Bagaimana kondisi Salsa, Mas?," tanya Anya yang melihat Danar masuk kedalam kamar mereka.
Melihat suaminya yang hanya diam, Anya menduga telah terjadi sesuatu. "Kenapa diam saja. Salsa dan kandungannya baik-baik saja, kan?."
Danar menggeleng lemah, "Dia keguguran!."
Deg
Anya menjatuhkan tubuhnya di tepi ranjang. Dia meremas dadanya yang begitu nyeri. Melihat hal itu, Danar langsung bersimpuh dikaki sang istri. "Maafkan aku, Nya. Maaf!," pria itu tak mampu membendung air matanya. Dia sungguh menyesal.
"Kenapa kamu selalu terbawa emosi, Mas. Kamu selalu susah mengendalikan diri. Kamu lihat akibat perbuatanmu. Kamu membunuh cucu kita!!," teriak Anya.
Danar memeluk kaki istrinya, tangisnya tak mampu membuat kemarahan Anya reda. Perempuan itu memukul mukul dada sang suami. "Kamu pembunuh. Kamu pembunuh!."
Deg
Danar tercekat, ingatan kejadian beberapa tahun silam muncul seketika. Gita juga pernah mengatakan dirinya pembunuh saat bayi mereka tiada. Anya terus memukul dada suaminya, melampiaskan kecewa dan sakit hati atas perbuatan pria itu.
"Kenapa kamu mengulang kesalahan yang sama. Kamu harusnya belajar dari kesalahan masa lalu. Tidak cukupkah anak Mbak Gita dan Tari yang mati sia-sia. Sekarang kamu juga membunuh cucuku!!."
"A-aku tidak bermaksud membunuh mereka, Nya. Aku tidak ada niatan sama sekali," lirih Danar.
"Tapi nyatanya kamu membunuh mereka. Sekarang pergi dari sini. Aku tidak mau melihat wajahmu lagi!!."
"Anya, maafkan aku. Aku mohon maafkan aku!."
"Pergi. Aku bilang pergi!!."
Terpaksa Danar keluar dari kamar. Dia tak sanggup pelihat amarah dan tangis sang istri. Anya adalah istri yang paling sabar. Selalu mengingatkannya jika dia bersalah. Namun Danar kadang lalai dan mengindahkan petuha wanita itu.
"Pa, ada apa? Aku dengar Mama berteriak. Kalian bertengkar?."
"Kami hanya ada sedikit masalah. Papa titip Mamamu dulu!."
Pria itu melangkah kaki menuruni tangga. Mengambil kunci mobil lalu mengendarainya. Walau tidak memiliki tujuan, Danar tetap pergi.
Puas kamu Danar. Kamu pembunuh. Setelah dulu anakmu, sekarang kau membunuh cucumu. Betapa ba*jingannya kau Danar. Lirihnya dalam hati.
*
*
Maria baru saja tiba dirumah sakit. Dia bersama Gita berjalan ke ruangan Salsa. Mertua putrinya itu tak banyak bicara. Namun terlihat jelas kesedihan dimatanya.
"Masuklah, Bu. Kamulah yang paling Salsa butuhkan saat ini. Aku akan menunggu diluar saja!." Maria mengangguk, dia membuka pintu dan berjalan ke arah ranjang dimana putrinya berada.
"Nak, kamu baik-baik saja?."
Salsa menatap Maria, tangis perempuan itu pecah melihat ibu asuhnya datang. Maria segera memeluk putrinya, mencoba menenangkan putrinya yang tengah berduka.
"Dia sudah tidak ada, Bunda. Dia meninggalkan aku. Aku bukan ibu yang baik karena itu Alalh mengambilnya!."
"Sstt. Jangan berkata seperti itu. Allah lebih menyayanginya hingga mengambilnya lebih dulu. Kamu harus tegar, ini cobaan untuk rumah tanggamu!."
Salsa masih menumpahkan tangisannya. Kesedihan terlihat jelas diwajah cantik putrinya. Maria pun tak mampu menahan tangis, dia ikut bersedih melihat putrinya terpuruk.
"Bagiamana aku bisa melanjutkan rumah tanggaku, jika alasan kami menikah sudah tidak ada. Aku tidak bisa melanjutkannya, Bun. Aku tidak bisa!."
Maria terperanjat, "Kenapa kamu berbicara seperti itu? Azka menyakiti kamu? Dia memintamu pergi karena anak kalian tidak ada lagi?."
Salsa menggeleng, "Dia tidak pernah memintaku pergi. Aku hanya merasa tidak pantas berada disisinya lagi. Aku ini siapa? Hanya wanita biasa yang berasal dari panti asuhan. Dia berhak bahagia meraih kebahagiaannya sendiri tentunya tanpa aku!."
Maria menatap putrinya dengan sendu, "Pernikahan bukanlah hal yang mudah dimulai dan diakhiri. Pernikahan adalah hal yang sakral. Menyatukan dua insan dengan dua karakter yang berbeda. Perbedaan pandangan yang berbeda, sifat yang berbeda, sikap dan latar belakang yang berbeda pula. Dalam mengarungi rumah tangga tentu tidak akan luput dari masalah. Semua harus diselesaikan berdua, dikomunikasikan dengan baik. Bukan dengan mengambil keputusan sepihak yang akan menyakiti salah satu dari kalian. Azka juga tidak menginginkan perpisahan bukan? Artinya dia menerima kamu apapun kekurangan yang kamu punya."
Salsa terdiam mengingat kembali perdebatannya dengan sang suami. Dia dilema, bingung juga bimbang. Salsa pikir, mumpung hatinya belum terpaut lebih dalam untuk sang suami, maka berpisahpun tidak jadi masalah.
"Jangan sampai kamu menyesal karena salah mengambil keputusan, Nak. Pikirkan baik-baik sebelum kamu memutuskan untuk melangkah!."
*
*
Azka menghisap rokok yang entah ke berapa kalinya. Dia masih marah dengan ucapan Salsa. Bagaimana bisa wanita itu memintanya kembali pada Salwa. Walau hanya baru mengenal dan menikah beberapa hari, tidak ada niatan sedikitpun dihati Azka untuk menduakan apalagi meninggalkan Salsa. Salsa adalah istrinya, dan selamanya akan tetap seperti itu.
"Bang. Berhentilah, kamu bukan perokok. Kenapa sekarang kamu merokok?."
Saga mengambil batang rokok ditangan abangnya. Tadi pria itu datang bersama orang tuanya kerumah sakit. Sekarang diruangan kakak iparnya sudah ada Gita, Dirga juga Bu Maria yang sudah tiba dari kota B.
"Berikan, Ga. Jangan semakin merusak mood-ku!."
Namun Saga tak memberikan apa yang abangnya minta. Hal itu membuat Azka berdecak, "Pergilah, Ga. Aku ingin sendiri!."
"Apa kau bertengkar dengan kakak ipar?," tebak. Saga.
Azka menatap adiknya, "Bukan bertengkar. Hanya sedikit berdebat!."
"Apa bedanya, Bang. Intinya sama. Apa yang kalian debatkan? Kakak ipar memintamu kembali pada Salwa?."
"Bagaimana kau tahu?," tanya Azka heran.
Saga tersenyum, "Perempuan itu makhluk yang sensitif. Khususnya kakak ipar yang baru saja kehilangan anaknya. Tentu itu hal yang sangat berat dan membuatnya terpukul. Kalian terpaksa menikah karena kakak ipar hamil duluan. Lalu sekarang, anak kalian sudah tiada. Tentu dia akan memiliki pemikiran seperti itu. Tidak ada lagi pengikat diantara kalian. Dan itu yang mungkin kakak ipar cemaskan."
"Mungkinkah dia mencemaskan hal itu?."
"Bisa saja. Apa yang bisa dia pertahankan untuk bersamamu jika anak dalam kandungannya sudah pergi!."
"Tapi aku tidak berfikir seperti itu. Kepergian anak kami bukan salahnya. Aku yang bersalah karena Salsa keguguran demi menyelamatkanku!," lirih Azka.
Saga menatap abangnya, "Kamu mencintai kakak ipar?."
"Ya. Dan sepertinya, sejak pertama kali kami bertemu!."
Kini Saga tersenyum, "Kalau begitu, tugasmu hanya satu."
"Apa?."
"Buat kakak ipar jatuh cinta padamu!."
semangat thor