🌺Judul sebelumnya Pesona Cleopatra🌺
Cleopatra, wanita yang biasa dipanggil Rara menghipnotis banyak kaum adam termasuk kakak beradik Fahreza dan Zayn.
Tepat di detik-detik pernikahan Rara dan Reza, Zayn merenggut kehormatan Rara.
Rasa cinta Reza yang besar tak menyurutkan langkahnya untuk tetap menikahi gadis cantik bak ratu mesir di zaman dahulu itu. Namun, noda yang ada pada sang istri tetap membekas di hati Reza dan membuat ia lemah untuk memberi nafkah batin selama pernikahan.
Apakah Reza benar-benar tulus mencintai Rara? Atau Zayn, pria yang memang lebih mencintai Rara? bagaimana nasib Rara selanjutnya?
Baca sampe tuntas ya guys.
Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menghilangkan rasa bersalah
“Kak, kita kemana?” tanya Rara.
Ia melihat laju mobil Reza yang sedari tadi tak keluar dari jalur tol.
“Ke suatu tempat. Aku ingin mengajakmu liburan,” jawab Reza dengan menolehkan wajahnya sekilas ke arah sang istri sambil tersenyum.
“Oh ya? Kemana?” tanya Rara antusias.
“Ada deh, surprise pokoknya. Anggap saja ini wujud dari rasa bersalah aku karena semalam aku tidak memberi kabar.”
Rara tersenyum ke arah sang suami.
Reza membawa sang istri ke daerah puncak. Rara memang sangat menyukai tempat itu. Ia suka berada di tempat yang dingin dan sejuk. Ia juga menyukai jagung bakar sambil duduk di alun-alun puncak.
“Ini, jagung bakar kesukaanmu.”
Rara tersenyum dan menerima makanan itu. Hari semakin sore, bahkan sebentar lagi suara adzan maghrib berkumandang. Mereka sengaja berada di tempat yang tak jauh dari masjid yang terkenal di daerah itu untuk memudahkan mereka melaksanakan kewajiban.
“Setelah ini kita kemana?” tanya Rara sembari menggigit jagung bakar itu.
“Kamu maunya kemana? Berjalan-jalan di sana sambil mencari makan malam yang lezat.” Reza menunjuk daerah yang cukup ramai di seputaran sana yang menyuguhkan beberapa makanan.
Rara mengangguk dengan senyum yang sanagt manis. “Boleh.”
“Hmm ... manis,” kata Rara lagi setelah mengunyak jagung bakar itu.
“Iya, manis. Apalagi sambil liat kamu,” sahut Reza yang membuat Rara tersenyum.
Baru kali ini Reza menggombal dan entah mengapa menuru Rara, sang suami agak sedikit berbeda. Walau Reza memang sering memuji kecantikannya, tetapi rasanya kata-kata yang keluar dari mulut Reza sekarang agak berlebihan dan benar-benar gombal. Belum lagi, gestur tubuhnya yang selalu menempel. Walau Reza posesif tapi sebelumnya ia tidak seposesif ini.
Reza benar-benar terus menempel seperti ulat keket, seolah menunjukkan pada semua orang bahwa Rara adalah miliknya dan akan tetap selalu menjadi miliknya, walau apapun yang terjadi pada mereka.
“Kak, kamu makan sate kambing sebanyak ini?” tanya Rara saat pelayan itu menaruh sebuah piring beserta isinya di hadapan Rara dan Reza.
Kini, Rara dan Reza berada di rumah makan yang menyediakan sate kambing, sate ayam, gulai, dan tongseng. Selesai sholat maghrib di masjid itu, mereka pun berjalan pelan dan mencari makanan hingga menepi di tempat ini.
Reza mengangguk sambil tersenyum. “Aku memang lagi pengen makan ini, sekalian untuk stamina.”
“Stamina?” tanya Rara bingung.
Reza tersenyum. “Iya, kenapa? Kok kamu bingung gitu?’ tanyanya.
“Ya aneh aja.”
“Aneh kenapa?”
“Stamina apa? Memang kita mau ngapain?” Rara balik bertanya dengan wajah polos.
Reza tertawa. “Untuk melewatkan malam panjang kita tentunya. Kali ini aku tidak mau kalah sama kamu.”
Rara mengeryitkan dahi. Pembicaraam seperti ini adalah pembicaraan yang cukup tabu untuk mereka, padahal seharusnya tidak tabu karena mereka sudah menjadi pasangan suami istri, tapi baik Reza atau pun Rara tidak pernah berbicara urusan ranjang. Keduanya memang pasif, tetapi walau Rara pasif, ketika terpancing, ia akan lebih agresif.
“Kamu sudah siap kan?” tanya Reza.
Rara mengangguk dan tersenyum. Mungkin ia akan seperti perawan lagi nanti, mengingat sudah sangat lama mereka tidak bercinta, di tambah rehat pasca operasi pengangkatan rahim yang cukup lama itu.
****
Rara dan Reza sampai di sebuah hotel yang sangat bagus di kawasan itu. Reza dengan antusias menuntun sang istri masuk ke dalam kamar. Ia pun membantu Rara membuka pakaiannya.
“Kak, apa sih. Aku mau mandi dulu,” kata Rara yang merasakan bibir Reza tengah menyentuh kulit lehernya.
“Aku sudah tidak tahan, Sayang.”
Lagi-lagi Rara mengeryitkan dahi. Sebelumnya, ia yang seperti ini. Ia yang selalu menggoda sang suami untuk minta bercinta.
“Kamu tumben banget sih, Kak. Makan apa sih?” tanya Rara tersenyum.
“Ya, makan kambing tadi.”
“Emang efeknya bakal langsung gitu?” tanya Rara.
“Sepertinya, buktinya ini!” Reza menuntun tangan Rara untuk menyentuh miliknya.
“Kamu nakal banget, Kak.”
Reza pun tersenyum dan memulai aksinya. Ia terus mencumbu tubuh Rara.
“Kak, aku belum mandi. Bau tau.”
“Kata siapa? Kamu tuh wangi, Sayang. Wangi banget.”
Dengan gerakan tak sabar, Reza mengangkat tubuh sang istri dan merebahkannya di ranjang. Lalu ia mulai mencumbui tubuh itu dari kepala hingga kaki.
“Aku akan melupakan segalanya, mulai sekarang aku akan memberikan nafkah batin padamu setiap saat,” ucap Reza lirih, hingga Rara yang tengah terbang pun tidak mendengar perkataan itu.
Entah apa yang mendasari Reza yang telah berubah fikiran? Apa malam itu Reza telah melakukan kesalahan hingga menerima kesalahan Rara?
Di Paris, Zayn tidak bisa fokus pada pekerjaannya.
"Stop! ulangi lagi," ucap Zayn pada model yang berada di depannya dengan menggunakan bahasa perancis.
"Satu, dua, tiga." Zayn mulai mengarahkan kamera itu dan membidiknya dengan tepat.
Cekrek.
"Ck, Bad. Very Bad," gerutu Zayn menggunakan bahasa inggris. Ia kesal dengan hasil bidikannya yang tak pernah bagus pagi ini.
Setiap kali membidik justru terlihat wajah Rara yang tersenyum manis dari lensa kamera itu, juga wajah Rara yang sayu dibawahnya pun juga terlintas.
"Ah, sial." kesal Zayn saat melihat hasil-hasil di kamera itu yang tak ada satu pun yang menurutnya oke.
"Lu, kenapa bang?" tanya asisten Zayn yang berasal dari Indonesia.
Zayn hanya menggelengkan kepalanya.
"Ya udah istirahat aja dulu," kata asisten Zayn yang berjenis kelamin laki-laki.
Zayn pun meminta break dan duduk sembari memijat pelipisnya.
“Ra, aku merindukanmu? Aku rindu berada di dalam tubuhmu. Apa kamu di sana sedang melakukannya?” tanya Zayn dalam gumaman yang cukup keras. Ia berkata menggunakan bahasa Indonesia sehingga hanya sang asisten yang mengerti apa yang ia ucapkan.
“Hah.” Zayn menghelakan nafas dan bangkit dari duduknya untuk mencoba fokus kembali pada pekerjaannya.