Anindya Selira, panggil saja Anin. Mahasiswa fakultas kedokteran yang sedang menempuh gelar dokter Sp.Dv, lebih mudahnya spesialis kulit.
Dengan kemurahan hatinya dia menolong seorang pria yang mengalami luka karena dikejar oleh penjahat. Dengan terpaksa membawa pria itu pulang ke rumahnya. Pria itu adalah Raksa Wirajaya, pengusaha sukses yang memiliki pengaruh besar.
Perbuatan baiknya justru membuat Anin terlibat pernikahan paksa dengan Raksa, karena mereka berdua kepergok oleh warga komplek sekitar rumah Anin.
Bagaimana hubungan pernikahan mereka berdua?
Akankah mereka memiliki perasaan cinta satu sama lain?
Atau mereka mengakhiri pernikahannya?
Yuk baca kisah mereka. Ada 2 couple lain yang akan menambah keseruan cerita mereka!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cchocomoy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Desakan
Raksa membaringkan Anin di kamarnya, setelah itu dia menjauh begitu ponselnya berbunyi. Tidak ada yang bisa dilakukan lebih dari ini, ia hanya bisa menggendong Anin karena menggunakan sarung tangan, jika tidak Raksa tidak akan menggendong Anin ke kamarnya, dan memilih membangunkan Anin.
Setelah menyelimuti Anin, Raksa perlahan keluar dari kamar Anin. Mengambil ponselnya yang sejak tadi mengeluarkan suara.
Raksa berjalan menuju ke kamarnya sambil melihat layar ponselnya. Begitu masuk, ia buru-buru duduk di sofa dan membuka pesan dari Bima.
Kepalanya terasa berat setelah mendapat pesan yang berisi desakan dari Bima. Raksa memijat pangkal hidungnya, yang dimana ia harus mengikuti permintaan Bima. Jika tidak Bima tidak akan membantunya lagi.
“Belum ada lima jam, tapi keputusan udah berubah begitu cepat.” Raksa lalu mengirimkan pesan pada sekretarisnya, Rio.
Setahu Raksa besok siang ada pertemuan, karena desakan Bima, tentu saja Raksa tidak bisa datang.
Apalagi pertemuan ini cukup penting, Raksa juga tidak bisa membiarkan Rio pergi sendiri. Jadi ia meminta Rio untuk menghubungi asisten nya untuk menemaninya.
Ia juga tidak lupa untuk menghubungi asistennya, Dani. Ia meminta untuk menemani Rio menghadiri pertemuan penting, untuk menggantikan dirinya.
Saat ini yang paling penting untuk Raksa adalah bertemu dengan dokternya. Karena untuk meluangkan waktu sangat sulit apalagi jika pasiennya sudah banyak.
Saat konsultasi nanti, Raksa ingin diperiksa secara meluruh dan teliti. Mau selama apapun itu, ia harus diperiksa semuanya tanpa ada yang terlewat.
“Kesempatan tidak akan datang dua kali. Kalau beruntung mungkin akan mendapatkan kesempatan untuk yang kedua kalinya. Apalagi dengan seorang dokter yang bisa diajak kerjasama seperti ini.”
Raksa merasa beruntung karena ada dokter yang benar-benar meluangkan waktu untuknya. Sudah banyak dokter yang menolak permintaan Raksa.
Hanya waktu satu hari untuk pemeriksaan penuh, untuk selanjutnya ia akan datang seperti pasien yang lain.
Raksa melepaskan sarung tangan hitamnya, menatap sarung tangan yang membatasi sentuhannya dengan Anin. Ada perasaan sedih sekaligus bahagia.
Sedih karena Raksa tidak bisa bersentuhan secara langsung. Disisi lain, setelah sekian lama Raksa bisa menggendong Anin.
Raksa menghela nafasnya. Helaan nafas yang begitu berat, seolah baru saja melewati rintangan yang sangat berat.
Lalu sedetik kemudian Raksa tersenyum, ia teringat bagaimana wajah Anin saat tertidur, begitu tenang dan teduh.
“Aku harap bisa melihatnya setiap saat, tanpa ada jarak sama sekali. Semoga harapan itu bisa terjadi.”
Raksa sangat mengharapkan hubungannya dengan Anin layaknya pasangan pada umumnya.
Belum sempat mereka berdua menyuburkan benih cinta mereka, tapi harus ditinggalkan begitu saja, terlantar, seperti tidak ada yang pernah menanamnya.
...* * *...
Pagi-pagi sekali Dani sudah datang ke rumah Raksa untuk mengambil riwayat pemeriksaan Raksa sebelumnya.
“Saya minta maaf harus memintamu untuk mengantarkan berkas ini. Seharusnya Rio yang melakukannya, karena siang ini saya tidak bisa hadir di pertemuan penting, jadi dia lumayan sibuk.”
“Tidak masalah, pak. Ini juga masih menjadi tugas saya,” sahut Dani.
“Ini laporannya." Raksa menyodorkan laporannya pada Dani. "Jangan lupa siang nanti temani Rio. Untuk berkas apa saja yang harus dibawa bisa tanyakan padanya. Karena dari awal dia yang sudah mengaturnya.”
“Baik, saya mengerti. Kalau begitu saya pamit sekarang.”
“Baiklah, hati-hati di jalan.” Dani mengangguk, lalu pergi meninggalkan rumah Raksa.
Meskipun jadwal konsultasinya dimajukan, Raksa masih harus memberikan hasil pemeriksaannya pada Bima, agar nanti Bima bisa memberikannya pada Anin. Agar Anin bisa mempelajarinya terlebih dahulu, sebelum nanti Raksa datang untuk berkonsultasi.
“Siapa yang datang?” tanya Anin yang mengejutkan Raksa.
“Astaga! Anin?”
“Maaf, aku nggak bermaksud buat ngagetin. Tadi siapa? Kok udah pergi aja?” tanya Anin yang celingukan melihat Dani.
“Ohh, dia asistenku, Dani. Dia datang buat ambil berkas.”
“Kenapa nggak sekalian ajak buat sarapan?”
“Dia buru-buru, jadinya langsung pergi. Dia juga lagi bantuin sekretarisku buat meeting nanti siang,” jelasnya.
Anin mengangguk, “Kalau begitu kamu mau sarapan di rumah atau di kantor? Takutnya kamu juga ada pekerjaan penting.”
“Aku sarapan di rumah, ini masih sangat pagi. Jadi masih ada banyak waktu.”
“Baiklah, kita sarapan sekarang. Aku harus berangkat segera, karena ada beberapa laporan yang riwayat pemeriksaan yang harus aku pelajari,” ucapnya lalu pergi lebih dulu.
Raksa melangkah mengikuti Anin yang berjalan menuju ke meja makan.
Setelah dari rumah Raksa, Dani meluncur ke rumah sakit tempat Bima bekerja.
“Dokter Bima!!” seru Dani yang melihat Bima dan Larisa berjalan masuk ke lobby rumah sakit.
Dani berlari kecil menghampiri mereka berdua yang yang berhenti saat dirinya menyerukan nama mereka. Awalnya Bima mengernyitkan dahinya bingung.
Bima merasa sedikit asing dengan Dani, ia lebih mengenal Rio daripada Dani. Mereka bertemu hanya beberapa kali, karena Dani sering bepergian keluar kota.
Seharusnya Dani yang selalu mendampingi Raksa. Hanya saja Rio masih baru menjadi sekretarisnya, jadi mau tidak mau Dani harus melakukan pekerjaan yang seharusnya ditangani oleh Raksa langsung.
Tapi, karena Rio masih butuh pengawasan Raksa secara langsung. Alhasil Raksa yang harus memantau Rio saat di perusahaan.
Jika tiba saatnya nanti, Rio pasti akan menjalankan tugasnya tanpa pantauan dari Raksa ataupun Dani.
Dani sudah berdiri di hadapan Bima dengan deru nafas yang tersengal-sengal. Ia menarik nafasnya, lalu menghembuskannya dengan perlahan, karena memang Dani berlari cukup jauh.
“Siapa? Wajahmu tidak begitu asing, apa sebelumnya kita pernah bertemu?” tanya Bima.
Larisa mengamati Dani dan Bima yang sedang berhadapan. Dia memilih diam, karena pada akhirnya dia juga akan tau apa yang dibicarakan oleh dua orang itu.
“Saya Dani, asistennya pak Raksa. Wajar jika dokter Bima tidak begitu mengenal saya, karena kita bertemu hanya beberapa kali,” jelasnya.
“Baiklah, apa yang membawamu datang menemui saya?”
Dani memberikan berkas milik Raksa pada Bima. “Saya datang mengantarkan berkas ini atas perintah dari pak Raksa.”
Bima menerima berkasnya, lalu membukanya. “Riwayat medis Raksa? Bukankah Rio yang akan mengantar ini? Kenapa jadi kamu?”
“Benar, memang seharusnya Rio yang mengantarkannya. Hanya saja Rio ada pekerjaan untuk menyiapkan bahan untuk pertemuan siang nanti. Jadi, saya yang mengantarkannya,” jelas Dani.
“Baiklah, saya mengerti. Terima kasih karena sudah mengantarkan berkas ini.”
“Sama-sama dok, ini juga tugas saya. Kalau begitu saya langsung pamit, saya harus membantu Rio di kantor.”
“Baiklah, sekali lagi terima kasih.” Dani mengangguk lalu pergi menuju ke parkiran rumah sakit.
“Jadi? Itu milik Raksa yang kamu bilang?” tanya Larisa yang melirik ke arah berkas yang dipegang oleh Bima.
“Benar, aku akan memberikan berkas ini saat dokter Anin datang. Sayang! Bukankah kamu ada pasien pagi ini?”
“Ah iya! Aku lupa kalau ada pasien! Sayang, aku duluan ya!” Larisa bergegas pergi, karena ia yakin pasiennya sudah menunggunya.
“Jika sudah selesai langsung ke ruangan dokter Anin!!”
“Siap!!” serunya.
suamiku jg ada tapi ga nular tapi juga ga sembun sampe sekarang aneh segala obat udah hasil ya sama ,