Anha diceraikan tepat di malam pertamanya ketika suaminya mendapati dirinya yang sudah tidak perawan lagi.
Anha tidak pernah menyangka jika pergaulan bebasnya di masa lalu akan menjadi bumerang untuknya di masa depan.
Setelah bercerai, Anha mencoba untuk memulai hidup baru dan menemukan cinta yang baru. Tetapi apakah lelaki kali ini bisa menerimanya seutuhnya atau jangan-jangan Anha akan ditinggalkan untuk yang kedua kalinya?
***
Contact Person:
Instagram: Mayangsu_
Email: Mayangsusilowatims@gmail.com
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mayangsu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Terpikat Pesonamu
Aku menyentuh kedua pipiku yang mungkin saat ini sedang bersemu sangat merah sekali ketika mengingat kata-kata Ikram kepada Leo waktu itu.
"Dan dia cewek gue, nggak usah ganggu kami lagi,"
Astaga! Dia mengklaim diriku sebagai kekasihnya!
Aku menatap penuh damba ke arah lelaki yang saat ini sedang sibuk menyetir di sebelah kananku. Ternyata Ikram orangnya sangat lembut dan perhatian jika dia sudah kenal dekat dengan seseorang. Berbeda sekali dengan sikap ketusnya ketika kami berdua belum kenal dekat.
Hampir setiap hari dia selalu meluangkan waktunya untuk makan siang bersamaku lantaran kantor tempatku bekerja saat ini satu arah dengan kantornya. Ikram juga sering mengajakku pulang bersama.
Aku tersenyum miring. Benar, kan, kataku? Tanpa dia sadari dia sudah berjalan ke arahku. Ini semua hanya perihal waktu saja sampai kami berdua bersama selamanya.
"Kita mampir ke mal sebentar, ya? Sekalian tolong bantuin aku milih kado buat Naya."
Aku mengangguk. Lagi pula hari ini weekend jadi tidak masalah jika aku menemaninya mencarikan kado untuk adiknya si Naya.
Ikram pernah bercerita kepadaku tentang Naya—adik bungsu kesayangannya yang saat ini baru saja memasuki semester tiga.
Omong-omong setelah kejadian waktu itu, hubunganku dengan Ikram menjadi lebih dekat. Rudi sudah tidak pernah lagi muncul di hadapanku, sedanghkan Lidya masih saja mengirimiku pesan yang berisi permintaan maafnya kepadaku atas kelakuannya yang pernah menggiring Rudi kepadaku. Ya, walaupun semua pesan dari Lidya kuabaikan, sih.
Baiklah, mungkin aku harus berterima kasih kepada Rudi karena berkat dia juga sekarang aku bisa lebih dekat dengan tujuanku untuk mendapatkan Ikram.
Tetapi walaupun aku sudah dekat dengan Ikram. Tetap saja Ikram belum juga menyatakan perasaannya kepadaku. Atau jangan-jangan selama ini aku hanya dianggapnya sebagai teman, ya? Sialan. Apakah ini yang dinamakan friend zone?
Sesampainya di mal aku berjalan berdampingan dengan Ikram. Aku mencoba menggerakan jari kelingkingku agar bergesekan dengan jari Ikram. Ternyata apa yang kulakukan membuahkan hasil, Ikram menyatukan jemari kami dan menggenggam erat jemariku membuat pipiku memanas, rasanya hatiku benar-benar mencair.
Aku paham jika Ikram itu berbeda dari mantan-mantanku yang dulu, yang hanya melihatku dari fisikku dan hanya mencintaiku karena nafsu saja.
Tetapi Ikram berbeda, dia tidak pernah melihatku dengan mata jelalatan seperti serigala yang sedang kelaparan ketika melihat domba incarannya. Dia selalu menatapku dengan senyuman lembut. Mungkin efek dari umurnya yang sudah menginjak tiga puluh dua tahun menjadikannya sangat dewasa.
Aku mencintainya!
Aku benar-benar jatuh cinta kepadanya. Bukan hanya karena dia sudah mapan, tetapi karena jantungku berdetak lebih cepat ketika bersamanya. Dan betapa nyamannya diriku ketika dia memperlakukanku dengan sangat lembut.
"Gimana kalau baju?" tanyanya membuyarkan lamunanku barusan.
"Ya, terserah kamu, sih. Adikmu emangnya suka apa? Kamu, kan, kakaknya, pasti kamu yang lebih tahu selera dia."
"Aku nggak tahu apa yang dia suka karena kami emang nggak pernah deket sejak kecil."
Aku terdiam mendengar perkataannya. Um... mungkin dia memiliki masalah keluarga yang membuatnya jauh dari adik bungsunya itu. Aku memeluk lengan Ikram dan mengusap lengan kekarnya tersebut, kutampilkan senyum memesonaku kepadanya.
"Are you OK?" tanyaku. Ikram menganggukkan kepala.
"Tapi aku sayang, kok, sama dia."
Ikram tersenyum paham dengan bahasa tubuhku, walaupun kami memang sudah dekat tetapi bukan berarti aku bisa memasuki hal-hal privasi dalam hidupnya.
"Umm... enaknya milih apa, ya? Gimana kalau sepatu? Atau Baju? Atau Alat makeup? Atau Liontin sama bunga se-buket gitu? Kan, kebanyakan cewek pada suka hadiah kayak gitu," kataku memberi saran kado yang cocok untuk si Naya kepadanya. Bukannya semua wanita suka diberi itu semua?
"Gimana kalau liontin aja? Lagian aku juga nggak tahu ukuran sepatu atau pun baju adikku. Takutnya nanti malahan nggak kepakai, kan, sayang," kata Ikram ketika melihat store yang menjual emas. Aku mengangguk dan setuju. Jika Ikram membeli liontin untuk adiknya maka tidak mungkin ukurannya akan kekecilan ataupun kebesaran.
"Emang kamu nggak tinggal serumah, ya, Kram, sama adikmu? Aneh aja gitu sampai nggak tahu ukuran sepatu adikmu."
Mataku membulat kemudian aku buru-buru menutup mulutku yang baru saja keceplosan. Duh, bodohnya aku.
"Maaf, ya," kataku lirih.
"Nggak papa, kok."
Ikram tersenyum lembut kepadaku.
"Kalau ada waktu nanti aku kenalin kamu ke Naya, ya? Naya emang dari kecil tinggal sama Papa.Jadi kami jarang banget ketemu, palingan ketemunya cuma kalau pas ada acara keluarga, doang, sih."
Aku mengangguk. Aku juga tidak mau bertanya lebih jauh lagi. Biar dia saja yang bercerita kepadaku tentang hidupnya tanpa perlu katanya-tanyai, aku takut jika aku terlalu banyak tanya maka Ikram malahan bosan denganku.
Ikram melingkarkan tangannya di pinggangku ketika memasuki store ini, aku selalu salah tingkah ketika dia melakukan hal ini kepadaku. Bahkan aku menduga orang lain yang saat ini sedang melihat kami berdua pasti mereka akan mengira jika kami ini adalah sepasang kekasih. Tapi kenyataannya tidak seperti itu bukan? Kadang aku kesal, aku ini sebenarnya dianggap apa, sih, olehnya? kenapa Ikram belum juga menyatakan perasaannya kepadaku. Kami ini sudah saling kenal selama lebih dari empat bulan. Apa iya waktu pendekatan selama itu belum juga membuahkan hasil?
Aku membantu Ikram memilih kalung untuk adiknya, kami tidak jadi memilih liontin karena liontin berbentuk love yang di dalamnya bisa diisi dengan foto menurutku terlalu kuno. Aku lebih memilih kalung dengan permata berwarna merah marun yang membentuk segitiga terbalik. Menurutku itu lebih manis dan unik.
"Kamu suka warna merah?" tanyanya. Aku mengangguk. Ya, meskipun tidak suka-suka amat, sih.
"Aku juga suka, kok," bisiknya pelan di belakang telingaku membuatku kesusahan menelan ludah. Diperlakukan seperti itu saja sudah membuatku merinding nikmat. Astaga, hormonku! Ya, wajar, sih, jiwa panasku bangkit lagi hanya karena bisikan menggoda tadi mengingat terakhir kali aku tidur bersama lelaki terhitung sudah dua tahun yang lalu dengan Adi. Dan sialnya waktu itu ketahuan Mama pula. Sejak saat itu aku sudah tidak pernah lagi tidur dengan lelaki lain.
"Tapi kalau dia nggak suka gimana?" tanyaku kepada Ikram. Takut jika Naya tidak menyukainya.
"Suka, kok. Aku juga suka. Ini cantik." Ikram berjalan ke kasir dan akhirnya pilihannya jatuh kepada kalung tersebut. "Mbak tolong sekalian dibungkusin, ya. Nanti saya yang nulis kartu ucapannya."
Pegawai tersebut mengangguk dan dengan cekatan dia mengambil kertas kado, guntung, serta selotip untuk membungkus kado Naya.
Sambil menunggu Ikram melakukan pembayaran dan menunggu kado tersebut selasai dibungkus, aku memutuskan untuk melihat-lihat sebentar ke sekeliling, siapa tahu ada barang yang menarik hatiku.
dulu pernah baca sampe udh punya anak Anha nya.. hehe
pengen baca lagi nihh, ada yg tau gak lanjutan nya dmn?
udah coba ta' ketik sana sini ko' g' bisa2.
author ayolah bantu aku yg hampir putus asa ini
jangan lupa mampir juga di ISTRI BAYARAN.
trims